Friday, 19 June 2015

Sinetron Zahra dan Realita Pernikahan Bawah Umur di Turki



Diary Of The Turkish Child Bride—by Muhammad Farhan Ahmed

The day I put on the glossy red lip colour
And a white dress plump as an umbrella
A big sigh of relief let out my own mother
Glimmered dribbling teardrops in my eyes
Saw I around smiles and heard melodies
Dreams, desires that hour reached demise
Rewarded a broomstick my ominous fate
My pen to a world of longings migrated
Bitter words of savagery, abuse and hate
Drop by drop bleed my crestfallen heart
When cold-blooded hands pull my hair
My shrieks, wails are called excuses smart
The blood-drops on my fingers I gaze oft
Shroud I my scarlet face beneath a pillow
Recalling all the blows on my soul so soft
Father's callous words echo in my mind
''A burden you are! A weight, a curse
My life devoid of you shall blisses find!''
To the other world will I soon run away
Even a mother's love haven't I here got
The final torment shall I suffer that day
And the last pain on my exhausted skin 

Satu bulan terakhir saya disibukkan dengan masa akhir perkuliahan, baik itu seminar yang sudah saya laksanakan 2 hari lalu maupun sidang (ujian) yang insallah akan saya lakukan hari Rabu besok. Di tengah-tengah kesibukan tersebut, saya masih menyempatkan diri untuk menonton salah satu sinetron Turki yang baru-baru ini tayang di SCTV dengan judul Zahra atau Kucuk Gelin (Little Bride) dalam bahasa aslinya.

Kucuk Gelin tayang setiap Minggu malam pukul 20.30 di Turki dan sekarang memasuki episode terakhir season 2. Di Indonesia, Zahra tayang pukul 14.30 setiap hari. Saya cukup menikmati alur dan jalan ceritanya. Terlebih saat mengetahui rating dan sharing sinetron ini selalu masuk tiga besar di Turki sana. Beberapa teman facebook yang memang berdomisili di Turki mengakui bahwa sinetron ini cukup bagus dan memberikan pesan moral yang kuat bagi masayarakat Turki khususnya. Karena sinetron ini pula teman saya bertambah. Seorang gadis cantik bernama Marina asal Serbia menambahkan saya di facebook hingga kemudian kita diskusi panjang terkait sinetron Kucuk Gelin ini. 

Awal menonton, saya dibuat tidak habis pikir pada tema yang dipilih oleh sang sutradara. Pernikahan di bawah umur? Benarkah kejadian seperti itu masih terjadi di Turki sana? Hingga kemudian rasa tidak habis pikir saya tersebut berubah menjadi penasaran. Saya tidak mau mati karena rasa penasaran, karena itu saya berusaha mencari informasi terkait hal tersebut di internet.

Voilla...! Ternyata masalah tentang pernikahan di bawah umur di Turki bisa saya dapatkan dengan mudah. Tidak hanya web berbahasa Turki yang membahasnya, namun juga web-web berbahasa Inggris, baik itu dalam berita nasional maupun dunia. 

Menurut informasi dari Dr Erhan Tunç, asisten profesor di Gaziantep University, 1 dari 3 pernikahan di Turki melibatkan setidaknya satu pihak di bawah 18 tahun. Penelitiannya juga mengemukakan bahwa 82% dari pengantin anak di Turki adalah para buta huruf. Rekannya, asisten profesor Sevilay Şahin, menambahkan informasi bahwa dalam tiga tahun terakhir ada 134.629 perempuan di bawah 18 tahun  menikah.  Statistik lain menyebutkan dalam satu dekade terakhir ada lebih dari 500.000 anak di Turki melakukan pernikahan. 
Penderitaan Zahra
Indonesia sendiri pernah mengalami masa-masa saat anak perempuan harus menikah di bawah umur. Novel seperti Siti Nurbaya adalah salah satu contoh yang menuliskan kejadian pada masa-masa tersebut. Realita ini bahkan terjadi dalam keluarga saya sendiri. Ia adalah Bibi saya. Saat bercerita satu tahun lalu, ia mengungkapkan bahwa pernikahan pertamanya terjadi akibat perjodohan saat umurnya masih 16 tahun. Akibatnya saat bercerai ia tidak merasa telah melakukan sebuah kesalahan. 

