Sunday, 26 April 2015

The Ocean Cleanup and Young Dutch Superhero

Kategori: Water


 “Kenapa harus pergi mengarungi lautan, jika lautan bisa pergi mengarungimu?”

I have no idea to write about The Ocean Cleanup and the history to make it happen. Bukan karena minimnya bahan untuk ditulis, tapi karena terlalu banyak hal istimewa yang terlalu sayang untuk di-skip. Pemilik ide hebat ini adalah pemuda yang lahir tahun 1994 bernama Boyan Slat, mahasiswa jurusan mesin di Delft University of Technology. Ide tentang sebuah pembersih lautan dari sampah plastik ia dapatkan saat diving di Yunani pada tahun 2011. "I saw more plastic bags than fish," tuturnya.

Ya, plastik mungkin harganya murah, multifungsi dan banyak manfaat. Namun, plastik merupakan bencana besar bagi lingkungan. Dalam waktu 30-40 tahun terakhir, kita memproduksi sekitar 300 juta ton plastik per tahun yang 10%-nya berkumpul di laut. Plastik menyebabkan kematian satu juta burung laut dan 100 ribu mamalia setiap tahun. Ikan lantern di Pasifik Utara diperkirakan menelan 24 ribu ton plastik per tahun. Belum lagi kerugian ekonomi yang tidak sedikit sekitar 1,27 juta dollar per tahun karena kerusakan kapal nelayan. Tidak hanya itu, plastik yang masuk ke dalam sistem pencernaan ikan mengandung bahan kimia beracun seperti PCB dan DDT yang sangat berbahaya saat ikan tersebut dikonsumsi manusia. 
 
Plastic polution (Image source: http://www.ukprogressive.co.uk/)

Kekhawatiran terhadap bahaya plastik ini yang kemudian menginspirasi Boyan untuk menciptakan sebuah teknologi yang bisa membersihkan laut dalam waktu singkat. Melalui simulasi komputer, diperkirakan hanya dalam waktu 10 tahun, teknologi ini dapat membersihkan sampah plastik di perairan Pasifik sampai 50%. Teknologi ini kemudian diberi nama The Ocean Cleanup

Cara kerja teknologi ini adalah dengan memanfaatkan arus air laut dan angin yang secara pasif menggiring sampah ke lokasi penampungan.  "Most people have this image of an island of trash that you can almost walk on, but that's not what it's like," ucap Boyan. Ia mengatakan bahwa seluruh sampah di lautan berkumpul di satu bagian yang dinamakan gyre dan mereka terus berputar di sana. Ukuran gyre bisa mencapai jutaan kilometer persegi. 

Membersihkan laut dengan cara konvensional, yaitu menangkap sampah dengan kapal dan jaring, akan memakan waktu ribuan tahun dan biaya jutaan dolar. Belum lagi resiko biota laut yang ikut tersangkut di jaring. Dengan The Ocean Cleanup, semua itu bisa jadi lebih efektif dan efisien. Karena metode yang digunakan adalah menunggu sampah lewat, bukan mengarungi lautan untuk menjaring sampah. Dengan cara ini bisa dikatakan, lautan mampu membersihkan dirinya sendiri. “Kenapa harus pergi mengarungi lautan, jika lautan bisa pergi mengarungimu? Instead of going after the plastics, you could simply wait for the plastics to come to you without requiring any added energy.” Jelas Boyan di setiap wawancara. 



The technology of The Ocean Cleanup

Boyan Slat with some of the ocean plastic his team have collected
Bukankah sampah plastik yang berhasil dikumpulkan kemudian akan dibakar dan menyebabkan polusi udara, apa masih efektif dan efisien juga? Oh, tidak. Sampah plastik yang berhasil diangkat dari laut kemudian akan didaur ulang menjadi minyak atau produk lain. Boyan sangat yakin dapat menghasilkan USD 500 juta dari kegiatan mendaur ulang limbah plastik yang terkumpul.

