Friday 29 December 2017

Ngomongin DTMS dan İstanbul


Subhanallah, MasyaAllah... inilah dua kalimat yang paling sering saya ucapkan ketika membaca pesan maupun komentar dari pembaca wattpad untuk novel Di Tepian Musim Semi (completed) dan İstanbul: Kesaksian sebuah Kota (on going).

Saya tidak pernah menyangka bahwa tulisan tersebut mengantarkan kepada banyak perkenalan, mulai dari remaja hingga ibu rumah tangga, pelajar hingga yang berprofesi sebagai dokter pun ada. Alhamdulillah...

Sebenarnya wattpad adalah media yang baik untuk mengedukasi masyarakat yang gemar membaca namun memiliki akses kurang terhadap buku yang beredar di toko-toko. Dan menurut saya, wattpad juga merupakan media yang tepat sekali untuk mengedukasi kaum remaja, yang umumnya adalah pelajar dengan kantong terbatas,  sehingga agak kesulitan jika harus membeli buku-buku yang saat ini harganya terus melambung. Akhirnya mereka melampiaskan hobi membaca melalui media yang gratis, hanya bermodalkan paket internet. Tidak masalah. Saya senang sekali ketika mendapati ada remaja yang suka membaca, karena kunci dari segala pengetahuan itu adalah dengan mendengar dan atau membaca. Pada mulanya tak apalah dengan membaca yang ringan-ringan dulu, insyaAllah di kemudian hari dengan semakin tingginya intelektualitas, kualitas bacaan kita akan meningkat dengan sendirinya. Tapi lain halnya dengan masyarakat awam yang tidak suka membaca ditambah lagi tidak suka mendengarkan ilmu, ini seolah-olah mereka telah menutup segala pintu kebaikan.

Di desa saya masih banyak masyarakat awam. Saya merasakan sekali bahwa zaman sekarang, fitnah hidup di desa tidak kalah mengerikan dibanding hidup di kota. Belum lagi kristenisasi yang menggempur dari dua desa tetangga, dari sebelah Timur dan Barat. Banyak yang mualaf, tapi hanya sekadar bersyahadat tanpa pernah menjalankan syariat. Banyak yang Muslim sejak lahir, tapi bisa dihitung jari siapa saja yang menunaikan rukun İslam. Bahkan sepuluh jari saja tidak genap. Kadang saya berpikir, andai mereka mau membaca... sedikit saja, tentu pikiran mereka akan lebih terbuka.  Di sini masyarakat masih rutin mengadakan wirid yasin, kendurian, tahlilan, dan sejenisnya. Saya sebenarnya kurang setuju (selain karena memang hal-hal tersebut adalah bid'ah) alasannya sederhana, tidak ada sedikit pun manfaat yang bisa diambil dari kegiatan-kegiatan tersebut. Andai mereka mau merubah wirid yasin menjadi ta'lim, tentu akan lebih mendatangkan manfaat. Tentu akan semakin menambah pemahaman masyarakat tentang İslam. Tidak perlu mendatangkan da'i atau ustadz, cukup dengan bergantian membaca kitab-kitab ta'lim yang telah disusun oleh ulama-ulama, seperti kitab Fadhilah Amal, Riyadhus Shalihin, dsb. Apabila ada yang ingin ditanyakan, mereka bisa mendatangi seseorang yang berilmu soal itu di lain waktu. Jadi tidak harus si alim hadir di majelis tersebut setiap minggunya. Jika kegiatan seperti ini bisa dilanggengkan, tentu sedikit sebanyaknya mereka akan mengetahui bahwa İslam itu agama yang luar biasa. Seharusnya kita ini bangga menjadi Muslim. Kita bersyukur Allah memberi kita İslam tanpa kita memintanya. Tapi fakta di lapangan sangat menyedihkan. Saya sering menyarankan hal ini kepada Bapak, agar beliau mau membantu menyampaikan ke masyarakat untuk mengganti wirid yasin, tahlil, barzanji, dsb dengan ta'lim, tapi selalu tidak ada respon yang melegakan. Ya, begitulah... saya belum bisa berbuat banyak. Kadangkala memikirkan masyarakat, justru saya yang tidak bisa tidur semalaman suntuk.

İtulah alasan utama mengapa saya menyambut baik adik-adik yang mengirimi pesan sebagai respon untuk tulisan-tulisan saya di wattpad. Saya bahagia mereka senang membaca. Manusia yang gemar membaca itu insyaAllah akan lebih terbuka wawasannya dan lebih mudah menerima hidayah. Karena buah dari ilmu pengetahuan adalah hidayah.

Apakah novel bisa mendatangkan hidayah?

Memang, jika kita mengharapkan seseorang sempurna memperoleh hidayah melalui novel yang notabene adalah fiktif, tentu akan jauh api daripada arang. Terkadang saking asyik membaca novel (meskipun novel bertema religi sekali pun) justru malah melalaikan dari mengingat Allah. Namun jika saya mengingat kembali perjalanan hidup sendiri, saya pun melalui jalan yang sama. Pada mulanya hanya suka membaca cerpen, lalu novel. Sedikit demi sedikit pengetahuan bertambah. Pemahaman tentang İslam sedikit jauh lebih baik, meski masalah tauhid dan akidah masih compang-camping. Memang belum sempurna, mengingat para penulis novel juga harus memikirkan agar novel mereka tidak hanya sebagai media dakwah, namun juga harus enak dibaca. Jadi di dalamnya perlu dimasukkan berbagai pemanis. Tidak ada yang salah dalam hal ini. Saya pribadi sangat berterima kasih kepada novelis-novelis İndonesia yang menjadi gerbang perkenalan kepada ilmu yang lebih luas lagi. Sampai sekarang saya masih gemar membaca novel, meskipun tidak lagi sembarang novel. Kelak kalian akan sampai pada tahap ini, dimana kalian akan merasakan bahwa novel yang dulu (saat kalian remaja) terkesan sangat bagus, ternyata sekarang sudah tidak sanggup memenuhi kebutuhan kita akan ilmu, alur, gaya penulisan, dan hal lainnya yang terus berkembang.

Dulu saya pasti ngantuk jika diminta menamatkan kitab yang ditulis İmam Nawawi, Sheikh Al Albani, İbnu Qayyim, rahimakumullah... Di rumah ada dua buah kitab berjudul Sifat Shalat Nabi yang ditulis oleh Sheikh Al Albani dan Al Fawaid oleh İbnu Qayyim al Jauzy. Dua kitab terjemahan ini hadiah salah satu mahasiswa KKN dari Universitas Riau sekitar tahun 2000-an untuk Bapak. Setiap saya pulang kampung, saya selalu membuka dua kitab ini, kemudian berusaha untuk membaca. Tapi tidak pernah berhasil. Ujung-ujungnya ngantuk. Saya baru berhasil khatam keduanya beberapa bulan lalu, dan entah mengapa tiba-tiba saja kedua buku ini terasa mudah untuk diserap. Setelah berpikir dan berpikir, saya menyimpulkan, ternyata manusia memiliki kemampuan membaca yang semakin berkembang. Terlepas dari itu semua, tentu segala sesuatu atas izin Allah. Dia memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki, dan menyesatkan siapa yang Dia kehendaki. Jangan pernah lelah berdoa semoga kita dimasukkan ke dalam golongan manusia yang Dia kehendaki untuk mendapatkan petunjuk.

Jadi untuk adik-adik yang gemar membaca, teruslah membaca hal-hal yang bermanfaat. Tinggalkan bacaan yang dihiasi oleh banyak maksiat. Tidak masalah kalian membaca novel, cerpen, atau majalah-majalan İslam yang ringan bahasanya. Tapi jangan bacaan yang merusak. Di wattpad, subhanallah, sisi negatifnya di sana ada banyak sekali bacaan yang na'udzubillah...  saya pernah coba membuka untuk sekadar mengetahui isi novel-novel dengan viewers jutaan, dan ternyata hampir tidak ada yang isinya bebas dari pornografi. Mirisnya, sebagian besar pembaca wattpad adalah remaja yang tengah mengalami masa pubertas serta akidahnya belum terbangun sempurna. Jujur, saya belum pernah menamatkan satu novel pun di wattpad. Dan andai saya memiliki anak kelak, saya tidak akan mengizinkan dia untuk membaca novel di wattpad. Saya pernah berpikir untuk menghapus akun wattpad, tapi kemudian saya berpikir ulang, apa jadinya jika wattpad ditinggalkan kemudian bacaan yang tersisa adalah yang banyak mengandung maksiat?

