4 hal yang membuat traveler Muslim berbeda. [Image: Hasan II Mosque, Casablanka | Photo by: Spencer Desmond] |
Aku belum banyak bepergian, sejauh ini masih sebatas
negara-negara tetangga. Paling jauh ke Macau akhir tahun 2014 lalu. Itu pun
berkat hadiah perlombaan yang diadakan LOG VIVA dan Macau Goverment Tourist Office
Representative Indonesia.
Berbekal tulisan yang kubuat dalam waktu mendekati
deadline, tak disangka aku terpilih sebagai salah satu dari 3 orang finalis. Yang
membuatku takjub, MGTO benar-benar mentraktir kami dengan perjalanan yang bisa
dikatakan luxury.
Kali ini aku tidak lagi menceritakan detail perjalanan
tersebut, jika kamu ingin tahu, silakan buka di sub menu traveling. Ada hampir
10 tulisan tentang Macau yang bisa kamu baca di sana.
Sekarang, berdasarkan pengalaman di Macau selama hampir 1
minggu tersebut, aku ingin sedikit menjabarkan, apa saja yang membuat traveler
Muslim itu berbeda dari traveler lainnya.
Seperti yang kamu tahu, Macau adalah daerah Daerah
Administratif Khusus Republik Rakyat Tiongkok yang berdasarkan statistik, tidak
memiliki penduduk beragama Islam. Kalau pun ada pasti tidak terlihat. Karena
itulah, selama di Macau, sulit sekali untuk menjalankan ibadah layaknya di
tanah air.
Setahuku Macau hanya memiliki satu buah Masjid bernama Mosquita
de Macau. Letaknya ada di dekat jalan Estrada do Reservatorio, sekitar Macau
Reservoir. Sayangnya aku tidak sempat datang ke sana. Dari cerita teman-teman
blog kuketahui, kalau Masjid ini lebih tepat jika dikategorikan sebagai Musola,
karena ukuran yang super mungil.
Nah, karena kondisi Muslim sebagai minoritas inilah yang
kemudian kusimpulkan, Macau bisa dijadikan testing bagi kamu yang ingin
mengunjungi negara yang lebih besar, seperti negara-negara di Eropa atau
Amerika.
Di negara seperti ini, keimanan dan kesungguhan hati
seorang Muslim benar-benar diuji. Terkadang sempat melintas di benakku,
“Ah, enak sekali mereka. Nggak perlu mikirin mau shalat kapan dan di mana. Makan juga bisa langsung telan tanpa lirik dan tanya-tanya dulu.”
Hal inilah yang memotivasiku untuk merangkum 4 hal yang
membuat kita, traveler Muslim, itu berbeda dibandingkan yang lain. Mau tahu apa
saja? Keep reading :)
1. Shalat, Shalat, Shalat, Shalat,
Shalat
Ya, inilah perbedaan terbesar antara traveler Muslim
dibandingkan yang lain. Shalat lima waktu dalam satu hari. Masalahnya di sana
berbeda dengan Tanah Air atau Malaysia, di mana azan bisa didengar setiap masuk
waktu shalat, dan Masjid bisa dijumpai dengan mudah.
Selama di Macau, untuk mengetahui waktu shalat aku memilih
untuk melihat secara online. Dan urusan tempat, aku selalu menjama'nya begitu pulang
ke hotel.
Sebenarnya ini memang tidak dibenarkan, karena shalat
sebaiknya dikerjakan selagi tidak ada alasan yang benar-benar urgent, misal
perjalanan jauh atau perang. Hal seperti ini bisa menjadi alasan kita untuk
menggabung shalat di waktu sebelum atau selanjutnya.
Aku sendiri sangat kagum pada teman-teman yang begitu
masuk waktu shalat langsung menggelar sajadah di mana pun, misal di ruang
ganti, taman, sudut ruangan, stasiun, bandara, dan sebagainya. Memang beginilah
seharusnya.