Namun, perjalanan Boyan untuk mewujudkan The Ocean Cleanup tidak semulus yang dibayangkan. Banyak orang—bahkan ilmuwan—mengatakan bahwa idenya tersebut mustahil diwujudkan. Seperti pengakuan Boyan yang dilansir BBC World Service,  "Everyone said to me: 'Oh there's nothing you can do about plastic once it gets into the oceans,' and I wondered whether that was true." Satu orang lainnya dengan terang-terangan berkomentar, “It’s a great story, but it’s just a story. Gyre cleanup is a false prophet hailing from La-La land that won’t work. Slat’s project as it stands is in the fairy tale phase.” 

Anggaran pertama untuk pembangunan The Ocean Cleanup hanya sebesar 200 euro yang ia kumpulkan dari uang saku. Selanjutnya ia berpikir untuk mendapatkan sponsor. Sayangnya, tidak ada satu pun yang berminat. Ia pernah mengirim proposal sponsor ke 300 perusahaan dan hanya satu yang menanggapi, itu pun tidak jadi memberi sponsor. Hingga akhirnya setelah presentasinya di TEDTalk dipublikasi, video tersebut menyebar tak ubahnya virus. Dimulai dari ratusan ribu orang yang membuka video perhari, 1500 email yang datang, hingga USD 80.000 ia dapatkan dalam waktu 15 hari. Demi mempelajari tentang pembangunan The Ocean Cleanup ini pula, ia harus bekerja 15 jam per hari. "I haven't seen my friends for ages, they try to annoy me by telling me how fun university is.”
 
Kini ia dan teamnya yang beranggotakan 100 orang tengah menyiapkan project selanjutnya dengan nama Mega Expedition. Selama 3 minggu ekspedisi, The Ocean Cleanup bekerja sama dengan Transpac akan mengambil sampah yang terkumpul dalam waktu 40 tahun terakhir di lautan antara Hawai dan California. Kota California akan mengadakan sambutan meriah di pelabuhan pada akhir Agustus tahun ini. 

Mega Expedition this year (Image source: http://www.theoceancleanup.com/)
Penghargaan yang sudah didapatkan The Ocean Cleanup dan Boyan antara lain:
Won Champions of the Earth award di United Nations Environment Programme.
Best Technical Design at Delft University of Technology
20 Most Promising Young Entrepreneurs Worldwide
Pantas saja jika situs SuperheroYou menempatkan Boyan Slat di urutan pertama sebagai pemuda yang melakukan hal paling menakjubkan dan menginspirasi di dunia. Yes, jika kamu mencari superhero dengan kekuatan seperti SpiderMan, SuperMan, dan kawan-kawan, maka sampai kiamat pun tidak akan pernah ada. Namun jika kamu mencari mereka yang berjiwa superhero, itu bisa didapatkan. Yaitu mereka yang terus berjuang untuk orang lain dan lingkungan, bukan hanya demi kepentingan sendiri semata.

Boyan Slat (Image source: http://cdn-parismatch.ladmedia.fr)

Tentang betapa inovatif dan majunya Belanda, memang sudah tidak perlu disangsikan lagi. Namun sepanjang pengamatan saya, kebanyakan dari penemuan dan teknologi yang mereka ciptakan selalu mempertimbangkan aspek environment, renewable, dan sustainability. Mungkin karena itu pula seluruh semesta seperti turut membantu mereka. Cerita Boyan juga membuat saya paham kenapa orang Belanda dikenal sebagai orang-orang inovatif di dunia. Bukan sebuah ide yang membuat mereka jadi inovator hebat, melainkan keberanian untuk mewujudkan ide tersebut.

"It's in my nature that when people say something is impossible I like to prove them wrong,"—Boyan Slat


References:



 

Tuesday, 21 April 2015

Because You don’t Live Alone On this Planet



The city where i am studying. (Photo source: http://poskotanews.com/)

I'm studying in a city near the capital of Indonesia, Jakarta. Here we get electricity continuously for 24 hours. I could watch television all day, charging for mobile phone and computer anytime, hair drying, heating water, and turning on air conditioner. For long time I didn’t care about how much power consumption for those ectivities. I often let the television and lights in my room was turning on while I went to college. Another my bad behavior was I constantly let my microwave and computer on stand-by mode.

