Lihatlah meski telah kukatakan aku jatuh hati pada pria lain, tetap saja aku membaca semua suratmu. Aku bukan wanita bodoh yang tak paham apapun, tapi menjadi naif, itu adalah sebuah pilihan.
Kamu benar. Setia pada satu hati akan membuatmu jauh lebih mulia, menikmati dan mensyukuri apa yang kita miliki saat ini akan jauh lebih terhormat, tapi kita tidak pernah punya kendali untuk menggerakkan hati agar tetap pada satu tujuan atau berbelok ke sembarang arah.
Cintaku padamu. Meski itu telah terhapus oleh beberapa nama, tapi ia selalu ada. Jauh sebelum orang lain mengungkapkan padaku tentang betapa mereka berharap padamu, aku telah menyimpannya terlebih dahulu. Kamu mungkin tak pernah menyangka sejak kapan perasaan itu dimulai. Dan kisah tentangmu, adalah satu-satunya yang tak diketahui oleh orang-orang terdekatku. Kamu hanya ada di dasar perasaan, terkadang naik ke permukaan dan terkadang tertindih oleh hal-hal baru di atasnya. Tapi satu hal yang harus kamu garis bawahi, ia tak pernah hilang.
Terkadang aku menanti sesuatu darimu yang mampu meyakinkanku untuk bertahan. Bertahan meletakkanmu di permukaan perasaan. Tapi semakin hari kunanti, kamu semakin khusyuk dengan bahasa yang hanya kamu sendiri mampu memahaminya. Aku tak butuh sebuah pengakuan, pesan singkat, atau rekaman suara. Yang aku harapkan hanyalah sebuah tanda yang jelas bahwa kamu akan datang padaku, dan aku boleh menunggumu. İtu saja.
Jika kamu mampu setia dengan perasaanmu padaku, maka sungguh kesetiaan itu tidak akan mengingkarimu. Bukankah kamu pernah mengatakan padaku bahwa mungkin kita tidak bisa membersamai seseorang yang selalu disebut dalam doa, melainkan membersamai seseorang yang selalu menyebut kita dalam doanya. Jika kamu percaya akan hal itu, maka jangan khawatir. Hatiku tidak akan pergi terlalu jauh. İnsyaAllah.
Aku tidak pernah menyebutmu dalam doa. Jujur saja. Aku tak pernah menyebut sebuah nama dalam doaku. Tapi sekarang aku akan berdoa semoga dirimu selalu berbahagia.
No comments:
Post a Comment