Lalu untuk novel-novel saya, jujur mereka masih banyak kekurangan. Jika saya membaca menggunakan kaca mata sekarang, saya menemukan banyak sekali hal-hal yang perlu direvisi ulang. Sebatas itulah ilmu yang saya miliki ketika menuliskan karya-karya tersebut. Sekarang tiap kali ingin menulis, saya lebih sering merasa takut. Lebih sering merasa  ilmu saya cetek sekali untuk menuliskan cerita yang memiliki tujuan dakwah. Semoga Allah menambah ilmu yang bermanfaat.
Sekarang saya sedang mempersiapkan untuk novel kedua dari cerita Di Tepian Musim Semi yang mengisahkan kehidupan rumah tangga Sam dan Naela. Saya tahu sosok Sam di sini sangat fiktif sekali. Dan mungkin pembaca akan berpikir, ah sama saja dengan penulis lain yang selalu mencari tokoh lelaki kaya. Sebenarnya bukan seperti itu. 

Tujuan utama saya menulis kisah Naela, adalah sebagai penghibur bagi para Muslimah yang hidupnya terus dirundung ujian. Pesan yang ingin saya sampaikan adalah agar mereka bersabar. Karena jujur, sabar ini sulit. Saya menulis kisah Naela bukan berarti saya sudah mampu bersabar. Tidak. Justru saya ingin belajar memahami hakikat sabar yaitu dengan menuliskan kisah tersebut. Tiap kali saya bersedih, jatuh, merasa sendiri, saya kembali membaca kisah Naela. Kemudian bergumam, "Sofi, kamu sudah memberikan banyak ujian untuk Naela dan ia mampu bersabar. Tapi kenapa justru kamu sendiri malah berputus asa?" Saya memasukkan tokoh Sam, Kian, Kris, Nabastala, yang notabene adalah laki-laki wah, tidak lain agar pembaca sanggup bertahan untuk membacanya hingga halaman terakhir dan bisa memetik pesan yang sesungguhnya. İtu saja. Selain itu, ada banyak hal yang ingin saya sampaikan melalui tokoh Sam. Terlebih di novel yang kedua nanti insyaAllah. Masalah paling utama bagi Muslim saat ini adalah mereka tidak paham apa itu tauhid, apa itu akidah yang benar, apa itu manhaj yang lurus, sehingga mereka mudah terjerumus dalam hal-hal makruh, syubhat, dan syahwat. Banyak di antara generasi muda kita yang hobi ikut-ikutan, bahkan muncul tulisan-tulisan berjudul 'warisan' dsb, itu tidak lain karena pemahaman mereka tentang İslam masih belum utuh. Dan inilah nanti yang ingin saya sampaikan melalui tokoh Sam yang mualaf. Doakan semoga prosesnya dilancarkan.

Lalu di novel İstanbul: Kesaksian sebuah Kota, saya menciptakan tokoh bernama Mustafa. Saya berharap Mustafa bisa mengimbangi tokoh Sam pada novel pertama. Mustafa tidak kaya, dia hanya pemuda İslam yang menjalankan agamanya sebaik mungkin. Dia seorang imam dan bangga dengan profesi tersebut. Dia bergaul dengan orang-orang yang lebih tua darinya. Dan Mustafa dikagumi karena semua hal tersebut. Tapi tentu, tokoh sentral dari semua novel saya adalah seorang Muslimah. Saya juga masih memanusiakan tokoh-tokoh tersebut. Misalnya Naela yang tetap menangis saat ditinggal anaknya, tetap emosi saat bertemu Sam pertama kali... itu manusiawi. Dan saya tidak bisa menghilangkan hal-hal seperti itu.

Baiklah, tulisan ini sudah sangat panjang... sebenarnya saya sendiri tidak paham kemana arah tulisan ini ini. Hehe... Harap dimaklumi karena saya mengetik di ponsel dan menurut saya, mengetik di ponsel itu tidak seleluasa di laptop atau komputer. Kadang pikiran pun ikut melayang tidak fokus. Belum lagi jari-jari yang keram.

Sekali lagi saya berterima kasih untik kalian yang sudah membaca dua novel saya di wattpad. Maaf seribu maaf belum bisa menepati janji untuk segera melanjutkan tulisan, karena memang keadaan saya sekarang tidak memungkinkan untuk hal tersebut. Untuk yang satu ini, kalian tidak perlu tahu detailnya. İnsyaAllah saya akan berusaha secepat mungkin untuk memenuhi janji kepada pembaca sekalian. Jazakumullah khairan... semoga Allah melindungi kita dari ilmu yang tidak bermanfaat, shalat yang tidak khusyuk, amalan yang tidak diterima, dan doa yang tidak didengar... aamiiin...


With love

Sofia



Friday 22 December 2017

Menikah atau Tidak Menikah


Ketika kamu mulai rutin datang ke walimahan teman-teman sebayamu, ketika para ibu-ibu mulai menceritakan calon pasangan anak-anaknya kepada ibumu, ketika kamu mulai sering membantu mempersiapkan hari pernikahan teman-teman masa kecilmu, ketika mulai tak terhitung jumlah teman-temanmu yang menggendong anak pertama mereka atau sedang mempersiapkan hari kelahiran, ketika anak-anak teman masa kecil justru terkadang datang ke rumahmu untuk bermain, bahkan ketika adik-adik kelasmu pun sudah banyak yang bilang, 'good bye, aku duluan', ketika itulah terror 'kapan nikah' mulai bermunculan dari berbagai arah (cry out loud emoticon). Bahkan teror itu lebih sering datang dari rumah sendiri, yang kadang bikin kamu pengen bertapa saja di hutan :D

Yes, aku sudah mulai menulis tentang ini sejak usia memasuki 20 tahun. Karena mulai saat itu teror sudah mulai datang, meski hanya satu dua. Tapi sekarang, subhanallah kadang sampai heran, kenapa manusia ini senang sekali mengurusi perkara orang lain? Memangnya menikah itu gampang? Tinggal pakai jurus tunjuk, siapa datang langsung oke, terus nikah? Dan memangnya lagi, nikah itu harus bareng-bareng gitu, ya? Kalau teman satu angkatan udah, maka kita pun harus nyusul secepat mungkin.

Alhamdulillahnya aku punya orangtua yang cukup paham soal agama, meskipun ibuk bukan tipe yang 'say no to pacaran' ala ustadz jaman sekarang. Jadinya ya begitulah, tiap hari pertanyaannya, "Cowokmu endi? Ngopo ra gek endang digowo rene?" Berkali-kali dijelaskan kalau İslam itu gak mengenal kata pacaran, tapi masih saja itu yang ditanyakan.

"Menikah itu sunnah. Kalau sudah ada, ya disegerakan." Nah kalau bapak lebih mendingan lah karena pengetahuan agamanya sedikit lebih mumpuni dibanding ibuk.

Sekarang setiap pagi nasehat agama yang disampaikan Bapak sudah beralih ke topik pernikahan dan pernikahan. Terlebih di desa ini hampir 80% muda-mudi menikah by accident. Beberapa di antaranya disebabkan orangtua, karena masih kukuh mengikuti tradisi hantaran pernikahan yang harus memenuhi sekian puluh juta. Akhirnya, karena jalan menuju halalnya dipersulit, mereka pun cari jalan pintas yang gampang meskipun jelas-jelas dosa besar. But, this should be noted! Di sinilah bahaya pacaran itu sebenarnya kelihatan banget. Bayangkan ya, dua manusia saling jatuh cinta, sms dan teleponan menggunakan kata-kata romantis, lalu ketemuan sementara orangtua woles aja, their hormon is raging, dan who can stop if any two person in that situation? Bahkan setan sekelas jin ifrit pun gak bisa menghentikan dua orang yang sedang dikuasai oleh sesuatu bernama 'lust'. And İslam is the perfect religion, tidak ada solusi yang lebih ampuh bagi dua orang yang sedang jatuh cinta selain menikah. İni kata Bapakku, and İ totally agree!

Nikah dalam İslam itu gak mahal. Yang mahal itu tradisi. Bahkan Abdurrahman ibn Auf rahimahullah yang terkenal sebagai seorang konglomerat saja ketika dia menikah, Rasulullah sallahu 'alahisi wa sallam tidak tahu. Begitu bertemu di Masjid, Rasulullah mencium aroma harum yang tidak biasa dari sahabatnya tersebut, dan beliau bertanya. Ternyata Abdurrahman ibn Auf baru saja menikah.