All i’ve written above changed after I visited my hometown in holiday a few months ago. Since birth I’ve lived on an island called Mendol located between two large provinces in my country. Although my hometown is an island, but there is no white sand and blue ocean there. You just find muddy and murky sea. When you arrive at the port of Mendol and then down its road, you'll see how simple our life there.
Satellite map of Mendol Island
Our island's port (Photo taken by me)
The main road surrounds the island
Indigenous children of the island
On this island we only have a medium diesel generator that illuminates several villages in the administrative center of the island for 12 hours per day. Other villages have no power at all except generator sets owned by each house. Generator set is just turned four hours each day. For many households who can’t afford to buy a generator set, so they can’t get the electricity throughout the day except lighting from lamp axis with kerosene fuel at the night. There is no water heater, air conditioner, hair dryer, and of course there is no appliances could they let in stand-by mode.

I could compare my island with big cities I’ve visited. Both are like two lives in two different planets. Out there peoples consume million watts of energy per second, while people here just cunsume a little. How can peoples consume energy with greedy while in the other parts of earth there are peoples who don’t have access for energy? Is that fair?

It has made me realize that everything I did in the city was a selfishness. I didn’t aware that I live on the same planet with seven billion peoples who also need energy and there are about 1.3 billion peoples worldwide don’t have access to electricity. When I read World Environment Day’s theme this year, 'Seven Billion Dreams. One Planet. Consume with Care', I spontaneously agreed. The energy consumers must have awareness to consume energy with care. We can start by stopping the simple things that have unwittingly been a waste of energy like don’t use stand-by mode when it isn’t really needed. Studies in Europe have estimated that stand-by power accounts for as much as 7 to 13% of residential electricity consumption. It would be better if every household monitore their power consumption. For example, in the United Kingdom, every household will be able to request a small portable device that can be carried around, showing how much electricity is being used in the home at any time. Such ‘real-time monitors’ will show how power consumption changes as appliances are turned on and off or unplugged, and how much power is being consumed when everything is off. This can help consumers develop household behavior that reduces power consumption and electricity bills.
 
Reducing stand-by power (Photo source: http://wordpress.mrreid.org)
It isn’t easy to change mindset of peoples who feel free to consume energy as long as they can pay become thinking consume energy efficiently although they could pay more. But at least we can do the simple thing like reducing stand-by power. This is one simple step we have to do before we step into another bigger concern. Remembering that a journey of a thousand miles begins with a single step. If a simple thing we can’t do then how can we do a greater thing?

Reference: Sustainable Consumption and Production, Promoting Climate Friendly Household Consumption Patterns by United Nations Department of Economic and Social Affairs.

