Si Ijaah.com lagi serius banget jalannya |
Sejak ke Macau akhir tahun lalu, rasanya aku belum
pernah berpelesir kemana pun lagi, kecuali hanya kota-kota di pulau Jawa yang
tidak begitu menarik untuk diceritakan. Meski sudah banyak menuliskan tentang
perjalanan ke Macau, namun tetap saja masih ada foto-foto yang sayang kalau
tidak ditampilkan. Nah, tidak mungkin juga aku share foto di blog tanpa sebaris
kalimat pun, jadi mau tidak mau harus ada sedikit cerita yang kucantumkan.
Macau memang terkenal dengan bangunan megah
hotel-hotelnya, termasuk casino yang menawarkan segala malam jenis permainan
judi super lengkap. Jadi secara garis besar tiap kali disebut nama Macau, kita
pasti akan berpikir tentang casino. Yeah, kurasa memang tepat kalau ia dijuluki
Las Vegas-nya Asia. So, jika ingin
memotret dengan view khas Cina, aku tidak menyarankan kalian hunting foto di
areal central Macau yang lebih terkesan Eropa, melainkan sedikit korban tenaga
untuk memasuki wilayah rumah-rumah penduduk. Di sana kita akan menyaksikan
Macau dari sisi yang benar-benar berbeda.
Seperti pagi itu, tepat di hari kepulangan kami
menuju Hongkong, aku dan dua orang finalis lomba blog Why Macau (Una &
Zahra) menyempatkan untuk berkunjung ke A Ma Temple. Rasanya sayang kalau sudah
sampai Macau tapi tidak melihat langsung kuil yang penuh legenda tersebut. Kami
keluar kamar hotel pagi-pagi sekali, segera sarapan, lalu menunggu bus sekitar
sepuluh hingga lima belas menitan. Bersama masyarakat lokal, kami akhirnya
meluncur menuju lokasi kuil.
Ternyata oh ternyata, A Ma Temple tidaklah semegah
yang ada dalam bayanganku sebelumnya. Dari segi ukuran, bentuk, dekorasi,
arsitektur, dan segala macam, semuanya masuk dalam kategori sederhana. Sangat
sederhana malah. Hanya ada ruang sembahyang sempit yang dipenuhi peralatan khas
Cina, aroma dupa yang tercium di segala sisi, dan gantungan ‘wishes’ di halaman
tengah. Di luar gerbang kuil, kita akan melihat halaman luas dengan kursi-kursi
yang dinaungi pepohonan. Di sanalah terlihat banyak warga lokal yang bersantai
menghirup udara segar.
Usai dari kuil, aku dan Zahra memutuskan untuk
pendaki Penha demi melihat langsung gereja yang sejak pertama kedatangan di
Macau sudah menyita perhatian. Yes, tiap kali melintasi jembatan yang membelah
selat kecil di sana, semua mata tentu bisa menangkap gereja yang berdiri di
ujung bukit. Meskipun ia terihat kecil di kejauhan, tapi karena posisinya yang
strategis, ia mampu menarik perhatian. Si Una yang tahun sebelumnya sudah
pernah traveling ke Macau memberi tahu kami kalau jalan menuju gereja ada di
depan A Ma Temple. Wah, dekat. Karena itulah aku dan Zahra sepakat untuk naik,
sementara Una pilih nunggu di sekitar kuil.
Bingung juga si Ijah lagi motret apa. |
Sekitar-sekitar sana juga |
Jalanan terus menanjak, tapi entah kenapa aku
menyukai suasana asri di sana. Rasanya berbeda 180 derajat dengan suasana Macau
yang selama beberapa hari lalu kusaksikan. Jalanan yang lengang, udara yang
sejuk, pepohonan, rumah-rumah yang menunjukkan identitas ke-Cina-an, dan satu
dua orang kakek yang tetap berstamina menyusuri jalan menanjak bersama anjing
kesayangan. Andai waktu itu kami sedang tidak dikejar-kejar waktu keberangkatan
ke Hongkong, tentu perjalanan akan jadi lebih khusyuk.
Kali ini tema foto-fotoku adalah Macau versi
kusam. Maksudnya ingin memperlihatkan kalau Macau itu juga punya sisi
kusam-kusamnya seperti yang terlihat dalam foto, tidak melulu bangunan hotel
mentereng yang megah. Biarpun bangunan di areal bukit Penha ini dipadati
bangunan tua, jalan dan gang-gang sempit, tapi urusan kebersihan tetap dijaga.
Dan lagi-lagi, di jalan sekecil itu, tidak ada macet di sana.
Tepat di samping gereja di atas bukit, ada sebuah
taman kecil yang waktu itu hanya terlihat beberapa orang ibu sedang bersantai.
Dari sana kita akan melihat Macau Tower dalam posisi paling pas buat difoto.
Seandainya aku pandai memotret, sudah pasti hasilnya akan sangat bagus. Nah,
dengan modal kamera pas-pasan dan lack of photography technique, inilah Macau
Tower hasil jepretanku.
Oke, pukul sembilan lebih. Itu artinya kami harus
tancap gas menuju hotel buat check out. Lain kali kalau ke Macau, jangan lupa
buat mendaki Penha, ya.
Wah senangnya bisa jalan jalan ke Macau. Hiehiehiehie Jadi ingat sama tulisannya mba Una
ReplyDeleteDuh duh kangen mau mampir ke blognya
Hhiehiehiehiehihee
duh jadi pengen ke sana
ReplyDeleteHahaha... andai waktu banyak pengen naik ke sana lagi. Penasaran sama suster yang bisa Bahasa Indonesia yang diceritain Pak Alan itu...
ReplyDelete