"Kenapa aku tidak diundang?" tanya Rasulullah

Apa jawaban Abdurrahman ibn Auf?

"Karena engkau pernah berkata bahwa sebaik-baiknya pernikahan adalah yang tidak bermewah-mewah." (Silakan dicari hadistnya, karena aku menulisnya tanpa melihat referensi, hanya mengandalkan ingatan. Jadi mungkin lafadz-nya sedikit berbeda.)

İni lho konglomerat jaman dulu, yang kalau dia mau, maka seluruh penduduk Madinah bisa saja diundang lalu dijamu dengan ratusan ekor daging unta. Mengadakan walimah itu memang dianjurkan oleh Rasulullah, agar tidak afa fitnah. Tapi yo kalau jaman sekarang namanya bukan walimah lagi, melainkan pesta. Walimahannya Rasulullah sama A'isha saja cuma dengan sebaskom susu yang diminum rame-rame. Niatnya itu bukan pestanya yang  harus besar-besaran, namun cukup agar orang-orang minimal tetangga sekampung pada tahu. Tapi sulit ya memang kalau kita hidup di tengah masyarakat yang memegang tradisi yang salah namun dibenarkan oleh semua orang. Padahal akibatnya sudah terlihat dimana-mana, yaitu dengan maraknya perzinahan.

Di kampungku, bisa dikatakan hal seperti itu bukan lagi menjadi aib. Wanita yang melahirkan pasca empat atau lima bulan pernikahan sudah bukan hal memalukan lagi. Karena sudah umum terjadi. Ada hukum İslam yaitu dengan dera bagi mereka yang berzina sebelum menikah dan rajam bagi yang sudah menikah, tapi justru dianggap hukum İslam itu kejam, sadis, tidak berperi kemanusiaan. Bayangkan lho, andai hukum ini diterapkan, kira-kira kita akan berpikir ulang gak ketika ingin berzina? Kenapa yang belum menikah didera sementara yang sudah menikah jastru dirajam sampai tewas? Karena dia sudah punya suami/istri. Sama sekali tidak ada uzur baginya untuk berzina. Dia memiliki tempat yang halal untuk hasrat biologisnya. Karena itulah ketika dia masih nekat berzina, maka rajam hukumannya. İni menunjukkan bahwa zina itu bukan dosa kecil. Bukan perkara ecek-ecek yang cukup dengan taubat lalu dosanya hilang begitu saja. Di zaman Rasulullah pernah kejadian yang seperti ini, yaitu ketika seorang wanita mendatangi beliau untuk meminta hukuman atas zina yang dia lakukan. Tapi karena wanita ini hamil, akhirnya Rasulullah meminta ia datang setelah melahirkan. Begitu melahirkan, wanita ini datang kembali dan Rasulullah memintanya hingga anak tersebut disapih. Dan mashaAllah dua tahun kemudian, wanita ini masih tetap datang untuk meminta hukuman. Kemudian Rasulullah meminta para sahabat untuk merajamnya hingga wafat. Tapi apa yang terjadi kemudian? Rasulullah meminta sahabat untuk mengurusi jenazah wanita tersebut dam beliau menshalatinya karena perempuan tersebut telah bersih dari dosa zina. Dari kisah ini bisa kita simpulkan bahwa dosa zina jika hukumannya tidak ditunaikan di dunia, maka kelak tetap akan ditunaikan di akhirat. Kecuali jika Allah yang Maha Pengasih berhendak lain.

"Ya Rabb, lindungilah kami dari perbuatan zina. Halangilah kami dari segala perbuatan yang mengantarkan kepada zina. Dan jadikanlah hati kami membenci dan memusuhi perbuatan zina."

Zaman dulu ketika belum ada smartphone dan jaringan internet, pernizahan di kampung halamanku sudah marak. Terlebih sekarang. Terkadang sedih melihat generasi muda, anak-anak yang belum tamat sekolah, akhirnya sudah harus hidup berumah tangga. Fitnah hidup di jaman ini memang berat. Hal-hal makruhat, subhat, syahwat, disebarkan secara bebas dan bisa mengenai siapapun. Benarlah Rasulullah yang pernah mengatakan bahwa ummat akhir jaman itu banyak yang beriman di pagi hari, kemudian kafir di sore harinya. Beriman di sore hari, kemudian kafir di pagi harinya. Karena apa?

Fitnah.

Fitnah di sini bukan diartikan dalam pengertian bahasa İndonesia yaitu merusak nama baik atau kehormatan seseorang, melainkan dalam pengertian bahasa Arab yaitu cobaan-cobaan, ujian, goncangan, perkara syahwat, syubhat, dan makruhat yang merajalela. Sementara itu kaum Muslimin banyak yang tidak bisa membedakan, mana yang berupa fitnah dan mana yang bukan. Banyak kesamaran, perkara yang tidak jelas, namun ternyata hal tersebut telah menghanyutkan ke-İslaman seseorang. Banyak Muslim hari ini tidak menyadari ternyata dirinya telah terjebak di dalam fitnah, atau seperti sabda Rasulullah bahwa fitnah itu seperti lipatan kain di malam gelap gulita. Saking samarnya sampai tidak terlihat.
Contohnya berapa banyak Muslim yang akhirnya terjebak dengan perkara 'Semua agama itu baik. Semua agama itu benar.' yang disebarkan di tengah masyarakat? Berapa banyak Muslim yang setuju dengan statement 'Pemimpin kafir yang adil lebih baik baik dibandingkan pemimpin Muslim yang dzolim'? Lalu berapa banyak Muslim yang menganggap bahwa pernizahan adalah hal boleh-boleh saja, hanya karena hal tersebut sudah marak dan disebarkan dimana-mana?

Aku pernah punya seorang teman Turki. Muslim. Suatu waktu dia pernah mengimi sebuah link youtube video lagu, kalau tidak salah lagunya James Blunt (judulnya tidak ingat), yang ternyata isinya sedikit menyerempet ke hal romantisme yang seperti itu. Lalu kemudian dengan tegas kukatakan padanya, jika masih ingin berteman denganku, tolong jangan pernah lagi mengirimi video seperti itu. Kemudian dia terheran-heran, meskipun baru membalas dalam tempo beberapa menit kemudian.

"Apa yang salah? Bukankah hal seperti itu normal? Di sini, di Turki, hal seperti itu bisa ditemukan dimana-mana. Aku tidak bisa mengelak." Sanggahnya.

"Kalau begitu akulah yang tidak normal. Carilah tandem bahasa lain yang lebih normal." sindirku waktu itu, karena memang tujuan komunikasi kami adalah untuk mempraktekkan bahasa.

Akhirnya dia mengalah dan berkata, "Ya, ini memang tidak normal. But people nowadays make it as a normal thing. Karena hal seperti ini mudah ditemukan dimana-mana. Baik itu televisi, jalan, mall, dll. Tapi tujuanku bukan video, hanya lagunya saja."

Kejadian ini menjadi pengingat bagiku bahwa jaman sekarang hal semacam ini sudah menjadi sesuatu yang lazim. Fitnah ini tidak terhindarkan lagi saking maraknya. Dan lihatlah internet hari ini, terkadang nonton kajian İslam di youtube saja, masih ada iklan yang muncul dengan gambar-gambar 'ya seperti itulah'. Dan beberapa waktu lalu saat aku mengajar di pesantren, terkadang kami menangkap laptop-laptop yang digunakan diluar jam izin, begitu diperiksa rata-rata isinya film dan video-video lagu Barat yang 'Anda tahu sendirilah bagaimana isinya'. Dan hal seperti itu menyebar di kalangan santri putra, lho! Kalau wanita melihat wanita lain yang tidak berpakaian lengkap, masih bisa diwajarkan, karena mereka sesama wanita. Tapi kalau yang menonton adalah para laki-laki baligh?

Ya Allah, sebenarnya agama yang Engkau turunkan sudah begitu sempurna, yang paling memahami tabiat-tabiat manusia dan fitrah mereka.

Allah yang menciptakan manusia dan Dia-lah yang paling tahu kondisi manusia tersebut. Allah menciptakan manusia disertai dengan hasrat biologisnya, namun bukan berarti Allah membiarkan manusia melakukan segalanya sesuai kehendak. Seperti kaum Barat yang kemudian menjadikan perzinahan sebagai sesuatu yang normal, tidak melanggar HAM sehingga tidak boleh digolongkan sebagai kejahatan.