Friday, 10 April 2015

Sahabatku dan Cinta dalam Diamnya


http://s3.favim.com
Sore yang basah. Hujan seharian baru saja reda ketika seorang sahabat berlari menghampiriku. Sore itu aku sedang duduk di teras rumah, menyaksikan sisa tetes hujan dari dedaunan yang jatuh ke tanah. Aku cukup terkejut dengan kedatangannya yang tiba-tiba. Biasanya dia berkunjung saat pagi atau siang hari, tak sekali pun sore menjelang Maghrib begini. Keterkejutanku semakin bertambah saat ia menghambur dalam pelukanku dan menangis.
“Ada apa?” tanyaku. Kuusap punggungnya.
Dia terus menangis. Semakin menyesakkan hingga punggungnya berguncang. Kubiarkan dia melepaskan semua itu hingga beberapa menit kemudian. Setelah ia merasa kuat, ia lepaskan pelukannya, menghapus air mata yang berlinang di pipi. Tanpa kuminta dia sudah duduk di salah satu kursi di depan rumahku.
“Doaku sudah dikabulkan.” Katanya lirih. Matanya menerawang. Ada air mata yang tertahan di sana.
Aku mengernyit. Tapi sikapnya barusan tidak menunjukkan bahwa dia bahagia karena doanya sudah dikabulkan. Doa seperti apa yang ia maksud, aku masih belum mengerti.
“Doa yang mana?” tanyaku. Kusentuhkan tangan di atas pundaknya yang terihat lunglai.
“Doa apabila memang Allah tidak menakdirkan kami berjodoh, maka kuminta agar Allah segera mempertemukan ia dengan jodohnya. Hanya itu satu-satunya cara agar aku bisa melupakan dia.” Jelasnya dengan suara yang sangat sesak. Seperti ada sesuatu yang tajam sedang bersemayam dalam hati sahabatku.  Satu air mata kembali meluncur dari matanya.
Aku cukup tersentak. Masih kuingat dengan jelas setiap cerita yang diceritakan wanita di sampingku tentang bagaimana cara ia mencintai laki-laki tersebut. Kini aku membenarkan kalimat yang bertebaran di internet yang berkata, “Mencintai seseorang dalam diam harus sanggup menerima resiko tersakiti dalam diam pula.” Sahabatku sudah membuktikannya. Satu tahun lebih ia cintai laki-laki itu tanpa sedikit pun berani mengganggu kehidupan si lelaki di sana. Ia amati laki-laki itu setiap hari. Ia senang saat melihat laki-laki itu membuat status atau membagikan foto di facebook. Karena hanya dengan itu cara sahabatku mengetahui kabar lelaki yang ia cintai. Aku mendesis. Dadaku ikut sesak. Kenapa kehidupan seperti tak adil bagi sahabatku?
“Laki-laki itu?”  tanyaku akhirnya.
Dia mengangguk. Kembali menangis dan memelukku. “Baru dua minggu terakhir aku sungguh-sungguh meminta pada Allah, dan langsung dikabulkan. Tapi kenapa rasanya sakit sekali, Sof? Selama ini aku tidak pernah mau memulai percakapan atau menyapa dia karena berpikir umurnya masih 23 tahun. Ia masih sangat muda untuk ukuran seorang laki-laki. Aku berpikir masih banyak cita-cita yang ingin ia raih. Namun semua pengertianku itu tidak pernah dihargai. Bagaimana caraku melupakannya? Perasaan ini sudah terlalu jauh. Padahal aku hanya ingin hidup bersamanya. Aku akan jadi istri yang baik. Kebahagian dia adalah segalanya.” Ungkap sahabatku seperti melepaskan apa yang bergejolak dalam hatinya.
Aku terdiam. Sadar bahwa semua tuntutan yang baru saja ia sebutkan hanyalah wujud dari sakit hatinya. Dia tidak seperti itu. Sepengetahuanku, cinta sahabatku ini adalah cinta yang paling beradab dan tulus. Di hari-hari sebelumnya, saat ia bercerita tentang cintanya, aku sempat berpikir, bagaimana bisa dia mencintai dengan caranya yang seperti itu?