Tapi kala itu, imanku masih dikalahkan oleh rasa takut dan
malu. Jadi daripada shalat tertinggal sama sekali, aku memilih untuk
menggabungnya begitu kembali ke hotel.
Biarlah Allah yang menilai, apakah shalat tersebut diterima atau tidak. Yang aku tahu, Islam bukanlah agama yang sulit. Bukan bermaksud mengentengkan, tapi keadaan saat itu, aku benar-benar belum siap. I know that was my fault, and I regret.
Biarlah Allah yang menilai, apakah shalat tersebut diterima atau tidak. Yang aku tahu, Islam bukanlah agama yang sulit. Bukan bermaksud mengentengkan, tapi keadaan saat itu, aku benar-benar belum siap. I know that was my fault, and I regret.
2. Makanan Halal
Photo by Sofia Zhanzabila |
Ini tidak kalah sulitnya dibandingkan nomor pertama. Di negara
yang sama sekali tidak tersentuh Islam, akan sulit bagi kita untuk membedakan
mana yang halal dan yang haram.
Mereka tidak memberikan label khusus. Berbeda dengan
negara tetangga sekelas Singapore yang masih menyediakan spot khusus halal di
antara meja-meja buffet mereka.
Aku sendiri, karena baru pertama kali, harus bertanya dulu
pada temanku Zahra,
“Gimana cara ngebedain yang halal dan haram?”“Baca aja di label nama menunya, Sof. Kalau ada pork atau yang menurutmu agak asing, nggak usah diambil.” Jelasnya.
Selain saran dari Zahra tersebut, kita juga bisa bertanya
langsung pada koki yang menangani menu yang akan kita ambil. Tanyakan apakah
menu tersebut mengandung bahan haram, seperti babi atau darah. Jika dia bilang
tidak, berarti kita boleh mengkonsumsinya.
Bacalah Basmallah dan pasrahkan semuanya pada Allah. Entah
mereka menggunakan peralatan yang terkontaminasi atau tidak, yang penting kita
jangan ragu. Jika memang masih ragu-ragu, kamu bisa memilih menu salad yang
mereka sediakan. Ini akan lebih aman.
Syukurnya saat ini sudah banyak hotel dan restoran di
dunia (khususnya yang memiliki ikon pariwisata destinasinya Muslim),
menyediakan paket halal untuk pelanggan. Tidak hanya makanan, mereka juga
menyediakan sajadah, musola kecil, hingga kolam renang private bagi Muslimah.
2. Tidak Semua Aktivitas Bisa Dilakukan
Kalian tahu apa yang paling ‘menakjubkan’ di Macau
dibandingkan kota-kota lain di Asia?
Jawabannya adalah Casino. Mungkin hanya ada satu kota yang
bisa menandingi Macau dalam keahlian yang satu ini, mana lagi kalau bukan
Vegas.
Itu benar, selama kunjungan di Macau, aku dibuat
geleng-geleng kepala karena banyaknya spot casino di sana. Saat matahari mulai
naik, cobalah kamu keluar dan melihat-lihat suasana di sekitar
jalan raya dekat hotel-hotel besar.
Pasti akan ada banyak sekali penduduk lokal berwajah lesu seperti tidak tidur semalam suntuk. Aku menebak, mereka habis gambling atau mungkin bekerja di spot-spot gambling tersebut.
Nah sebagai Muslim, berhijab, aku memilih tidak masuk ke
dalam spot Casino yang biasanya dibatasi oleh pagar khusus. Lagipula saat itu
umurku belum memenuhi syarat untuk masuk ke sana.
Memang ada sebagian Muslim yang memiliki pendapat secara
individual sehingga mareka tidak membatasi diri dalam hal semacam ini. Termasuk
juga teman sebangsanya seperti clubbing, dancing, dan drinking. Yah, meski
tidak mengaku terlalu relijius, aku bukan termasuk golongan ini.