Sebenarnya kalau kita membaca sejarah hidup Rasulullah dan para sahabatnya, pernikahan pada zaman itu bukan lah perkara rumit seperti saat ini. Kalau zaman sekarang kok kayaknya mau nikah saja susaaaaaaahhhhh sekali. Al Quran sendiri sudah memerintahkan para ayah agar menikahkan anak-anak mereka yang sudah memasuki usia pernikahan. Tentu sebagai ayah juga dituntut untuk memiliki ilmu agama yang baik, agar dia tidak menetapkan pilihan yang zalim bagi anaknya. Lagipula dalam sebuah hadist, Rasulullah juga meminta para ayah agar menanyakan persetujuan dari sang anak. Meskipun perkenalan dilakukan melalui perantara dan sebagainya, tapi kita tetap tidak boleh untuk menerima begitu saja tanpa ada kecenderungan pada calon pasangan. Minimal ada kecenderungan 70% (dan ini termasuk yang menjadi peganganku).

Why?

Karena menikah itu bukan sesuatu yang main-main, yang kalau gak cocok bisa langsung talak atau minta ditalak. Untuk wanita, pernikahan itu berarti kamu akan mengabdikan diri sepenuhnya kepada seorang lelaki asing. Dan untuk lelaki, pernikahan berarti kamu akan menanggung nafkah dan kehidupan seorang wanita asing. Semua hal di dalamnya bernilai pahala di sisi Allah. Bayangkan seandainya di antara dua manusia itu tidak ada sedikit pun kecenderungan? Si istri memasak sambil menggerutu, si suami pun kerja tidak ikhlas. Okelah kita mengikuti kisah si buruk rupa yang memperistri si cantik. Kemudian keduanya mendapatkan surga karena si buruk rupa yang setiap hari bersyukur ketika melihat kecantikan istrinya, sementara si cantik yang saban hari bersabar atas kejelekan fisik suaminya. Tapi jujur, imanku belum sampai tahap ini. Lagipula menikah tanpa melihat calon pasangan terlebih dahulu atau menikahkah anak tanpa meminta persetujuannya, semua ini tidak diajarkan dalam İslam!

Dulu aku sering khawatir andai saja tidak menikah hingga usia tua. Dan mungkin ini sebabnya kedua orang tuaku terus menerus membicarakan masalah ini, karena mereka takut aku tidak berkeinginan menikah, atau bahasa kasarnya takut anaknya jadi perawan tua. Dan jujur, tekanan-tekanan seperti ini sering membuatku galau juga.

Tapi alhamdulillah sekarang aku merasa tidak ada yang perlu dirisaukan. Manusia hanya bisa berkuasa dalam suatu ruangan yang disebut ikhtiar, selebihnya Allah yang punya kuasa.

Dalam Al Quran juga sudah disebutkan dengan jelas mengenai tiga perumpaan wanita. Yang pertama adalah Aisiya istri Firaun yang meminta dibangunkan sebuah rumah di syurga. Meskipun suaminya kafir bahkan mengaku tuhan, yang bahkan kisahnya adalah kisah yang paling banyak diulang-ulang dalam Al Quran, tetap saja tidak menghalangi sang istri untuk sampai ke surga-Nya Allah.

Perumpaan kedua adalah istri Nabi Nuh dan Luth yang masuk ke dalam golongan orang-orang yang diadzab, padahal suami mereka adalah utusan Allah. Di sini jelas sekali bahwa seorang istri itu tidak bisa nebeng surga pada suami. Kalau mereka tidak taat kepada Allah, ya tetap saja kelak akan diadzab. Tidak peduli suaminya ustadz, hafidz Quran, lulusan Madinah, dsb. Tapi tentu saja, seperti yang juga dilakukan oleh Nabi Nuh dan Luth, mereka tetap mengingatkan dan memberi nasihat. Karena suami adalah pemimpin bagi anak dan istri mereka, dan kelak akan ditanyai tentang kepemimpinannya. Bahkan dalam İslam, sang suami boleh memukul istrinya (asal tidak pada wajah dan tidak menyakiti, melainkan cukup sebagai pengajaran) apabila sang istri durhaka terhadap perintah Allah dan Rasulullah. Tapi jaman sekarang ya banyak para suami yang memukul istri tanpa alasan syar'i, bahkan kalau memukul tidak di wajah istri, rasanya kurang marem.

Perumpaan ketiga adalah Maryam putri İmran. Maryam adalah wanita tidak bersuami dan tidak pernah ada riwayat yang menyebutkan bahwa dia kemudian menikah setelah melahirkan İsa. Baik dalam kitab suci mana pun (agama samawi), Maryam adalah simbol perempuan suci. Tapi meskipun beliau tidak menikah, dia tetap bisa meraih derajat yang tinggi di sisi Allah. Bahkan dikatakan oleh Rasulullah bahwa Maryam adalah satu wanita terbaik penghuni syurga bersama Aisiya istri Firaun, Khadijah istri Rasulullah, dan Fathimah binti Muhammad.

Ya, perumpaan Maryam inilah yang membuatku tenteram. Dan semoga juga para wanita yang saat ini telah mencapai usia 30, 40, atau lebih dan masih belum dianugerahi pasangan hidup. Padahal mereka adalah wanita saleha yang menjaga kehormatan.

Terkadang, di jaman sekarang, manusia lebih memperhatikan fisik dibandingkan hati. Aku mengenal beberapa wanita baik-baik yang hingga usia di atas 30 masih belum menikah. Setiap lelaki menolak, hanya karena fisik mereka tidak cantik (tentu saja sesuai kamus zaman sekarang). Rasanya sudah sulit menemukan lelaki seperti Zaid ibn Haritsah (Budak yang kemudian diangkat menjadi putra Rasulullah), yang ketika mendengar Rasulullah berkata, "Siapa yang ingin menikah salah satu wanita syurga, maka nikahilah Umm Ayman", maka Zaid segera mengacungkan tangan. Padahal Umm Ayman jauh lebih tua usianya. Nama asli Umm Ayman ini adalah Barakah, beliau adalah bekas budak Aminah, ibunda Rasulullah. Ketika Aminah meninggal saat perjalanan pulang dari Yastrib, Barakah inilah yang menenangkan dan menghibur Muhammad kecil kemudian membawanya kembali ke Makkah. İnilah sebabnya, Rasulullah sangat menyayangi Umm Ayman dan sudah dianggap seperti ibunya.

Baiklah, akhir kata, tidak ada ucapan seorang Muslim kepada Muslim lainnya yang lebih baik dari doa dan nasehat. Semoga Allah menghindarkan kita dari kekejian zina dan segera menghadirkan pasangan hidup sebagai penyejuk mata. Al Quran telah mengajarkan doa yang begitu masyhur dan barangkali tidak asing di telinga kita, yaitu,
"Rabbana hablana min azwajina wa zurriyatina qurrota a'yun. Waj'alna lil muttaqina imama." Ya Rabb, anugerahkanlah kepada kami pasangan hidup dan anak-anak sebagai penyejuk mata kami, dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa. Atau tidak ada salahnya kita berdoa dengan doa-doa seperti,"Rabbi habli minashalihin" Ya Rabb, anugerahkanlah kepadaku keturunan yang shalih. Atau "Rabbi la tazarni fardan wa anta khairul waritsin" Ya Rabb jangan engkai biarkan aku hidup seorang diri, sesungguhnya engkau adalah ahli waris yang terbaik.

*Bagi yang membaca tulisan ini, silakan cari kembali referensi hadist, kisah, maupun doa-doa di atas karena aku menulis hanya dengan mengandalkan apa-apa yang tersisa dalam ingatan semata. Wallahu'alam...


Wednesday 8 November 2017

Jangan Bersedih untuk Sesuatu yang Belum Pasti Datang




Untukmu, siapapun dirimu kelak, semoga adalah engkau yang beramal salih dan berilmu pengetahuan. Dan aku selalu meminta kepada Allah, ketika telah tiba masanya, agar Dia Menganugerahkan ketenteraman padamu akan aku dan padaku akan engkau.