Dia hanya berkomunikasi dengan lelaki yang ia cintai itu tiga kali dalam setahun. Saat Idil Fitri, saat sahabatku ulang tahun, dan saat laki-laki tersebut ulang tahun. Itupun hanya percakapan yang sangat singkat. Aku bahkan menamai percakapan mereka bukanlah sebuah percakapan. Melainkan hanya ucapan layaknya dua orang yang kenal sekadarnya.
“Sabar. Ikhlaskan dia. Bukankah kamu sendiri yang sudah berdoa pada Allah seperti itu? Sekarang bersyukurlah karena Allah sudah menjawab doamu. Allah tidak ingin kamu terlalu jauh mencintai laki-laki yang sama sekali tidak mencintaimu. Sungguh sahabatku sayang, inilah yang terbaik untukmu. Sekarang memang sakit, namun nanti akan lupa dengan sendirinya. Setidaknya cintamu padanya akan menjadi cerita yang bisa kamu ceritakan. Itu kisah yang sangat indah. Perjuanganmu untuk mengenal laki-laki itu tanpa percakapan dan tanpa pertemuan, membuatku kagum. Aku yakin di luar sana banyak sekali orang yang suka pada kisahmu ini.” nasehatku.
Ya, aku juga masih ingat betul seperti apa giatnya sahabatku ini berusaha mengenal laki-laki yang dicintainya. Meski di akun media sosial si lelaki tidak pernah disebutkan siapa ibunya, siapa ayahnya, siapa keponakannya, siapa kakaknya, siapa kakak iparnya, namun sahabatku bisa tahu semua itu. Bahkan ia bisa dapatkan foto-foto semua orang yang sudah kusebutkan itu. Dia selalu menunjukkannya padaku sambil tersenyum, “Ini keluarganya. Dia berasal dari keluarga sederhana kan? Dan ini Humeira. Gadis kecil dan cantik ini adalah keponakannya. Aku mencintai semua keluarganya, Sof. Apa pun tentang dia. Bahkan debu di masjid tempat ia menjadi imam pun sanggup aku cintai.”

Hatiku seperti teriris-iris saat mengenang semua itu. Padahal berkali-kali kukatakan padanya bahwa ia dan laki-laki itu insya Allah berjodoh. Aku menilai dari ketulusan dia dan cara dia mencintai dengan tidak berlebihan seperti kebanyakan muda-mudi. Perasaannya tidak pernah berceceran di media sosial. Hanya padaku dia bercerita tentang lelaki itu. 

Aku pernah berkata padanya bahwa cintanya hanyalah tentang waktu. Mungkin saat ini Allah masih ingin sahabatku berjuang demi cita-cita dahulu, karena itu Allah tidak menyampaikan cintanya pada sang lelaki. Nanti di waktu yang tepat, mereka pasti akan dipertemukan di waktu yang indah. Dulu aku sangat yakin mereka akan bersama, namun sore ini, aku sadar, bahwa nasehat-nasehat bijak dan prediksiku dulu hanyalah cara untuk menenangkan perasaan sahabatku.

Ia buka ponselnya. Sebuah foto ia tunjukkan. Seorang lelaki dengan setelan jas rapi sedang mencium buket bunga mawar yang sangat indah. Di sampingnya ada satu foto lagi, seorang wanita yang memegang bunga yang sama dengan si lelaki. Wanita itu tersenyum bahagia. Dua foto tersebut disandingkan dalam sebuah foto. Dan di antara mereka ada lambang hati berwarna merah muda yang ditambahkan. Begitu pula background-nya, banyak sekali love-love yang berterbangan. Mereka pasti sudah bertunangan. Aku sangat yakin lelaki yang dicinta sahabatku ini tidak kenal istilah pacaran. 
“Aku sempat melihat fotonya yang memegang bunga ini di facebook miliknya beberapa minggu lalu. Sempat bertanya-tanya, apa maksud bunga di tangannya itu? Ada dua kemungkinan yang kupikirkan, dia telah mendapatkan penghargaan, atau bunga itu dimaksudkan untuk sebuah acara lamaran. Meski penasaran, aku tidak pernah sanggup bertanya. Hingga akhirnya tadi aku lihat foto dia dan wanita ini di instagramnya. Hatiku sakit. Tapi juga lega. Entah bagaimana aku bisa membawa perasaan ini menjauh darinya.” Ucap sahabatku.
Kupeluk sahabatku. Aku tahu seperti apa suasana hatinya saat ini. Setiap shalat dia terus mengulang doa demi kebahagiaan lelaki itu, dan doa seperti yang sudah ia ceritakan padaku, dan Allah benar-benar mengabulkan doanya. Betapa Allah sangat mencintainya.
“Aku sudah tahu resiko dari cintaku, Sof. Seperti yang kubilang padamu, mencintai laki-laki semulia dia sama seperti sebuah perjuangan menuju jurang. Aku tahu suatu hari akan melihat fotonya bersama seorang wanita, tapi aku tidak sangka akan secepat ini. Satu tahun lebih mencintainya seperti masih kurang. Mencintainya membuatku merasa benar. Merasa bahwa ibadahku dan cintaku pada Allah tidak sebanding dengan yang ia miliki. Dia telah membawa sebagian hatiku. Aku tidak yakin bisa melupakannya tanpa bekas.” Sahabatku menerawang. Seuntai senyuman getir terlukis di bibirnya. “Aku akan selalu berdoa untuknya. Berdoa untuk kebahagiaannya. Itu selalu, Sof.”
Ah, sahabat. Aku masih bingung, benarkah ada cinta seperti itu? Merelakan seseorang yang dicintai dengan perempuan lain. Ikut bahagia saat orang yang dicintai bahagia meski tidak bersama kita? Bukankah itu hanya ada dalam dongeng? Dalam cerita-cerita roman?

