Sunday, 27 September 2015

Seorang Gadis Turki Bernama Elif



Namanya Elif, seorang gadis Turki berumur 21 tahun. Aku sudah berteman dengannya di facebook sejak satu tahun lalu, tapi saat itu aku hanya kenal dia sekedarnya saja. Dia pernah mengirimiku pesan di facebook, dan kita menjalin percakapan tidak begitu panjang. Waktu itu yang kutahu dia adalah mahasiswi sekaligus pengajar di sebuah Taman Kanak-Kanak. Setelah itu kami tidak pernah berkomunikasi lagi, hanya saling like apabila salah satu dari kami post status atau foto. Saat dia ulangtahun ke 21 beberapa minggu lalu, aku sempat menuliskan selamat ulang tahun di dindingnya, dan dia membalas dengan kalimat yang jauh lebih manis. Kurasa semua orang Turki memang hobi memuji.

 Beberapa hari lalu, iseng aku mengetikkan namanya di search box yang ada di instagram. Banyak sekali nama yang sama muncul, namun instingku mengatakan instagram milik Elif yang kukenal adalah yang paling atas. Sayang sekali, akun tersebut dikunci, pun foto profilnya hanya siluet gelas teh. Baiklah, aku tetap mengirimkan request pada akun tersebut. Hingga beberapa jam kemudian, aku dibuat kaget oleh puluhan notifikasi berwarna merah muncul di layar instagram. Segera aku membukanya, dan oh, semuanya adalah like dari Elif. Akun tersebut benar miliknya dan dia juga mengingatku. Kami saling berbalas komentar di salah satu foto yang pernah ku-upload beberapa minggu lalu. 

Keesokan harinya, aku memasukkan foto selfie di instagram, dan selang beberapa menit Elif mengirimiku pesan langsung. Banyak sekali kalimat pujian darinya. Namun sama seperti kebanyakan orang Turki, Elif pun tidak begitu menguasai bahasa Inggris. Kuperhatikan, dia membalas pesan-pesanku dengan bantuan google terjemahan. Syukurnya, dia tahu basic bahasa Inggris, jadi aku masih bisa menangkap apa yang ia tulis di sana. Sesekali dia juga menerjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. That’s a honor!
“Sofia, ayo berikan alamat rumahmu, aku ingin sekali mengirimkan sesuatu dari Turki untukmu.” Tulisnya, kali ini dalam bahasa Turki.
Tentu saja aku tidak bisa menerima begitu saja. Bagiku, bersahabat dengannya saja sudah lebih dari cukup. “Oh, my dear Elif. Sungguh jangan mengirimkan apapun untukku. Berteman denganmu saja aku sudah senang, dan tidak mengharapkan apapun lebih daripada itu.”
“Please, Sofia. Ini hanya hadiah kecil. Lagipula saling memberi hadiah itu adalah sunnah. Lutfen, Sofia.”
Akhirnya aku tidak bisa menolak permintaannya. Aku sedikit kecewa ketika dia justru berkali-kali menolak memberikan alamat ketika kuminta. Maksudku, agar aku pun bisa mengiriminya cendera mata suatu saat nanti. Dia bilang tidak mau membenaniku dengan ongkos kirim dan sebagainya, lagipula dia di sana tidak membutuhkan apapun. 

Ah, Elif, dia pandai sekali beralasan.

Elif pernah meng-upload fotonya dengan kerudung biru muda di depan blue Mosque, di tengah cuaca cerah. Ia terlihat sama cantiknya dengan Masjid Biru. Di sana aku berkomentar kalau dia terlihat guzel, dan Blue Mosque juga indah. Lalu balasan dari Elif, “Ayo datanglah ke Turki dan kita pergi bersama ke sana.” Lagi-lagi Elif hanya membuatku menelan ludah. Siapa pula yang tidak ingin berkunjung ke Istanbul. 

Instagram Elif sama dengan instagram gadis Turki lain, semua fotonya terlihat cantik. Dan menurutku, mereka sangat fotogenik. Gaya berkerudung dan berpakaian mereka, dan kecantikannya juga di atas rata-rata. Entah mengapa, aku suka dengan gaya berpakaian wanita Turki dan cara mereka mengenakan hijab. Selalu ada daya tarik tersendiri. Tunik dan coat yang khas sipadu padankan dengan pashmina panjang berbahan sutra.  So, i never borred open their instagram account more and more. Hihi

Sekarang, aku dan Elif berkomunikasi via whatsapp. Dialah yang memberikan nomornya padaku terlebih dahulu. Meskipun bahasa kita berbeda, alhamdulillah kita bisa saling memahami. Terkadang yang kita bahas hanya hal remeh-temeh. Azan yang ia rekam, buku favorit, makanan favorit, tanaman di balkon, binatang peliharaan, resep makanan, dan hal-hal seperti itu. Dia pernah mengirimiku foto-foto saat ia membuat bon apetit ala Turki. Kue tersebut berbentuk segi tiga, sejenis pastri, dan dari keterangan Elif, bahan-bahannya terdiri atas tepung jagung dan keju.





Elif pernah bertanya padaku, apakah aku bisa membaca Al Quran atau tidak. Aku menjawab iya, karena sejak kecil Bapak sudah mengajariku membaca Al Quran. Elif begitu sedih karena dia tidak bisa membaca dengan baik. Mengingat keadaan Turki pasca runtuhnya Ottoman, aku tidak heran pada pengakuan Elif. Banyak masyarakat Turki yang tidak bisa mengamalkan praktek agama di bawah pemerintahan sekuler, termasuk mengajari anak-anak mereka mengaji. So, wajarlah apa yang dialami Elif.

