Photo by: @mualiiime |
Pekerjaanku di perusahaan Singapore berakhir di 30
Desember lalu. Sampai sekarang aku masih sering merindukan teman-teman di sana.
Walau kadang mereka njengkelin buanget, tapi kalau diingat-ingat banyak juga
kebaikannya. Ternyata melupakan orang-orang yang pernah mengisi hari-hari kita
itu nggak gampang, meskipun cuma bentaran doang. Kebayang aja wajahnya Kris
yang selalu aja tergesa-gesa kalau ngajarin, ngatain seenak hati, plus suka
bilang “...Hmmm anyway...”.
Terus ada Si Nancy yang sebenarnya baik. Ada Christ
yang juga masih baru dan sering gelagapan tiap kali ada masalah sama customer. Ada
Mark yang sering manggil Nancy dengan panggilan ‘City Girl’ dan sampai hari
terakhir di sana, aku masih nggak paham apa maksud panggilan City Girl tersebut.
Selain itu, tentu aja ada Mr. Filipina yang gayanya mirip buanget sama
Alexander Thian. Satu kalimat yang paling sering dilontarkan Mr. Filipina ini
adalah... “F*ck you!”. Yes bener banget. Hari pertama masuk langsung denger
kata-kata ini, jujur deh shock banget.
“Oh sorry, Sophie. F*ck you I mean just like you say ‘I
love you’ to your friends.” Katanya setelah lihat wajahku yang terheran-heran.
Dan Oh, Si Mr. Filipina ini memang selalu menulis namaku pakai ejaan ala bule
‘Sophie’. Tiba-tiba aku jadi inget Sophie di novel Da Vinci Code. Hihi
Bagaimana pun mereka udah tertinggal di masa lampau. Ada
banyak alasan yang memaksaku hengkang dari perusahaan yang kata Mr. Filipina, “Sophie,
your future is here.” But the fact, I cannot see my future there. Gaji
besar, pekerjaan dengan gengsi tinggi, ternyata bukan jaminan yang bisa membuat
hatimu bahagia.
Dulu saat masih di kuliah, aku juga pernah bermimpi
untuk kerja di sebuah perusahaan mentereng, jabatan oke, komunikasi full
English, duduk di depan komputer dan ngurusin email berbahasa Inggris juga,
kantor yang full AC dan punya kubikel, dokumen yang ngantri minta dicek, terus
mini kantin yang dilengkapi dispenser, microwave, dan meja kursi, khusus untuk
office staff.
Ya, itu dulu.
Tapi sekarang aku paham, semuanya hanya serupa
fatamorgana. Kalau diibaratkan, aku seperti sedang berjalan di tengah padang
pasir, lalu berhalusinasi di depan sana ada oase yang hijau. Aku terus
berjalan, berjalan, terus berjalan menujunya. Tapi begitu sampai di sana, yang
kutemukan hanyalah bebatuan. Tidak ada oase, tidak ada air, tidak ada
pepohonan! Hanya padang pasir yang membara.
Akhirnya aku memutuskan resign, padahal aku sudah mulai
paham dengan pekerjaan. Aku sudah menemukan red line pekerjaanku. Hanya saja
aku merasakan ada beban yang begitu berat, yang terkadang aku tidak paham dari
mana asalnya.
Setelah resign, apakah aku menyesal?
Ya, aku menyesal karena tidak pamit pada teman-teman di
sana. Sampai hari ini aku masih mengingat mereka. Tapi aku tidak menyesal sama
sekali karena telah kehilangan pekerjaan. Justru aku bersyukur, keterpurukan
itu lah yang kemudian mengantarku kembali untuk mengenal Allah lebih dekat.
Sebenarnya sejak tanggal 1 Januari, aku sudah tidak bekerja
di sana lagi. Hanya saja sepupu dan suami, lalu saudara kanan kiri, mereka
tidak tahu. Aku bahkan tidak berani bercerita kalau sudah out dari pekerjaan.
Jadilah selama hampir 2 minggu, aku tetap mengenakan seragam, berangkat kerja, namun
ngumpet di rumah teman atau sepupu nomor 2, lalu pulang di sore hari.
Mungkin terkesan biasa saja, tapi bagi kamu yang pernah berada
di keadaan serupa, pasti setuju kalau itu sama sekali nggak mudah. Aku menangis
hampir setiap waktu. Merasa berdosa, tapi juga bingung bagaimana harus
menjelaskan sedangkan dulu yang mencarikan pekerjaan adalah suami sepupu.
Hingga suatu hari aku memutuskan untuk pasrah. Baiklah,
aku akan menceritakan semuanya. Aku tidak sanggup lagi jika terus berbohong. Saat
menelepon Bapak Ibuk, mereka memintaku untuk pulang saja atau mengabdi ke
pesantren di Pekanbaru. Tapi aku masih belum menyerah. Aku belum ikhlas jika
harus meninggalkan Bintan secepat ini. Kesannya seperti aku kalah sebelum
berperang.
Aku memberanikan diri untuk mengirim sms pada sepupu di
rumah, mengatakan bahwa aku sudah tidak sanggup bekerja (padahal di waktu yang
sama, akunya udah resign). Aku juga bilang, andai dia dan suami keberatan
menampungku di rumahnya, aku bisa cari kosan atau (mungkin) kembali ke
pesantren saja.