Apa yang harus dicemaskan tentang masa yang akan datang padahal tinta catatan telah kering? Semuanya sudah terangkai rapi dalam sebuah kitab yang bahkan telah selesai sebelum bumi, langit, dan enam masa dalam penciptaannya. Manusia hanya memiliki peran sebagai pelaksana takdir. Kita berupaya, kemudian bertawakkal.

Pada perasaan yang dititipkan, upaya kita adalah menjaganya agar tidak keluar dari fitrahnya yang suci, tidak menyalahi aturan, dan tidak menjadikannya sebagai penyebab dosa hati dan khayalan. Upaya kita adalah berdoa kepada Yang Maha Mencintai, agar ia menganugerahi kita sesuatu yang baik berdasarkan pengetahuan-Nya yang luas. Adalah menyebut namamu dalam doa, akhir-akhir ini begitu takut untuk kulakukan. Bahkan nabi Nuh alaihissalam pernah mendapat teguran ketika ia berdoa untuk putera yang dicintai, hingga akhirnya ia memohon ampunan dan berlindung kepada Tuhan-Nya dari meminta sesuatu yang tidak diketahui hakikatnya.

Sebuah syair menyebutkan bahwa cinta yang benar itu selalu mengajarkan adab-adab percintaan. Bagi mereka yang menjaga adab-adab tersebut, maka merekalah yang kelak akan memetik berkah dan sakinnah seperti yang telah dijanjikan. Namun bagi yang mengingkari, memperturuti hawa nafsu, maka baginya adalah cinta yang hina sebagai sumber penderitaan.

Tidak ada seorang pun manusia yang diciptakan sempurna dengan kebaikan-kebaikan kecuali Rasul-Nya, tapi kita dianugerahi akal agar terus belajar, memperbaiki segala yang keliru, serta meminta keikhlasan dari keluarga, sahabat, karib kerabat, kenalan, yang dulu pernah kita ambil haknya atau disakiti perasaanya. Hari ini adalah waktu terbaik untuk menjadi lebih baik. Dan untuk hari esok yang masih berada di alam ghaib, biarlah ia datang dengan sendirinya. Tak perlu kita memanjangkan angan-angan yang justru hanya akan menambah kesedihan.

Untuk engkau yang tengah bersedih dan takut akan kehilangan, semoga pesan ini sampai kepadamu. Masa sekarang adalah apa yang ada di sekitarmu, di hadapanmu, dan apa yang akan engkau kerjakan satu detik ke depan. Itulah yang harus diupayakan sebaik-baiknya. Jika engkau tengah bersama orang tuamu, maka bahagiamu adalah dengan berbakti kepadanya, mendengarkan, dan membantu mereka. Jika engkau tengah berlayar di lautan, maka bahagiamu adalah dengan memandang birunya air, percikan di kaca jendela, ikan-ikan yang mungkin sesekali berlompatan, atau ketika memandang daratan yang hijau di depan sana. Jika engkau tengah menuntut ilmu, maka bahagiamu adalah ketika engkau mampu menghafalkan sebaris pengetahuan, menyelesaikan sebuah tugas, atau ketika menyibukkan diri dengan bacaaan-bacaan.

Apa yang ada padamu hari ini, itulah sumber bahagiamu. Sebaliknya, jika ia hanya berupa angan-angan, maka tidak ada jaminan apakah engkau akan sampai padanya atau binasa sebelum itu. Jadi tak perlu pula engkau menghabiskan waktu untuk bersedih karenanya. Kecuali pada bencana yang pasti akan terjadi, seperti kematian. Semua manusia sepakat bahwa tiap-tiap yang bernyawa pasti akan mati, dan masalahnya tak ada seorang pun yang tahu kapan ia akan datang. Jadi untuk sesuatu yang pasti, adalah kebodohan apabila kita tidak bersiap-siap setiap waktu. Selain dari maut dan petaka setelahnya, maka tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Berbahagialah seperti burung yang keluar dari peraduannya di pagi hari tanpa memikirkan kemalangan apa yang akan menimpanya sepanjang hari itu. Selama kita bertakwa kepada Allah, maka pada hakikatnya kita adalah manusia yang aman dan berbahagia.

Butuh waktu lama untuk belajar tentang hal ini. Engkau yang berlayar tanpa gelombang, pasti sulit untuk memahami. Namun salah juga apabila aku menghakimi bahwa hidupmu tidak pernah ditimpa kesulitan, karena setiap manusia memiliki ujiannya masing-masing. Jadi bersabarlah. Tulisan ini juga kutujukan untuk diriku sendiri. Insya Allah bagi orang-orang yang bersabar, ada pahala dan kebahagiaan setelahnya. Setelah ini, aku tak ingin mendengar berita apa-apa tentangmu kecuali kebahagiaan-kebahagiaan. Semoga Allah menetapkan hati kita di atas iman dan Islam, dua nikmat yang apabila diambil, maka tak akan pernah ada penggantinya. Semoga engkau hidup dalam ketaatan dan keberkahan.


Friday 3 November 2017

[Fiksi] Pertemuan dengan Racheel Hudson



Barangsiapa menyeru kepada petunjuk, maka dia mendapatkan pahala sebagaimana pahala-pahala orang yang mengikutinya, hal itu tidak mengurangi pahala mereka sedikit pun. Dan barangsiapa menyeru kepada kesesatan, maka dia mendapatkan dosa sebagaimana dosa-dosa orang yang mengikutinya, hal itu tidak mengurangi dosa mereka sedikit pun—HR Muslim No. 2674

Tak sampai 15 menit, empat orang lelaki tersebut berhenti di depan sebuah pintu rumah yang sederhana. Mereka membunyikan bel beberapa kali. Tak lama muncul dari balik pintu tersebut seorang lelaki yang kira-kira berumur 49 atau 50 tahun. Tubuhnya sedang, tidak tinggi dan tidak juga pendek, jenggotnya menggantung hingga sekitar satu jengkal di bawah dagu, lalu di atas kepalanya bertengger manis sebuah kopiah putih. Penampilan yang tidak jauh berbeda dengan tiga orang sahabat Mustafa.

Setelah menjawab salam, lelaki tersebut mempersilakan tamu-tamunya untuk masuk. Ia sempat memandang heran pada Aisiya. Syukurnya Mustafa segera menjelaskan sehingga senyuman ramah pun merekah di bibir si tuan rumah. Ia kemudian seperti memanggil seseorang di dalam rumah, dan tak lama muncul seorang perempuan mengenakan gamis cokelat, kerudung dan niqab hitam. Perempuan inilah yang menjemput Aisiya, bahkan menggapit tangannya untuk masuk ke dalam rumah.

Aisiya dibawa masuk ke sebuah ruangan khusus. Berbeda dari ruang tamu yang terletak paling depan. Tapi di ruangan ini juga terdapat sofa.

“Ahlan wa sahlan. Silakan duduk. Ini adalah ruang tamu khusus untuk wanita. Kau pasti heran.” Ucap wanita tersebut dengan bahasa Inggris yang sempurna. Ia tahu bahwa tamunya tersebut pasti kebingungan dan bertanya-tanya ruangan apakah ini, mengapa harus dipisah dan sebagainya.

Perempuan tersebut membuka niqab, dan sempurna lah rasa takjub Aisiya begitu mengetahui bahwa wajah di balik niqab tersebut seindah bulan purnama. Bibirnya yang selalu tersenyum, wajahnya yang selalu bercahaya seolah-olah ia adalah wanita paling bahagia di dunia ini.

“Namaku Racheel Hudson. Usiaku saat ini 38 tahun. Sudah tidak muda lagi. Tentu saja.” Katanya memperkenalkan diri dengan ramah.

Aisiya duduk. Ia masih sulit untuk menguasai diri.

“A... kau bukan orang Bosnia asli?” tanya Aisiya sedikit gugup.

“Aku lahir dan besar di Australia. Kami—aku dan suamiku—bertemu di kota Sydney pada tahun 2005, menikah di sana, lalu kemudin aku ikut suamiku ke negara ini pada tahun 2010.”

“Kau terlahir sebagai Muslim?”

“Nope.” Jawabnya masih dengan wajah ramah. “Aku masuk Islam pada tahun 2004 di Sydney. Alhamdulillah.”

“Kau mengenakan niqab mulai saat itu?” Aisiya masih dikejar rasa penasaran.

“Nope.” Wajahnya sedikit muram kali ini. “Aku berhijab tahun 2005. Niqab ini baru kukenakan sejak 3 tahun lalu, setelah aku dan suamiku sama-sama mendalami Islam. Alhamdulillah.”