Selanjutnya, Elif bertanya bagaimana ejaan namaku. Ia bilang, dalam bahasa Turki namaku akan dieja menjadi Safiye. Tapi bagaimana ejaan namaku dalam bahasa Arab? Tanyanya. Kubilang padanya bahwa namaku sudah berdasarkan ejaan Arab. Dari cerita Bapak dan Ibuk, beberapa hari setelah kelahiranku, mereka sibuk mencari nama yang tepat untukku. Akhirnya, nama-nama istri Rasulullah saw ditulis oleh Bapak di dalam potongan-potongan kertas, kemudian digulung, dan Ibuk diminta untuk mengambil salah satu. Ajaib, hingga tiga kali pengulangan, nama Sofia tetap terpilih. Sejak itulah ditetapkan namaku Sofia. Empat belas abad lalu, nama Sofia adalah salah satu istri nabi Muhammad yang berasal dari Yahudi. Namun ia adalah wanita beriman, bahkan sejak belum bertatap muka dengan Nabi. Lain waktu, aku akan membuat tulisan khusus untuk sejarah Sofia dan pernikahannya dengan Rasulullah saw.

Kembali pada Elif, setelah aku bercerita tentang asal muasal namaku, ia pun beriniasiatif menceritakan sejarah namanya. Elif pernah tidak punya nama selama satu minggu, karena orang tuanya belum menemukan nama yang cocok untuknya. Ayah Elif bilang, anak perempuan mereka harus memilih sendiri namanya. Pertama, Sang Ayah memanggilnya ‘Aisye’, tapi sayang Elif tidak merespon apa pun. Lalu, Sang Ayah memanggil ‘Elif’ dan dia pun tertawa. Sejak itulah namanya Elif.

Beberapa hari lalu Elif mengirimiku fotonya saat di mobil. Ia bilang sedang akan berkunjung ke rumah sang nenek di Izmit. Oh ya, sekarang Elif kuliah di Kutahya, sebuah provinsi yang berada di benua Eropa. Dia kuliah di Akdeniz universitesi, jurusan Pre-School.

Satu hari yang lalu Elif berkunjung ke Istanbul, dan dia mengirimi beberapa foto lagi. Hari ini (23/9), Elif pulang ke Izmit untuk persiapan liburan Kurban Bayram (Idul Adha). Ia bilang akan berlibur ke Antalya, sebuah provinsi bagian Mediteranian.
Istanbul
Sekian dulu yang bisa kutuliskan tentang sahabatku, Elif. Semoga Allah selalu melimpahkan rahmat dan kasih sayang yang luas untuknya. Canim benim, her sey icin tesekkurler. Sizi cok seviyoruuuzzz...


9 comments:

  1. waah kk sofi enak banget punya sahabt yg walaupun beda bahasa tp saling nyambung gitu :))

    semoga suatu hari nnti kk sofi bsa k Turki ya, mengunjungi elif^^

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiiin insya Allah. Thanks ya Muthi. Kiss kiss...

      Delete
  2. semoga mbak nanti bisa maen k turki ketemu sahabat elif hehe

    ReplyDelete
  3. di turki, di sekolah sama sekali tidak ada pelajaran agama. jadi orang tua yang harus memberi pelajaran agama sendiri pada anaknya. atau memanggil guru privat yang tidak murah. itupun biasanya hanya bisa dilakukan pada malam hari, di luar jadwal sekolah.
    dan disana orang orang tuh tabu bertanya "agamamu apa". kecuali kalo berjilbab, ya pasti tau kalo muslim. yang berjilbab cuma segelintir orang saja. selebihnya tidak berjilbab. bisa dikatakan itu adalah pertanyaan yang terlarang untuk diucapkan karena dianggap tabu. tidak sopan. sungguh berbeda dengan kita yang agama tertulis di KTP, meskipun belum tentu si pemegang KTP menjalankan agamanya denga baik, setidaknya agamanya bisa "diketahui" secara bebas.

    aku pikir, beruntungnya kita hidup di indonesia, dimana begitu banyak sekolah sekolah ngaji di tiap musholla, taman pendidikan al quran yang memiliki murid usia taman kanak kanak
    begitu mudahnya kita mendidik anak secara islami di sini.

    ketika jalan di mall, jumlah pengunjung mall yang berjilbab adalah minoritas lho...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mbak Elsaaaa..... aku terharu karena komentarnya sangat panjang, itu artinya Mbak bener-bener baca apa yang kutulis dan menaruh minat di sana. Ah, beruntung sekali Mbak El sudah pernah ke Turki. Iya Mbak, orang Turki memang rata-rata Muslim, tapi lifestyle mereka kebanyakan masih western, Syukurnya temenku Elif ini agamanya cukup baik. Waktu aku bilang lagi nenangin sepupu bayi yang menangis, dia bilang agar aku membacakan doa. Hanya saja memang bacaan Al qurannya gak begitu baik. Itu wajarlah kalau lihat kondisi Turki. Mbak El, ayo kita ke Turki bareng-bareng, kayaknya kalau bareng Mbak El bakal seruuuuu karena pengetahuannya luas. Thanks a lot udah mampir dan berkomentar di banyak postingan ya Mbak. That's a honor ;')

      Delete
  4. kak sofi,,,, mantep ni, iya ya kak,, orang turki itu fotegenik, suka ngeliatnya. Wira juga punya teman ornag turki, tapi belum intensif komunikasi :D
    iya orang Turki terkenal dengan orang yang suka muji, suka menjamu tamu, dll, Ya Allah, semoga sometimes kita bisa kesana ya kak sofi, Oh ya, gimana dengan hadiahnya? :D

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...