http://41.media.tumblr.com
Sahabatku menggeleng. “Ketika kamu benar-benar mencintai seseorang dengan tulus, kamu pasti bisa melakukan hal yang sama sepertiku. Wallahi, kebahagiaan laki-laki itu sudah cukup membuatku bahagia. Beberapa hari lalu, akun facebooknya tidak kutemukan selama satu hari. Kupikir dia memblokirku. Sempat ingin menangis, bertanya-tanya apa kesalahanku hingga dia blokir? Selama ini aku tidak pernah mengganggu hidupnya, tidak pernah menyusahkan dia, mengirim pesan pun hanya ucapan selamat saat dia ulang tahun dan saat lebaran, apa yang salah? Eh ternyata tidak. Keesokan harinya, aku kembali lihat facebooknya muncul di kronologi. Aku bersyukur. Sungguh, aku lebih memilih tetap berteman dengannya di facebook dan melihat dengan mataku sendiri foto pernikahannya, dibandingkan harus diblokir dan tidak tahu berita apa-apa tentangnya. Aku juga baru tahu dia punya akun instagram beberapa hari lalu. Isinya penuh dengan quote-quote, hanya beberapa saja fotonya di sana. Sangat tipikal dia.”
“Ini adalah kisah cintaku sendiri, Sof. Aku yang sudah memulainya dulu, dan kini aku juga yang harus membuat ending yang manis. Aku tidak ingin cerita ini berakhir sampai di sini saja. Suatu hari di masa depan, entah itu aku sudah bersuami atau belum, aku akan berkunjung ke tempatnya. Bukan untuk bertemu dengan lelaki itu, karena aku yakin dia sudah bahagia bersama sang istri. Aku hanya ingin lihat dengan mata kepalaku sendiri setiap tempat yang pernah ia jejaki. Aku ingin lihat masjid yang begitu ia banggakan. Mungkin itulah akhir yang manis untuk ceritaku. Sekarang aku akan mulai belajar melupakannya.” Ucapnya lagi.
Aku tidak bisa berkata-kata. Entah mengapa hatiku terasa pedih. Tenang sahabatku, Allah Maha Tahu yang terbaik untuk setiap hambanya. Jika berjodoh, selalu saja ada cara yang ajaib dan luar biasa yang bisa menyatukan dua manusia. Namun jika tidak, meski sudah berusaha hingga tetes darah penghabisan, seseorang tetap tidak akan pernah menjadi jodoh kita. 

Cukup cintai dia dari kejauhan.
Karena hadirmu tidak mampu menjauhkannya dari ujian. Karena hadirmu hanya akan menggoyahkan iman dan ketenangan. Karena mungkin saja akan membawa kelalaian hati-hati yang terjaga.

Cukup cintai dia dengan kesederhanaan.
Memupuknya hanya akan menambah penderitaan. Menumbuhkan harapan hanya akan membumbui kebahagiaan para syaitan.

“Boleh jadi, kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah yang paling mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 216)





Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...