“Tapi niqab bukan sebuah kewajiban bagi seorang Muslimah.” Sanggah Aisiya.

Wanita berdarah Australia itu tersenyum. Indah sekali. “Iya. Oh aku belum tahu siapa namamu?”

“Aisiya Rahmawati. Aku orang Indonesia. Umurku 22 tahun.”

“Oke, baik, Aisiya. Masya Allah namamu mengingatkanku pada salah satu wanita terbaik penghuni Surga, yaitu Aisiya binti Muzahim, istri Firaun. Semoga Allah memberimu berkah atas nama yang demikian indah.”

“Aamiiin insya Allah. Terimakasih.” Aisiya tersipu.

“Insya Allah.” Sambung Racheel. “Baik, Aisiya. Kamu pasti ingin tahu alasanku mengenakan niqab, kan? Padahal tidak ada satu ayat pun dalam Al Quran yang mewajibkan Muslimah untuk mengenakannya. Kamu benar. Niqab memang tidak wajib, namun aku senang mengenakannya. Dan aku berharap semoga ini bisa menjadi salah satu hujjahku kelak di hadapan Allah ketika ditanya, ‘Bagaimana caramu menjaga amanah wajah dan tubuh yang telah Kutitipkan padamu selama hidup di dunia?’. Alasan kedua karena aku ingin mengikuti teladan dari para wanita saliha terdahulu yang ketika turun perintah hijab, mereka seketika menarik kain-kain yang ada di sekitar mereka untuk kemudian ditutupkan ke seluruh tubuh sehingga mereka terlihat seperti gagak-gagak hitam. Alasan ketiga aku memilih niqab karena ini bertentangan dengan nafsu seorang wanita yang selalu ingin menampakkan kecantikan di depan umum demi mendapatkan pujian. Niqab juga melindungi hati-hati wanita yang bisa saja iri melihat kecantikan wanita lain. Insya Allah semoga Allah meluruskan niat di dalam hati.”

Aisiya tak bisa berkata-kata. Hatinya diliputi keharuan mendengar kesaksian luar biasa muslimah mualaf yang duduk anggun di sampingnya kini. Ia merasa malu. Sungguh. Kecantikan yang miliki sama sekali tak berarti apa-apa jika dibandingkan dengan paras jelita teman barunya ini. Tapi lihatlah betapa teguh wanita ini memenjarakan nafsu. Sementara dirinya, meskipun telah berhijab, mengenakan gamis longgar, tapi tetap saja sibuk memoles wajah ketika akan keluar rumah. Dan benar apa yang diucapkan Racheel, ia ingin semua orang di luar nanti akan melihat paras ayunya kemudian memberikan pujian.

“Oh, Aisiya. Aku sampai lupa kalau suamiku juga kedatangan tamu. Kau bisa menunggu di sini sementara aku menyiapkan jamuan di dapur, atau kau juga boleh ikut bersamaku.”

“Aku ikut denganmu.” Seketika Aisiya berdiri.

Racheel menggandeng tangan Aisiya menuju dapur yang hanya terpisah dinding beton kasar dari ruang tamu untuk wanita. Rumah ini sederhana sekali. Hanya terdiri dari dua buah ruang tamu, dua kamar tidur, dan satu dapur di bagian belakang. Tak ada furniture yang mewah. Semuanya terlihat sangat sederhana, termasuk meja makan dengan enam buah kursi di ruang dapur. Meski sederhana, namun jelas sekali semuanya tampak bersih dan tertata rapi. Tak ada satu pun foto yang terpajang di dinding, hanya beberapa lukisan kaligrafi dan beberapa kerajinan tangan.

“Racheel, maaf, kalian tidak memiliki anak?”

“Alhamdulillah Allah mengamanahi kami dua orang anak. Yang pertama bernama Hassan, usianya 8 tahun. Sekarang sedang di rumah neneknya di Butmir. Sedangkan yang kedua bernama Safiye, usianya baru dua tahun. Dia sedang tidur di kamar. Nanti kau bisa melihatnya.” Racheel menunjuk kamar di bagian depan. Senyuman di wajahnya berbinar, seolah mengatakan bahwa ia sangat bahagia.

“It will be my pleasure to see your little princess.” Aisiya tak kalah bahagia.

Dua wanita itu kemudian sibuk menyiapkan jamuan selama 30 menit ke depan. Aisiya membantu apa yang mampu ia lakukan, sementara Racheel yang meracik hingga bahan-bahan makanan tersebut menjadi sebuah hidangan.

“Olahan daging ini dikenal masyarakat Bosnia dengan nama cevapcici. Bisa dari daging sapi atau domba. Yang kubuat sekarang adalah daging domba. Kau sudah pernah mencicipi cevapcici sebelumnya?”

Aisiya menggeleng dengan senyuman polos.

“Insya Allah kau akan mencicipinya siang ini.”

Gadis Indonesia itu semakin riang. Ia memperhatikan setiap gerak tangan Racheel dalam mengolah daging tersebut. Mulai dari proses pencampuran bumbu dengan bawang bombai, bawang putih, merica, garam, dan paprika bubuk, kemudian membentuk daging cincang menjadi lonjong pipih, hingga membakarnya di atas tungku. Setelah matang, cevapcici diletakkan di atas piring besar, kemudian siap dihidangkan bersama roti bundar, yoghurt, dan irisan bawang bombai. Tidak lupa Racheel menyeduh beberapa cangkir kopi Bosnia.

Setelah semuanya siap, Racheel memanggil suaminya untuk mengangkut semua hidangan tersebut ke ruang tamu depan. Masih ada dua porsi cevapcici dan dua cangkir kopi yang tersisa di atas meja makan. Tentu saja itu adalah bagiannya dan Aisiya.

“Silakan duduk, Aisiya. Semoga kau suka dengan hidangan sederhana ini.” Wanita asal Autralia itu menarik kursi untuk tamunya.

Dua wanita itu duduk berhadapan. Setelah membaca basmallah dan doa, mereka mulai menyantap hidangan tersebut.

“Hmm... ini enak sekali. Meskipun dibakar, tapi daging ini tidak kering saat digigit. Dan rasanya sangat gurih. Kau dianugerahi tangan yang sangat berbakat, Racheel.” Puji Aisiya tulus.

“Aku senang kau menyukainya. Kelak setelah menikah, kau pun akan belajar banyak seputar dapur. Dan yang terpenting bagi seorang Muslimah adalah meniatkan semua pekerjaan rumah kita sebagai ibadah kepada Allah, termasuk menyiapkan makanan. Kau tahu, dulu aku tak suka memasak. Suamiku, Ismail, justru dia yang lebih sering menyiapkan makanan. Tapi kemudian setelah aku mendalami Islam, paham betapa besar kemuliaan yang bisa didapatkan oleh seorang Muslimah melalui aktivitas di rumah-rumah mereka, semakin hari aku merasakan kebahagiaan ketika memasak.”

“Kau tidak bosan di rumah terus? Kau tidak bermimpi punya karier seperti wanita-wanita jaman sekarang?”

“Dunia adalah penjara bagi orang-orang yang beriman, dan surga bagi orang-orang kafir. Namun bagi orang-orang beriman, Allah melimpahkan sakinnah dalam penjara-penjara tersebut. Menurut Imam Nawawi rahimahullah, sakinnah ialah sesuatu yang sangat istimewa meliputi ketenangan, ketenteraman, rahmat, kesejahteraan, dll, yang diturunkan Allah bersama-sama dengan para malaikat. Allah dan Rasul-Nya lebih ridho ketika seorang wanita berada di rumahnya, mendidik anak-anaknya, dan aku lebih senang memilih sesuatu yang diridhai Allah dan Rasul-Nya dibandingkan kampanye duniawi kaum kapitalis. Tapi bukan berarti aku menyalahkan para Muslimah yang memiliki karier, Aisiya. Tidak. Ini hanya pilihanku sendiri dan aku telah mengungkapkan alasannya. Aku juga sering keluar rumah. Setiap 3 hari sekali, Ismail menemaniku berbelanja kebutuhan dapur. Dia mengantarku apabila ada kajian-kajian Muslimah yang ingin kudatangi. Dan seminggu sekali kami akan berkunjung ke rumah mertuaku di Butmir.”

“Kau pernah membaca A Thousand Splendid Suns karya penulis asal Afghanistan, Khaled Hosseini? Novel ini menggambarkan jelas betapa tertekan kehidupan wanita Muslimah dalam rumah-rumah mereka.”