Syukurnya pernikahan di bawah umur di Indonesia sudah tidak semarak dulu lagi. Namun tidak di luar sana, seperti Turki, Nigeria, dan Bangladesh. Bahkan di Bangladesh, 20% anak perempuan menikah sebelum  usia 15 tahun dan 66% menikah sebelum usia 18 tahun.
“Penyebab pernikahan anak di Bangladesh sangatlah kompleks dan bervariasi. Namun praktek ini didorong oleh adanya anggapan bahwa anak laki-laki lebih bernilai dari anak perempuan. Selain itu kemiskinan juga memengaruhi hal ini. Keluarga miskin menikahkan anak perempuan mereka sejak muda karena tekanan ekonomi dalam keluarga, dan semakin muda gadis ini dinikahkan maka mas kawinnya akan lebih murah," kata Kanwal Ahluwalia, Gender Adviser di Children Charity Plan Inggris.
Di Turki, pernikahan anak di bawah umur masih menjadi budaya, terutama di daerah bagian Timur yang berbatasan langsung dengan Suriah dan sebagainya.  Proporsi pernikahan dengan peserta di bawah 16 tahun meningkat 60% di pusat Sanliurfa yang menjadi setting dalam sintron Kucuk Gelin (Zahra). Jadi bisa dikatakan bahwa karakter Zahra dan Ali dalam sinetron ini adalah perwakilan dari ratusan ribu anak dan remaja di Turki yang dipaksa menikah. 

Dalam sinetron, Bu Guru Melek sudah melaporkan pernikahan Zahra yang saat itu masih berumur 14 tahun. Namun keluarga Kirman memanipulasi umur Zahra dengan surat keterangan palsu dokter yang menyebutkan umur Zahra sudah 16 tahun (artinya sudah cukup umur untuk menikah). Ternyata, cara inilah yang memang dijadikan senjata para orangtua di Turki agar bisa menikahkan anak-anak mereka yang belum cukup umur. Harian Milliyet telah menerbitkan sebuah artikel yang mengutip selusin kesaksian tentang situasi di desa Dundarli di wilayah pusat Anatolia. Di sana para gadis sudah bertunangan saat masih duduk di bangku SD lalu menikah di umur 11 hingga 14 tahun. 

Pernikahan di bawah umur tentu saja tidak bisa terus dibiarkan. Karena kebanyakan dari mereka tidak paham apa manfaat dari pernikahan. Para gadis kecil yang masih senang bermain dengan boneka tiba-tiba harus hidup mengabdi pada seorang laki-laki asing. Seorang wanita berumur 16 tahun yang sudah punya satu anak (korban pemaksaan pernikahan) bertutur bahwa ia tidak tahu apa artinya memiliki seorang suami. 

Pernikahan di bawah umur juga erat hubungannya dengan kemiskinan dan buta huruf. Pernikahan tersebut ibarat sebuah bencana bagi para pengantin. Mereka harus mengubur impian dan terpaksa berperan sebagai seorang istri yang belum mereka pahami maknanya. Seperti Zahra yang bercita-cita tinggi menjadi seorang guru tiba-tiba harus mengubur impian tersebut. Usai ijab-kabul dia dituntut hidup dalam rumah keluarga besar Kirman dan melayani keluarga tersebut layaknya seorang menantu dewasa. Padahal ia masih senang bermain-main dengan sang adik, masih senang bicara dengan boneka, dan punya semangat tinggi untuk sekolah.

