Namanya Elif, seorang gadis
Turki berumur 21 tahun. Aku sudah berteman dengannya di facebook sejak satu
tahun lalu, tapi saat itu aku hanya kenal dia sekedarnya saja. Dia pernah
mengirimiku pesan di facebook, dan kita menjalin percakapan tidak begitu
panjang. Waktu itu yang kutahu dia adalah mahasiswi sekaligus pengajar di
sebuah Taman Kanak-Kanak. Setelah itu kami tidak pernah berkomunikasi lagi,
hanya saling like apabila salah satu dari kami post status atau foto. Saat dia
ulangtahun ke 21 beberapa minggu lalu, aku sempat menuliskan selamat ulang
tahun di dindingnya, dan dia membalas dengan kalimat yang jauh lebih manis.
Kurasa semua orang Turki memang hobi memuji.
Beberapa hari lalu, iseng aku mengetikkan namanya
di search box yang ada di instagram. Banyak sekali nama yang sama muncul, namun
instingku mengatakan instagram milik Elif yang kukenal adalah yang paling atas.
Sayang sekali, akun tersebut dikunci, pun foto profilnya hanya siluet gelas
teh. Baiklah, aku tetap mengirimkan request pada akun tersebut. Hingga beberapa
jam kemudian, aku dibuat kaget oleh puluhan notifikasi berwarna merah muncul di
layar instagram. Segera aku membukanya, dan oh, semuanya adalah like dari Elif.
Akun tersebut benar miliknya dan dia juga mengingatku. Kami saling berbalas
komentar di salah satu foto yang pernah ku-upload beberapa minggu lalu.
Keesokan harinya, aku memasukkan foto selfie di
instagram, dan selang beberapa menit Elif mengirimiku pesan langsung. Banyak
sekali kalimat pujian darinya. Namun sama seperti kebanyakan orang Turki, Elif
pun tidak begitu menguasai bahasa Inggris. Kuperhatikan, dia membalas
pesan-pesanku dengan bantuan google terjemahan. Syukurnya, dia tahu basic
bahasa Inggris, jadi aku masih bisa menangkap apa yang ia tulis di sana.
Sesekali dia juga menerjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. That’s a honor!
“Sofia, ayo berikan alamat rumahmu, aku ingin
sekali mengirimkan sesuatu dari Turki untukmu.” Tulisnya, kali ini dalam bahasa
Turki.
Tentu saja aku tidak bisa menerima begitu saja.
Bagiku, bersahabat dengannya saja sudah lebih dari cukup. “Oh, my dear Elif.
Sungguh jangan mengirimkan apapun untukku. Berteman denganmu saja aku sudah
senang, dan tidak mengharapkan apapun lebih daripada itu.”
“Please, Sofia. Ini hanya hadiah kecil. Lagipula
saling memberi hadiah itu adalah sunnah. Lutfen, Sofia.”
Akhirnya aku tidak bisa menolak permintaannya. Aku
sedikit kecewa ketika dia justru berkali-kali menolak memberikan alamat ketika
kuminta. Maksudku, agar aku pun bisa mengiriminya cendera mata suatu saat
nanti. Dia bilang tidak mau membenaniku dengan ongkos kirim dan sebagainya,
lagipula dia di sana tidak membutuhkan apapun.
Ah, Elif, dia pandai sekali beralasan.
Elif pernah meng-upload fotonya dengan kerudung
biru muda di depan blue Mosque, di tengah cuaca cerah. Ia terlihat sama
cantiknya dengan Masjid Biru. Di sana aku berkomentar kalau dia terlihat guzel,
dan Blue Mosque juga indah. Lalu balasan dari Elif, “Ayo datanglah ke Turki dan
kita pergi bersama ke sana.” Lagi-lagi Elif hanya membuatku menelan ludah.
Siapa pula yang tidak ingin berkunjung ke Istanbul.
Instagram Elif sama dengan instagram gadis Turki
lain, semua fotonya terlihat cantik. Dan menurutku, mereka sangat fotogenik.