Alhamdulillah, dia tidak marah. Dia bilang tidak keberatan
sedikit pun, justru dia senang karena ada yang menjaga anaknya yang masih
berumur 6 bulan. Lalu untuk pengabdian, dia melarangku untuk ke Pekanbaru.
Kalau mau ngabdi, di Bintan juga ada pesantren.
Ah, lega... Aku sampai nangis baca sms balasannya.
Ternyata selama ini aku hanya ditakut-takuti oleh pikiranku sendiri.
Nah, pada momen-momen penantian mencari kerja yang kedua
inilah aku bisa belajar banyak. Bermula dari membaca tulisan Yusuf Mansur di
websitenya (saat itu ada yang membagikan link di facebook), lalu berlanjut
menonton tausiya-tausiyahnya di youtube. Dan ternyata, alhamdulillah, aku
merasakan ada perubahan dalam diriku.
Apakah aku seketika mendapat pekerjaan baru yang lebih
keren?
Tidak. Bukan begitu. Pekerjaanku yang sekarang
berbanding 180 derajat dibandingkan yang pertama. Tapi satu hal yang terus
kusyukuri hingga detik ini: aku merasakan kedamaian, tenteram, tidak takut, dan
kebahagiaan. Baik itu trainer, asisten manager, hingga general manager,
semuanya menyambut dengan sangat baik dan ramah. Meskipun ada banyak yang
menganggapku bodoh karena melamar pekerjaan untuk tamatan SMA sederajat, tapi
aku tidak peduli.
Aku percaya, insyaAllah semakin bertambahnya waktu, mereka
akan paham bahwa pekerjaan itu tidak lah dilihat dari seberapa besar gaji kita,
atau seberapa mentereng posisi kita, melainkan seberapa besar kita bisa terus
bersyukur. Dan satu hal lagi yang juga penting adalah: KITA TIDAK KEHILANGAN
TUJUAN. Selama kita memiliki planning dan tujuan, kita tidak perlu takut atau
malu. Apalagi kalau kita berjalan bersama Allah, apalagi yang bisa menakuti kita?
Peduli amat pada omongan orang, toh berapa lama sih mereka sanggup ngomongin
kita terus?
Jujur dulu aku tidak berani memotong pembicaraan dosen
hanya untuk ijin shalat, dan sekarang alhamdulillah aku lancar saja memotong
General Manager yang sedang menjelaskan di depan. Dulu kepalaku terasa penuh
dan over loaded setiap saat, sekarang aku merasa kepalaku sangat lapang. Dulu
hatiku terasa nyilu dan perih setiap detik, sekarang aku merasakan ketenangan.
Lalu apa lagi yang kuinginkan?
Itiqomah. Ya, ini adalah doa yang paling sering
kupanjatkan. Istiqomah itu sulit. Sangat sulit. Dulu semasa tahun terakhir di
pesantren, aku juga pernah merasa begitu dekat dengan Allah, tapi ternyata
beberapa bulan kemudian, semuanya berangsur hilang. Sekarang aku tidak mau
kembali jauh dari Allah. Aku sudah tahu hidup bergelimang maksiat itu sama
sekali tidak membahagiakan. Seperti yang kutulis di atas, hanya fatamorgana.
Shalat akhir waktu, tontonan film-film Hollywood yang
seringkali ada adegan tidak senonoh, aurat yang masih terbuka di sana sini, bergunjing,
insyaAllah semoga Allah membantu kita untuk perlahan-perlahan meninggalkan semua itu. Mari shalat tepat waktu, ayo jalankan yang sunnah mulai dari Tahajud,
Duha, Rawatib, puasa Senin Kamis, dan hindari menggunjing orang lain. Oh iya,
jangan lupa amalin Al Waqiah tiap pagi dan sore, juga shalawat 1000x kalau
sempat (Kalau gak nyampe seribu, ya sebisanya saja). Let’s upgrade our life to
the better future.
"Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda
gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan,
kalau mereka mengetahui." (Surah Al-Ankabut ayat 64)
"Sesungguhnya kehidupan dunia hanyalah permainan
dan senda gurau. Dan jika kamu beriman serta bertakwa, Allah akan memberikan
pahala kepadamu dan Dia tidak akan meminta harta-hartamu." (Surah Muhammad
ayat 36)
“Atau siapakah dia yang menjadi tentara bagimu yang akan
menolongmu selain daripada Allah Yang Maha Pemurah? Orang-orang kafir itu tidak
lain hanyalah dalam (keadaan) tertipu.” (QS. Al-Mulk: 20)
Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada
dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih
dan nasihat-menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihat-menasihati supaya
menetapi kesabaran. (QS. Al-Ashr: 1-3)
suka sekali sama tulisannya ...
ReplyDeleteiya bener banget ISTIQOMAH itu sulit banget , dan ini masih terus berusaha untuk terus istiqomah... salam kenal mbak sofia :) semoga selalu istiqomah
Iya kadang kita cuma dibayangi ketakutan, padahal kalau dah dijalani tidak ada apa2 atau setidaknya kesulitan yg menimpa bisa dilewati.
ReplyDeleteterus berusaha tetap semangat
ReplyDeletebega selalu buruk resign emang, makanya saya ajun surat resign krn saya yakin bikin usaha bisa lebih baik buat ekonomi
ReplyDeletekalau pengen resign, segera lah. rejeki sudah ada porsinya tersendiri setiap orang
ReplyDelete