Lagipula aku tidak begitu menyukai hingar-bingar. Bagiku dan
mungkin juga bagi kebanyakan Muslim, wisata yang ideal itu lebih ke apa yang
bisa dinikmati mata, serta tidak bisa didapatkan di tanah air. Seperti bangunan-bangunan
klasik, panorama, bunga-bunga akesotis, musim, tata kota, taman, gedung ikonik,
show, hingga belanja di spot andalan kota tersebut.
4. Tidak Semua Bulan Ideal untuk
Traveling
Bagi Muslim, jalan-jalan ke Eropa dalam rangka pure
traveling di waktu Ramadhan tentu bukan timing yang tepat. Terlebih biasanya
Ramadhan selalu datang bersamaan dengan musim panas, plus waktu berbuka yang
molor bahkan sampai pukul 9 malam atau bisa lebih.
Wah, bisa dibayangkan
sendiri ya seperti apa keadaanmu di sana.
Meskipun Ramadhan bukanlah waktu yang tepat untuk
merencanakan perjalanan, ini bukan berarti kita tidak punya alternatif lain.
Kamu bisa memilih paket perjalanan umroh yang biasanya lebih murah saat
Ramadhan.
Selama di Tanah Suci dan Madinah, kamu tidak hanya
menikmati perjalanan secara harfiah, melainkan juga perjalanan spiritual. Ini
cocok sekali dengan momen Ramadhan.
Lagipula kondisi geografis Timur Tengah tidak akan
membuatmu berjalan kaki terlalu jauh di bawah terik. Di sana, kamu akan tetap
berwisata menikmati pesona Masjidil Haram dan Nabawi yang menakjubkan itu, dan
tentu saja tidak perlu berpanas-panasan.
Kamu bisa berdiam diri sepanjang hari di Masjidil Haram,
ibadah, baca Quran, tadabur, berdoa dengan khusyuk, berkenalan dengan Muslimah
antar bangsa, bertukar ilmu, mendengarkan tausiah, lalu begitu sampai waktu
berbuka, sudah ada yang menyediakan takjil. Kamu bisa berbuka dengan kesegaran
air zam-zam sambil makan takjil. Menyenangkan, bukan?
Itulah tadi 4 hal yang membuat traveler Muslim itu berbeda
dari traveler lainnya. Semoga 4 hal tersebut tidak menjadi penghalang bagimu
untuk melihat dunia yang luas ini. Jangan pernah menjadikan agama sebagai
alasan ketidak mampuan kita.
Buktinya sejauh ini, ada banyak Muslimah yang sudah
berkeliling di puluhan negara di dunia. Contohnya Asma Nadia. Mbak Asma
membuktikan bahwa Muslimah itu juga bisa keren seperti traveler lainnya, dan
hebatnya lagi, di tengah kesibukan dan kerepotan sebuah travel tersebut,
Muslimah tetap mengingat kewajibannnya kepada Sang Pencipta.
Lots of Love
Sofia
Masih mikir budget kalo mau traveling ke luar negri. Xixixi. Ya udah Indonesia aja. Hahaha
ReplyDeleteiya bener banget mbak
ReplyDeletewah betul banget sofi, aku juga membatasi diri untuk hal2 yg di luar syariat kalo travelling ke luar *lah belum pernah ke luar juga*, dimana pun shalat harus paling yang utama
ReplyDeleteYang paling penting traveling kemanapun adalah sholat dan makan makanan halal...heheh
ReplyDeleteSepertinya menyenangkan bisa melihat sisi belahan dunia lain, sebagai salah satu cara mensyukuri dan mengagumi nikmat yang Allah berikan.
ReplyDeleteSependapat dengan Sofi, bagi seorang muslim dimana pun dan kapan pun keimanan haruslah selalu menjadi pegangan, demi iman itu demua tuntutannya harus dilaksanakan antara lain, sholat, makanan halal serta ibadah lainnya....
ReplyDelete