“History is a
people’s memory, and without a memory, man is demoted to the lower
animals”—Malcom X
Betapa tegasnya Malcom X membuat
kalimat mengenai pentingnya sejarah, sehingga menurutnya apabila tanpa sejarah,
manusia turun derajatnya menjadi binatang yang paling lemah. Meskipun sedikit
berlebihan, kurasa ia ada benarnya. Sebuah peradaban maju yang kita ada di
dalamnya saat ini tidak mungkin tercipta begitu saja, selalu ada sejarah
sebagai latar belakang. Bahkan bumi dan jagat raya ini pun memiliki sejarah
penciptaannya. Ada kalanya sejarah itu telihat lebih terang, atau sebaliknya ia
tampak muram dan menyedihkan. Namun bagaimana pun ia, sejarah adalah tempat
manusia untuk mengambil pelajaran.
Hari itu setelah mengunjungi Coloane, kami bertolak menuju reruntuhan gereja Saint Paul. Itu adalah tempat yang kenyataannya sangat jauh dari ekspektasiku. Sungguh sangat ramai sekali, mungkin inilah kalimat yang cocok untuk mendeskripsikannya. Turis berwajah segala macam bangsa ada di sana. Dari yang hidungnya terlalu pesek hingga kemancungan, sangat pendek hingga tinggi menjulang, kurus hingga gemuk sekali, dan para bayi hingga nenek-kakek semuanya lengkap. Rasanya tidak akan bisa mengambil foto tanpa background manusia saat di sana, kecuali kalau berkunjung malam hari lewat pukul 12.
Itu benar-benar hanya reruntuhan,
sebatas dinding bagian depan yang masih menyisakan kesan kemegahan. Aku sempat
membayangkan betapa indahnya ia saat masih utuh dulu. Ia dibangun sekitar tahun
1602-1640 dan terbakar pada tahun 1835. Di sampingnya juga terdapat reruntuhan
Universitas St.Paul, yang merupakan universitas Barat pertama di Timur yang
memiliki banyak program akademik.
Berjalan kaki sebentar dari reruntuhan
Gereja Saint Paul, kita akan sampai di Museum Macau yang berada di dalam
benteng. Barang pecah belah bersejarah, senjata, rumah-rumah, dan
miniatur-miniatur Macau tempo dulu ditampilkan dalam Museum Macau.
Ini ngapain ya? (Dok.pribadi, hasil jepretan Una) |
Lanskap rumah-rumah penduduk, dilihat dari Mount Fortress (Dok.pribadi) |
Lalu setelah melewati pintu keluar,
pandanganku disambut taman yang dikelilingi pepohonan rindang. Meriam-meriam
berwarna hitam duduk jemawa di sekeliling pelataran. Inilah Mount Fortress,
benteng pertahanan bangsa Portugal di Macau.
“Dulu di sini ini pernah terjadi perang lho ya. Antara Portugal dan Belanda, sekitar tahun 1622. Belanda kalah, terus kabur ke Indonesia. Dia ambil rempah-rempah dari Indonesia.” jelas Pak Alan saat kami duduk di salah satu sudut pelataran.
Angin semilir membuat suasana siang
itu semakin menyenangkan. Dari sela-sela benteng, kulihat Macau menghampar di
bawah sana. Laut-laut yang mengelilinginya, gedung-gedung tingginya, dan
perumahan penduduk yang di beberapa tempat masih terlihat seperti kawasan kusam.
Setelah puas menikmati Macau dari
ketinggian, kami berjalan turun menuju Senado Square. Jubelan manusia di
sepanjang jalan membuat udara sedikit sesak. Aku menyukainya karena mataku bisa
melihat wajah-wajah antar bangsa. Tapi tidak satu pun kulihat ada wanita yang
menggunakan kerudung, kecuali kami bertiga (aku, Zahra dan Mbak Puput). Kurasa
promosi tentang Macau belum begitu efektif di negara-negara mayoritas muslim,
mungkin karena image ‘gaming’ yang
masih melekat kuat. Berbeda dengan Malaysia yang setiap sudutnya dipenuhi
wanita-wanita Arab berpakaian hitam. Ini adalah tantangan besar untuk MGTO
pastinya. Namun untuk pengunjung berwajah Barat, jumlahnya sudah tidak
terhitung jari.
Di Senado Square, kita akan menemui satu blok
yang khusus menjual baju. Bentuknya seperti di pasar-pasar tradional Indonesia,
jadi harganya sangat miring. Ada juga kedai-kedai yang menjual makanan khas,
kedai-kedai makanan, dan supermarket. Kami berbelanja oleh-oleh di sana sebab harganya
sangat terjangkau. Di salah satu pelataran, ada juga musisi jalanan yang
memainkan alat musik. Banyak orang mengelilinginya hanya untuk melihat.
Macau Fisherman’s
Wharf.dan Taste of India Restaurant
Usai berkeliling Senado Square sore
tadi, rombongan langsung diantar menuju Grand Prix Museum dan Wine Museum.
Setelah hampir setengah jam, perjalanan dilanjutkan menuju Macau Fisherman’s
Wharf.