Racheel mengangguk. “Aku membacanya satu tahun sebelum memeluk Islam. Dan karena hal itu pula aku selalu bertanya pada teman-teman wanitaku yang beragama Islam. Tapi semuanya tidak bisa memberikan jawaban memuaskan. Hingga kemudian Allah mempertemukanku dengan seorang Muslimah asal Polandia di tahun 2003, namanya Cecylia. Dia tidak memberikan jawaban langsung, melainkan memberiku hadiah satu buah Al Quran terjemahan dan satu buah kitab yang berisi hadist-hadist. Ia memberikan catatan khusus ayat dan hadist mana yang harus dibaca terlebih dahulu untuk menjawab pertanyaan-pertanyaanku tersebut. Dan satu hari setelahnya aku sudah mendapatkan jawaban jelas. Kau sungguh tidak tahu mengapa dua tokoh utama dalam novel tersebut, yaitu Mariam dan Laila, mengalami kehidupan yang demikian tersiksa?”

Aisiya menggeleng. “Suaminya, Rasheed, telah meminta mereka mengenakan niqab saat keluar rumah. Tidak berbeda dengan Ismail yang memintamu mengenakan niqab. Jika kau bisa merasakan bahagia, lalu kenapa dua wanita tersebut tidak?”

“Aku berlindung kepada Allah dari perkara yang tidak kuketahui hakikatnya. Tapi yang bisa kukatakan sekarang, demi Allah, Ismail tidak sama dengan Rasheed. Dan Ismail tidak pernah memaksaku mengenakan niqab. Jika kau membaca novel itu dengan teliti, kau akan tahu dimana letak kesalahan-kesalahannya. Mereka memang meminta istri-istri mereka mengenakan niqab, bahkan sampai mata mereka pun ditutup. Tapi perhatikan sekali lagi, mereka tak paham apapun tentang agama ini, Aisiya.

Seorang suami yang paham tentang Islam, mereka tak akan berbuat zalim kepada istrinya. Tak akan mengoleksi majalah-majalah pembangkit syahwat. Tak akan menghina dan menyakiti hati istrinya. Tak akan melarang anak perempuan untuk menuntut ilmu. Seorang suami yang paham tentang Islam, ia akan memuliakan istrinya seumpama sebuah perhiasan yang terpelihara.

Jika kau membaca novel itu sekali lagi, kau akan tahu bahwa novel tersebut tidak menggambarkan kehidupan Islam yang sebenarnya. Khaled hanya menuliskan kehidupan orang-orang Muslim di Afghanistan sana yang ternyata—dalam novel itu—kebanyakan salah dalam mamahami dan mengamalkan Islam. Aku tidak tahu apakah benar seperti itu kondisi di Afghanistan ketika di bawah pemerintahan Taliban.”

Aisiya mengangguk-angguk.

“Kamu seorang jurnalis, Aisiya. Dan kamu juga seorang Muslim. Pesanku sebagai seorang sahabat, niatkan lah semua aktivitas kita untuk Allah semata, termasuk tulisan yang nantinya akan kamu rangkai. Bertakwa lah kepada Allah, ingat bahwa nanti setiap kita akan mempertanggung jawabkan semua perbuatan di dunia ini pada yaumil hisab.

Jangan pernah berpikir bahwa satu bait tulisan yang dibaca orang lain terbebas dari pengadilan akhirat. Bahkan meskipun itu hanya beberapa patah kata, sama saja kelak di hadapan Allah. Apabila tulisan tersebut memberikan manfaat bagi orang lain, insya Allah ia akan bernilai kebaikan. Tapi jika tulisan tersebut menyesatkan orang lain, membuat orang lain berangan-angan kosong, apalagi sampai membayangkan maksiat, dan bahkan mendorong orang lain melakukan maksiat, maka tulisan tersebut akan bernilai keburukan dan dosa. Bahkan bisa jadi sang penulis akan menanggung dosa para pembaca yang ia sesatkan.”

“Insya Allah. Terimakasih atas nasehatmu, Racheel. Aku tidak akan pernah melupakannya.” Mata gadis Indonesia itu telah berkaca-kaca. Ia tidak menyangka akan mendapatkan nasehat seperti ini dari seorang wanita Australia. Nasehat yang bahkan tak pernah ia dapatkan selama di Indonesia.

Selesai bersantap, mereka mencuci semua peralatan kotor. Kemudian Racheel mengajak Aisiya untuk melihat putrinya di kamar.

Gadis kecil itu ternyata sudah bangun dari tidur. Tapi dia tidak menangis. Matanya yang bulat bercahaya mengerjap-ngerjap, memandangi mainan yang digantungkan di atas ranjang bayi. Begitu wajah sang ibu muncul, bayi cantik itu seketika tertawa hingga menampakkan gusi yang baru ditumbuhi empat batang gigi.

Racheel mengangkat putrinya ke dalam gendongan, “Kau ingin menggendongnya?” Ia menawari Aisiya yang sejak tadi belum bisa melepaskan pandangan dari bayi berusia 2 tahun itu.

“Aku takut, Racheel. Seumur hidup aku tak pernah menggendong bayi.” Pekik Aisiya tertahan.

“Tak perlu takut. Safiye sudah tumbuh besar. Lehernya pun sudah cukup kuat. Jangan panik. Oke?”

Akhirnya Aisiya setuju. Dengan penuh kehati-hatian ia mengambil alih Safiye dari tangan Racheel. Beruntung Safiye adalah tipe bayi yang ramah. Ketika tangan Aisiya diulurkan, Safiye langsung menyambut dengan dua belah tangan yang diacungkan. Senyuman bayi itu merekah di antara rambutnya yang keriwil-keriwil bewarna kecokelatan.

“Masya Allah tubuhnya harum sekali. Seolah aku sedang memasuki sebuah taman mawar di puncak musim semi.” Puji Aisiya begitu ia mencium pipi Safiye.

“Iya aku mengolesinya dengan minyak mawar yang dibawa Ismail dari Turki. Kalau tidak salah ia membelinya di Isparta, sebuah kota di Turki yang terkenal dengan julukan ‘Kota Mawar’. Dari cerita Ismail, bahkan hingga kerudung dan tasbih yang dijual di sana pun beraroma mawar.” Jelas Racheel bersemangat. Ia mengajak Aisiya untuk duduk di sofa tidur yang tersedia di sudut kamar itu.

“Kau melahirkan kedua anakmu dengan proses normal atau operasi caesar?”

“Alhamdulillah normal.”

“Apakah sakit?”

“Tentu saja.”

“Karena itulah aku masih tidak siap untuk berumah tangga. Aku selalu membayangkan proses kehamilan hingga melahirkan yang sepertinya sakit sekali.” Ucap Aisiya sambil terus memperhatikan Safiye yang kini memainkan salah satu ujung kerudungnya.

“Aisiya. Aku bisa saja menunjukkan padamu berbagai hadist Rasulullah salallahu ‘alaihi wassalam perihal keistimewaan yang diberikan Allah kepada wanita yang sedang hamil hingga bersalin, bahkan sampai 40 hari pasca kelahiran. Tapi semua itu tidak akan ada bekasnya di dalam hati apabila kamu tidak bertakwa. Kunci segala hikmah dan kebaikan bisa menyentuh kalbu adalah ketika kita bertakwa kepada Allah seutuhnya. Hadirkan lah perasaan gembira ketika kamu shalat, ketika mengingat Allah. Apabila semua itu sudah mampu diraih, maka pertahankan lah dengan memperbanyak dzikir. Jangan lengah sedikit pun karena syaitan akan memanfaatkan kelengahanmu tersebut. Kemudian ketika itu semua telah mampu kamu kerjakan dengan ikhlas, bacalah berbagai hadist yang menerangkan tentang keistimewaan para wanita yang sedang hamil hingga melahirkan. Apakah kamu belum tahu bahwa ketika seorang wanita Muslimah hamil, maka seluruh malaikat akan memintakan ampun untuknya?”

Aisiya menggeleng. “Yang aku tahu, apabila seorang Muslimah meninggal saat melahirkan atau dalam rentang 40 hari setelah melahirkan, ia akan dianggap sebagai mati syahid. Tapi entahlah. Aku tak yakin. Bagaimana jika wanita tersebut seorang pendosa?”

