Sunday, 26 July 2015

Travel Diary 2014: Skyway to Genting Highland



Malaysia truly Asia. Kalimat inilah yang diucapkan Alfian, salah satu rekan perjalanan selama ke Malaysia pertengahan tahun lalu, saat kami meluncur di atas belantara hutan menuju puncak bukit di Genting. Aku tidak langsung menangkap maksud ucapan Alfian serta alasannya yang tiba-tiba mengucapkan jargon Malaysia tersebut. Truly Asia? Memangnya Skyway ini buatan asli Asia? Rasanya nggak juga. Soalnya aku pernahlihat skyway yang lebih keren di Jepang. Di Indonesia juga ada, tepatnya di TMII, tapi masih kalah keren kalau dinilai berdasarkan medan dan jarak tempuh. Lalu mananya yang truly Asia? Meskipun terus bertanya-tanya, namun aku nggak berhasrat untuk bertanya pada Alfian.

Semakin lama di dalam skyway menuju Genting Highland, akhirnya aku bisa menjawab semua pertanyaan tersebut sendiri. Dengan yakin kukatakan bahwa yang dimaksud Alfian Truly Asia adalah hamparan hutan tropis yang membentang hijau di bawah sana. Jika Jepang menyajikan pegunungan bersalju, Malaysia sepertinya cukup tahu diri kalau wilayahnya sama sekali tidak bersalju. Mereka paham betul bahwa setiap negara memiki potensi masing-masing untuk ditampilkan. Dan sebagai negara yang juga berada di sekitar Khatulistiwa, beriklim tropis, mereka menjadikan hal tersebut sebagai peluang. Salah satunya adalah keindahan hutan. 
 
Photo by me
Tidak semua negara punya hutan tropis seperti Malaysia, Indonesia, dan tetangga. Apabila ini ditunjukkan dengan apik (salah satunya dengan skyway), tentu banyak turis mancanegara (terutama dari negara non tropis) yang akan suka. Jadi nggak perlu heran saat udah sampai di puncak bukit, kita akan bertemu wajah-wajah Barat dan Arab. 

Indonesia sih punya juga hutan begituan, bahkan di ujung desaku juga ada. Dulu masa aku kecil, hutan di desaku masih belum terjamah. Gelap bukan main. Flora dan faunanya buanyak. Ada burung rangkok, ada macannya juga. Tapi sampai sekarang hutan itu sudah habis terbakar, tidak sekali pun aku pernah melihatnya langsung dari dekat, terlebih memasukinya. So, keindahan hutan yang diceritakan orang-orang tua hanya sebatas cerita bagi kami (generasi 90-an ke atas).

Sayang, kan? Andai Indonesia punya inisiatif buat membangun skyway melintasi hampara hutannya juga, sudah pasti keindahan seperti itu bisa dinikmati banyak orang. Katanya sih Indonesia punya biodiversiti paling banyak di dunia, binatang dan tumbuhan di hutannya bermacam-macam, tapi sayang nggak semua anak negeri bisa lihat langsung. Lucu aja saat kita bangga-bangga ke orang luar tentang burung cenderawasih, komodo, dsb, namun saat ditanya sudah pernah lihat langsung apa belum, jawabannya belum. Lalu apa bedanya dengan mereka yang tinggal di luar Indonesia?
Tropic forest
Mas Faisal, Alfian, Me, Darwin
Yes, mungkin karena kita kurang show up potensi alami yang dimiliki. Nggak bisa nyalahin juga sih kalau orang Indonesia itu kebanyakan nggak bangga pada negeri sendiri. Karena memang yang dibangga-banggakan itu kebanyakan hanya ada di tulisan dan foto-foto, butuh usaha ekstra buat dinikmati dan dibuktikan langsung. Contohnya aja Raja Ampat. Banyak sih tulisan dan foto dari para traveler sejati yang menunjukkan keindahannya, tapi kan buktinya kita orang Indonesia saja susah buat lihat langsung ke sana. 

Okeh kembali ke Skyway, ya. Saat naik skyway di Genting, kita akan merasakan keheningan luar biasa. Seolah-olah sedang tersesat di tengah-tengah hutan. Meskipun dalam satu skyway bisa diisi oleh 8 orang, dan biasanya sibuk ngobrol, cekikikan sampai ketakutan bareng, hingga nempel ke sana ke mari buat foto, tetap saja keheningan nggak bisa hilang. Rasanya sejenak kita pergi sangat jauh dari hiruk-pikuk kehidupan yang biasa dijalani. 

Hutan-hutan lebat di bawah pun kelihatan tropis banget. Di beberapa bagian kelihatan sangat lebat. Aku membayangkan seperti apa gelap dan susah seandainya jalan kaki di bawah. Nggak terpikirkan bagaimana caranya orang-orang mendirikan tiang-tiang tinggi penyangga skyway yang membelah hutan selebat ini. Harus ngadepin semak-semak, ular, macan, monyet, burung, semut api, gelap-gelapan, mendaki bukit lagi. Salut, deh!

Sampai di atas, kita akan merasakan udara sejuk karena memang sedang berada di puncak bukit. Di sana ada operation deck dari kaca yang memudahkan kita untuk melihat pemandangan di bawah. Bangunan-bangunan di sana difungsikan sebagai pusat perbelanjaan, cafe, game spot, miniatur ikon-ikon negara (kayak kanal-kanal di Venice, patung liberty, menara eiffel, dsb), restoran, hingga casino. Nggak jauh beda lah sama fasilitas-fasilitas yang ada di Macau. Bedanya di Genting ini banyak orang Arabnya, banyak wanita-wanita bermaskara tebal dan berabaya. Kalau di Macau, cari yang pake kerudung aja susah.

Soal seniman jalanan (meskipun nggak sedang di jalanan juga), di sana ada beberapa. Waktu aku ke sana kemaren, ada seorang perempuan bule berpakaian gaun tradisional putih yang nari-nari sambil memainkan bola bening. Mau dia gerak-gerak jumpalitan pun, tuh bola seperti lengket di tubuhnya. Ada pula beberapa orang berwajah Cina yang main sulap. Ada yang jalan-jalan pakai kostum superhero (Iron Man, dkk). Ada juga yang pasang speaker-speaker segede gajah di jalan umum, terus mereka nyanyi-nyanyi di sana. Sampai-sampai aku berpikir, nih orang pada niat banget ya cari duit. 

Bagaimana cara ke Genting-nya?

Gampang aja. Kalau kamu ke Malaysia pakai jasa tour travel, dijamin nggak perlu request, Genting pasti sudah ada dalam itinerary. Kalau backpack, banyak kok bus-bus yang membawa turis menuju spot ini. So, jangan lupa main ke sana, ya.


4 comments:

  1. Indonesia harusnya mampu punya skyway kayak gini ya, apalagi potensi alamnya lumayan banyak dan gak kalah keren. Iya nih jadi kangen berpelesir ya :(

    ReplyDelete
  2. asiknya..andaikan di Indonesia ada tempat seperti ini ya..pasti rame juga :)

    ReplyDelete
  3. pemandangannya yang beda ya naik skyway disana

    ReplyDelete
  4. Memang asik ke Genting. Cuma mau naik busnya sblm skyway itu kudu ati2 krn sama sj dg di Ind, byk calo boong.

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...