Kolosium palsu di Macau. Batrai kamera masih habis, jadinya ambil fotonya Koh Alex |
“Woho, ada Kolosium di Macau.” Seru Alex.
Ia adalah orang yang paling sering terkagum-kagum di antara kami.
Selain Kolosium, ia juga pernah berkata “gila” untuk mengekspresikan
kekagumannya pada Venetian. Baru tahu kalau ternyata kanal-kanal di sana pernah
dijadikan lokasi syuting drama Korea Boys Before Flowers. Tidak hanya itu, lobi
Venetian yang memiliki bentuk melengkung, bercahaya emas, dan dipenuhi
lukisan-lukisan pun sempat membuatnya tak habis pikir, “Itukan Europe
banget...!” serunya. Tentu saja foto-foto yang dipost-nya di instagram seketika
menerima belasan ribu like dan ratusan komentar, secara dia adalah storygrafer
cukup famous.
Aku sendiri tidak menyangka Macau
Fisherman’s Wharf akan semegah dan seluas itu. Kolosium yang dibangun sangat
besar, meskipun tidak setinggi dan sebesar yang ada di Italy. Jika Kolosium di
Roma dahulunya digunakan sebagai arena adu binatang atau adu tahanan dengan
binatang, Kolosium di Macau dibangun sebagai tempat belanja. Namun, saat kamu
menunjukkan foto di depan kolosium palsu ini, pastilah semua orang akan percaya
jika kamu mengaku berada di Roma.
Semua orang sibuk dengan kamera
masing-masing, hanya aku dan Mas Fahmi yang mengikuti Pak Alan, karena batrai
kamera kami habis. Setelah berbelok ke kanan, sampailah kami di jalan lurus
yang entah berakhir di mana. Lebarnya hanya sekitar 3 meter, di kanan dan
kirinya berdiri bangunan-bangunan bergaya Eropa. Restoran, butik, salon, dan
sebagainya ada di sepanjang jalan tersebut. Namun malam itu, kebanyakan sudah
tutup. Ada sebuah jalan lagi yang berbelok ke kiri, di ujung jalan tersebut aku
bisa melihat danau luas yang bercahaya warna-warni, pantulan dari cahaya
gedung-gedung. Di sana angin bertiup sangat kecang, dan tentu saja dingin
menggigit.
Saat semua rombongan telah berkumpul
dan Bu Ningsih juga sudah datang, kami masuk ke restoran yang sudah dipesan.
Taste of India, ini adalah restoran bersertifikat halal pertama di Macau.
“Do you want our apple juice?” seorang pelayan laki-laki berhidung mancung menunjukkan botol berwarna hijau, mirip minuman beralkohol.
“Is it contain alcohol?” tanya salah satu dari kami.“No...it is halal. We give you halal foods and drinks.” Jawabnya sambil tersenyum, kemudian menuangkan ke dalam gelas masing-masing kami.
Malam itu kami menghabiskan waktu satu
jam lebih di restoran tersebut. Sang pemilik adalah wanita yang memiliki
kecantikan Asia, sama sekali tidak mirip artis India. Tidak kusangka ia dan Bu
Ningsih sudah saling mengenal.
Seafood, tumis sayuran, kari daging,
ayam, semacam perkedel, lempengan-lempengan putih seperti yang sering dilihat dalam
film India, sup tomat, dan banyak lagi yang aku tidak tahu nama aslinya. Selama
di Macau, aku memang kurang cocok dengan rasa masakan mereka, mungkin karena
lidah khas Indonesia yang harus banyak bumbu dan asin. Tapi, setelah mencoba
ayam ala restoran ini, lidahku langsung memberi nilai 8 dari 10. Bumbu khas
India yang agak aneh menurutku hanya terasa di sup tomat dan kari. Tapi itu
bukan masalah, karena akhirnya dihabiskan juga.
Saat kami akan meninggalkan restoran
itu, satu kompi orang India datang untuk makan malam. Para wanita menggunakan
sari dan laki-lakinya menggunakan kemeja resmi. Ah, ini sepertinya para pejabat
atau Tuan Tanah di India, pikiran jahilku menerka. Dan seperti saat melayani
kami, pelayan di restoran itu juga menyambut kompi India tersebut dengan ramah.
Okay, sekarang aku hanya bisa masuk restorannya saja, tapi insya Allah suatu hari nanti aku juga bisa datang ke negara mereka
dan berfoto dengan Sharukh Khan (haha).
Macau Government Tourist Office Representative in Indonesia
Twitter: @macauindonesia
Facebook: MGTO Indonesia
Website: http://id.macautourism.gov.mo/
Pergi bareng sama Alex Thian mbak?? Weeew, bikin ngiri deh :)
ReplyDeleteMacau indah banget ya..
Berkunjung. Nice information mbak Sofia :)
ReplyDeleteasyiknya jalan2 .....
ReplyDeleteindah nian panoramanya
ReplyDeleteBagus Banget ya. Bikin kita gampang menvisualisasikan yang ada disana pada zaman dulu
ReplyDeletetempat yang sangat2 bagus
ReplyDelete