Mirisnya, penderitaan para pengantin kecil wanita tidaklah cukup sampai di situ saja. Fakta berbicara bahwa kebanyakan para pengantin laki-laki di bawah umur tidak bisa memainkan perannya sebagai suami yang baik. Tentu saja hal itu bisa dimaklumi karena mereka sendiri masih belum mengerti apa alasannya melindungi sang istri. Mereka tidak paham mengapa harus hidup bersama seorang wanita yang sebelumnya tidak ada hubungan apa pun. Wanita itu bukan ibunya, bukan saudara perempuannya, bukan sepupunya, lalu kenapa ia harus bertanggung jawab untuk melindungi? 
Adegan jangan ditiru, ya :)
Dalam hal ini, saya melihat langsung dalam karakter Ali. Meskipun umurnya sudah mencapai 18 atau 19, tetap saja pernikahan di umur tersebut masih dianggap terlalu dini bagi seorang laki-laki. Dalam sinetron diperlihatkan bagaimana Ali sama sekali tidak menaruh kasihan pada Zahra. Ia memperlakukan Zahra layaknya seorang pembantu yang bisa disuruh-suruh. Kebiasaan Ali yang suka mengkonsumsi obat-obatan terlarang membuatnya jadi laki-laki kasar dan sering memukuli Zahra tanpa perikemanusiaan. Saat ketahuan akan mengambil uang milik Zahra yang akan dipakai untuk biaya pengobatan, Ali tak segan-segan memukuli hingga menendang Zahra berkali-kali, padahal saat itu Zahra sedang hamil. Ali selalu menganggap semua kejahatan yang ia lakukan bukan sebuah kesalahan. Semua itu ia anggap sepadan dengan perbuatan keluarganya yang telah memasukkannya dalam jurang gelap pernikahan.
Protes masyarakat. http://www.hurriyetdailynews.com/
Film produksi Turki tentang pernikahan di bawah umur
Pernikahan di bawah umur sepertinya sudah menjadi sorotan perhatian publik di Turki sana. Saya melihat ada beberapa demonstrasi yang menentang keras hal tersebut. Selain melalui sinetron Kucuk Gelin (Zahra), Turki juga menampilkan betapa mengerikan sebuah pernikahan di bawah umur dari sebuah film berjudul Halam Geldi (Bibiku Datang) yang tayang Januari 2014 lalu. Film ini berkisah tentang kedatangan menstruasi pertama seorang gadis kecil yang selama ini kita anggap sebagai fase baru. Namun di sana, kedatangan menstruasi adalah pertanda kiamat. Karena itu adalah pertanda ia sudah bisa menghasilkan sel telur dan diperbolehkan untuk menikah. Para orangtua di sana akan mencarikan seorang suami saat anak perempuan mereka sudah mendapatkan menstruasi pertama. 

Di Indonesia, meski tidak marak, saya yakin pernikahan di bawah umur masih terjadi. Mungkin hanya karena tidak terjangkau media. Buktinya beberapa teman masa kecil saya di kampung sana sudah menggendong anak sejak umur mereka masih di 16 atau 17. Miris memang.  Jika setelah menonton drama ini tidak tersentuh juga, saya tidak tahu harus bicara apa lagi.

References:
http://www.al-monitor.com/pulse/originals/2014/01/turkey-marriage-child-brides-poverty-education-religion.html
http://nsnbc.me/2013/10/14/one-three-child-marriage-turkey/&prev=search
http://female.kompas.com/read/2014/03/07/1037546/Jutaan.Perempuan.Menikah.di.Bawah.Umur




9 comments:

  1. pernikahn dibawah umur ternyata banyak juga ya di negara tsb..nggak hanya di Indonesia..aku pikir cuma di negara kita...

    ReplyDelete
  2. pingin nonton tapi jamnya gak tepat buat aku nih soalnya baru selesai nonton Elif masa nonton lagi hehehe. coban nonton ah kayanya bagus ya ceritanya

    ReplyDelete
  3. aku engga tau ceritanya film zahra :( ehh aku mampir ke sini jadi tau deh apa ceritanya hehehe lanjutkan baca dulu ya mba ..

    ReplyDelete
  4. baca ceritanya kaya yang seru, engga sempet nonton film

    ReplyDelete
  5. baru mau nanya tadi sama kak sofi tentang film ini,,,buka blog ada ulasannya...

    ReplyDelete
  6. Wah ada film bagus tp terlewat soalnya sesak bgt dg india & korea jd jarang buka tv Indonesia. Pernikahan dini memang cenderung krn dijeremuskan oleh keluarga sendiri.

    ReplyDelete
  7. Bagus banget postingannya mbak sofia, youre very talented insha allah your future will be bright. Eniwei, sayangnya sayang banget daerah timur tengah & africa ya masih banyak children bride gini. Dinegri kita saya kira juga masih ada. Beberapa tahun lalu ada kisah nujood ali bahkan kisahnya dibukukan & konon jd best seller di perancis krn nujood dibantu jurnalis perancis mnuliskan kisahnya ini, buku ttg kisahnya masih sempat saya lihat di toko buku tman baik saya juga memberikan buku ini IAM NUJOOD, AGE 10 AND DIVORCED, coba google deh kalo sempat & pengen tau kisahnya :)

    ReplyDelete
  8. Sayangnya gak punya tivi. Pingin nontonnnnn :(

    ReplyDelete
  9. Pertama kali menstruasi langsung dicarikan suami? Wah, wah,

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...