Tuesday 30 April 2013

Tentang Rindu






They are everything

Hati ini perih. Perih menanggung rindu. Air mataku pun tak mampu tertahan saat aku mendengar lagu Ibu yang dijadikan sound track dalam film Hafalan Shalat Delisa. Bukan hanya kepada Ibu rindu ini menumpuk, namun jua kepada Ayah, Adik, sanak keluarga, tetangga dan kampung halaman. Setiap hari, Orangtuaku selalu menelepon, dan setiap hari juga rindu itu semakin bertambah, bertumpuk-tumpuk.

Rabu, 24 April lalu, aku mengalami kecelakaan kecil yang menyebabkan bibirku harus dijahit dan tubuhku memar. Aku tak memberitahu orangtuaku hingga mereka tau keadaanku dari orang lain. Merekalah dua orang yang ada di dunia ini yang mendoakanku, yang merelakan air matanya untukku, yang mengorbankan waktu tidur hanya untuk sejenak mengingatku. Luka dan sakit ini tak seberapa, tapi sakit saat aku harus mengatakan nominal untuk mengganti biaya Rumah Sakit, jauh menyayat hatiku. Aku ingin sekali tidak membebani mereka dengan biaya ini dan itu. Hal inilah yang menjadi alasanku tidak mau memeriksakan penyakit typus ku ke Rumah Sakit. Aku tak mau minta uang ke orang tua. Sudah cukup mereka membiayai hidupku, seharusnya kini giliran aku yang membahagiakan mereka.

Aku ikut menangis saat mendengar tangis Ibu di ujung telepon. Ia mencemaskanku. “Ya Allah, hanya Ibulah wanita satu-satunya yang merasakan sakitku saat ini”. Sahabat, jangan pernah sakiti Ibu. Sungguh, hanya dia wanita yang paling mencintaimu di dunia ini.

Ayahku memang tak menangis. Tapi, ia mengingatkanku akan satu hal. Ia mengingatkanku untuk jangan lupa berdoa saat akan bepergian dan itu yang kulupa akhir-akhir ini. Padahal Ayah mengajarkanku berdoa sejak aku masih kecil, sejak aku masih terbata-bata ketika mengucap kata. Oh Ayah, aku lupa. Aku lupa hal kecil itu.

Right????
Sakit ini sungguh penuh hikmah. Sakit ini membuatku menyadari betapa besarnya cinta orang tuaku. Sakit ini membuatku memperbaiki langkahku yang salah. Sakit ini mengajarkanku untuk memenuhi hatiku dengan cinta saat bertemu, karena saat berjauhan begini, cinta itu begitu dibutuhkan untuk meredam rindu.

Tak sampai dua bulan lagi waktuku untuk menyelesaikan semester dua ini, Aku selalu menghitung hari. Jika jiwa ini berwujud, pastilah saat ini ia tengah merangkak lemah. Ia butuh tenaga dan itu hanya bisa didapat di kampung halaman. Sungguh, hati ini tengah menanggung rindu. Rindu yang tak mampu kusempurnakan dalamnya dengan kata-kata berhias majas apapun jua.

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...