“Aku tidak mengetahui perkara ghaib, Aisiya.” Racheel tersenyum. “Kita tidak pernah tahu siapa yang kelak akan mendapatkan ridho dan ampunan Allah. Tapi yang banyak diterangkan dalam hadist, selama orang tersebut tidak melakukan dosa besar dan syirik, insya Allah masih ada peluang baginya mendapatkan keistimewaan tersebut. Kamu ingin dengar sebuah cerita? Ini kisah nyata yang dialami oleh salah satu teman Ismail, suamiku.”

“Tentu saja. Ceritakanlah padaku.” Sambut Aisiya dengan riang.

Racheel, wanita Australia yang wajahnya bercahaya itu memulai ceritanya. Lelaki teman suaminya itu bernama Hamzah. Dia tinggal di sebuah desa terpencil sekaligus tertua  bernama Lukomir, bagian Tenggara Bosnia. Satu tahun lalu, tanpa ada sebab yang jelas, tiba-tiba saja Hamzah tidak sadarkan diri selama beberapa jam. Istri, anak-anak, dan semua ahli keluarganya menjadi panik. Mereka mencari berbagai cara untuk membangunkan Hamzah, termasuk dengan mendatangkan seorang tabib yang masyhur di desa tersebut.

Setelah sekian lama mereka menunggu dengan resah, akhirnya Hamzah bangun dari pingsan. Begitu kesadarannya telah sempurna pulih, ia bercerita, “Dalam pingsanku tadi, aku seperti menyusuri sebuah jalan. Lalu aku berpapasan dengan satu per satu orang yang telah meninggal di desa ini. Tapi setiap kali aku memanggil, tidak ada satu pun dari mereka yang sudi menjawab. Bahkan mereka memalingkan wajah. Hal ini membuatku heran. Hingga beberapa lama kemudian, aku bertemu dengan almarhumah Salma.

Kalian pasti belum lupa siapa Salma. Tetangga kita itu. Wanita yang meninggal saat melahirkan sekitar 5 tahun lalu. Nah dalam perjalananku itu, aku melihat Salma, meskipun tak seketika aku mengenali sampai akhirnya dia menyebutkan siapa namanya, ‘Aku ini Salma. Tetanggamu dulu.’ Tapi yang membuatku tidak percaya, wanita ini memiliki wajah yang sangat jelita, sementara Salma yang kita ketahui bisa dikatakan tak memiliki paras yang istimewa. Karena dia meyakinkan bahwa dirinya benar-benar Salma, akhirnya aku menyerah dan percaya.

Dia mengajakku singgah ke rumahnya yang masya Allah sangat megah. Tapi sebelum itu, Salma mengajakku berkeliling taman di sekitar rumah tersebut. Di sana aku menyaksikan bunga-bunga yang keindahannya belum pernah kulihat di dunia ini.

Dia juga memberi tahuku sebuah rumah yang tidak kalah indahnya yang dibangun di samping rumahnya. ‘Rumah itu mau dijual. Kamu bisa membelinya’. Kukatakan padanya bahwa aku tidak mungkin sanggup membeli rumah seindah itu. Belum sempat aku melihat bagian dalam rumah Salma, alhamdulillah aku sudah sadarkan diri.”

Racheel mengakhiri ceritanya dengan senyuman. Ah, rasanya wanita ini memang selalu tersenyum. Bahkan saat ia sedang tidak tersenyum pun, orang lain akan memandangnya seolah ia sedang tersenyum. Pada point inilah Aisiya percaya hadist yang menyebutkan bahwa orang-orang yang menjaga shalatnya akan mendapatkan 10 kebaikan, salah satunya adalah memancarnya nur atau cahaya pada wajah, adalah benar.

“Kamu tahu, berdasarkan kesaksian Hamzah, perempuan bernama Salma ini, selama hidupnya tidak kelihatan terlalu tekun mengamalkan agama. Dia Muslimah yang biasa saja atau dalam bahasa yang lebih mudah dipahami, ‘tidak saleha-saleha amat’. Hanya saja dia memiliki satu keberuntungan yaitu meninggal ketika melahirkan. Kamu boleh mempercayai cerita Hamzah ini atau tidak percaya. Semua kembali padamu. Tapi jangan pernah lupa Aisiya, seorang Muslimah yang berjuang susah payah melahirkan bayi yang berada dalam kandungan itu sama nilainya dengan seseorang yang berjihad di jalan Allah. Hanya ada dua kebaikan baginya, yaitu: menyaksikan seorang malaikat kecil penerus generasi yang menangis untuk memulai kehidupan, atau syahid dan hidup berbahagia selamanya di sisi Allah. Tapi sekali lagi jangan lupa, Allah tidak mengampuni dosa syirik dan beberapa dosa besar lain yang hanya bisa diampuni melalui jalan taubat. Semoga Allah menjauhkan kita dari dosa-dosa tersebut.”

“Semoga Allah merahmatimu atas ilmu yang demikian bermanfaat. Aku tidak menyangka akan bertemu dengan Muslimah yang mengamalkan agama dengan baik sepertimu justru saat aku berada di tanah Eropa.”

Wa laa yuhithuuna bi syai in min ‘ilmihi illaa bi maasyaaa. Dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah, melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kudengar Ismail memanggil, sepertinya mereka akan segera ke Masjid. Kamu ikut mereka atau tetap di sini?”

“Aku datang bersama Mustafa dan harus kembali bersamanya pula.” Aisiya menyerahkan Safiye setelah mencium gadis kecil itu sebanyak tiga kali.

“Mustafa. Suamiku banyak bercerita tentang pria Turki yang satu ini. Kamu tahu, Aisiya? Mustafa itu telah banyak menerima tawaran beasiswa untuk melanjutkan pendidikan ke berbagai negara-negara maju karena kecerdasannya. Tapi dia memilih untuk mengabdikan diri di Bosnia. Kudengar dari Ismail pula, bahwa Mustafa selama 4 tahun terakhir tidak pernah meninggalkan shalat malam. Ia hanya tidur selama 3 jam saja. Tidak lebih.”

“Benarkah?” mata Aisiya membulat.

“Iya, benar! Biasanya dia tidur sebentar sebelum shalat Zuhur, karena tidur pada waktu ini adalah sunnah. Sementara shalat malam Mustafa sangat panjang. Dia bahkan bisa membaca berjuz-juz al Quran dalam satu rakaat. Akal manusia biasa tidak akan bisa memahami hal ini. Tapi yang seperti ini nyata terjadi. Ada banyak Muslim yang beribadah seperti ini. Bahkan tidak sedikit para tabi’in yang shalat Subuh tanpa memperbarui wudhu shalat Isha mereka. Dan itu mampu dipertahankan selama puluhan tahun hingga wafat.”

Aisiya bahagia mendengar hal ini. Ketakjuban dalam dadanya kini terasa sampai di puncak. Bagaimana mungkin lelaki itu sanggup menghabiskan malam hanya dengan tidur selama 3 jam? Sementara dirinya sendiri untuk bangun setengah jam sebelum azan Subuh saja sering terlewat.

Benar apa yang diucapkan Racheel, keistimewaan lelaki ini sangat sulit untuk dipahami akal. Keistimewaan ini pula yang justru membuat Aisiya merasa sedih. “Jika benar begitu, maka hanya bidadari yang pantas menjadi istrinya.” Spontan kalimat ini meluncur dari lisannya.

Racheel tersenyum lebar. Bisa dikatakan ia sedang tertawa kali ini. “Eh, kamu lupa ya kalau Rasulullah salallahu ‘alaihi wassalam saja beristrikan manusia?”

“Iya. Tapi bukan manusia hina sepertiku.” Sambung Aisiya polos, membuat lawan bicaranya mengernyitka dahi.

“Apakah itu artinya kamu tertarik untuk menjadi istri Mustafa?” selidik Racheel dengan wajah menggoda.

Gadis Indonesia itu baru sadar bahwa ucapan demi ucapannya tadi telah membimbing Racheel pada satu kesimpulan penting. Seketika wajahnya merona. Dia tidak menjawab apapun, tapi semua orang kini paham apa sebenarnya yang tersimpan di balik hatinya.


-Diambil dari Istanbul: Kesaksian sebuah Kota. Kisah tentang Hamzah yang bertemu dengan Salma adalah kisah salah satu penduduk di desa saya. Kisah nyata. Hanya saya mengganti nama tokoh dan tempatnya. Semoga bermanfaat ;)
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...