Gaya berkerudung dan berpakaian mereka, dan kecantikannya juga di atas
rata-rata. Entah mengapa, aku suka dengan gaya berpakaian wanita Turki dan cara
mereka mengenakan hijab. Selalu ada daya tarik tersendiri. Tunik dan coat yang
khas sipadu padankan dengan pashmina panjang berbahan sutra. So, i never borred open their instagram
account more and more. Hihi
Sekarang, aku dan Elif berkomunikasi via whatsapp.
Dialah yang memberikan nomornya padaku terlebih dahulu. Meskipun bahasa kita
berbeda, alhamdulillah kita bisa saling memahami. Terkadang yang kita bahas
hanya hal remeh-temeh. Azan yang ia rekam, buku favorit, makanan favorit,
tanaman di balkon, binatang peliharaan, resep makanan, dan hal-hal seperti itu.
Dia pernah mengirimiku foto-foto saat ia membuat bon apetit ala Turki. Kue
tersebut berbentuk segi tiga, sejenis pastri, dan dari keterangan Elif,
bahan-bahannya terdiri atas tepung jagung dan keju.
Elif pernah bertanya padaku, apakah aku bisa
membaca Al Quran atau tidak. Aku menjawab iya, karena sejak kecil Bapak sudah
mengajariku membaca Al Quran. Elif begitu sedih karena dia tidak bisa membaca
dengan baik. Mengingat keadaan Turki pasca runtuhnya Ottoman, aku tidak heran
pada pengakuan Elif. Banyak masyarakat Turki yang tidak bisa mengamalkan
praktek agama di bawah pemerintahan sekuler, termasuk mengajari anak-anak
mereka mengaji. So, wajarlah apa yang dialami Elif.
Selanjutnya, Elif bertanya bagaimana ejaan namaku.
Ia bilang, dalam bahasa Turki namaku akan dieja menjadi Safiye. Tapi bagaimana
ejaan namaku dalam bahasa Arab? Tanyanya. Kubilang padanya bahwa namaku sudah
berdasarkan ejaan Arab. Dari cerita Bapak dan Ibuk, beberapa hari setelah
kelahiranku, mereka sibuk mencari nama yang tepat untukku. Akhirnya, nama-nama
istri Rasulullah saw ditulis oleh Bapak di dalam potongan-potongan kertas,
kemudian digulung, dan Ibuk diminta untuk mengambil salah satu. Ajaib, hingga
tiga kali pengulangan, nama Sofia tetap terpilih. Sejak itulah ditetapkan
namaku Sofia. Empat belas abad lalu, nama Sofia adalah salah satu istri nabi
Muhammad yang berasal dari Yahudi. Namun ia adalah wanita beriman, bahkan sejak
belum bertatap muka dengan Nabi. Lain waktu, aku akan membuat tulisan khusus
untuk sejarah Sofia dan pernikahannya dengan Rasulullah saw.
Kembali pada Elif, setelah aku bercerita tentang
asal muasal namaku, ia pun beriniasiatif menceritakan sejarah namanya. Elif
pernah tidak punya nama selama satu minggu, karena orang tuanya belum menemukan
nama yang cocok untuknya. Ayah Elif bilang, anak perempuan mereka harus memilih
sendiri namanya. Pertama, Sang Ayah memanggilnya ‘Aisye’, tapi sayang Elif
tidak merespon apa pun. Lalu, Sang Ayah memanggil ‘Elif’ dan dia pun tertawa. Sejak
itulah namanya Elif.
Beberapa hari lalu Elif mengirimiku fotonya saat
di mobil. Ia bilang sedang akan berkunjung ke rumah sang nenek di Izmit. Oh ya,
sekarang Elif kuliah di Kutahya, sebuah provinsi yang berada di benua Eropa. Dia
kuliah di Akdeniz universitesi, jurusan Pre-School.
Satu hari yang lalu Elif berkunjung ke Istanbul,
dan dia mengirimi beberapa foto lagi. Hari ini (23/9), Elif pulang ke Izmit
untuk persiapan liburan Kurban Bayram (Idul Adha). Ia bilang akan berlibur ke
Antalya, sebuah provinsi bagian Mediteranian.
|
Istanbul |
Sekian dulu yang bisa kutuliskan tentang
sahabatku, Elif. Semoga Allah selalu melimpahkan rahmat dan kasih sayang yang
luas untuknya. Canim benim, her sey icin tesekkurler. Sizi cok seviyoruuuzzz...