Sahabatku, bagian dari hidupku, teman masa kecilku...
Kotaku sedang diguyur hujan malam ini, lalu bagaimana
kabar kotamu? Bagaimana kabar kota yang pernah menyimpan diriku itu? Percayalah,
setiap malam aku berdoa semoga kotamu selalu bercahaya. Percayalah, setiap
malam aku merindukan kotamu, terlebih merindukanmu. Aku ingin bersama denganmu
lebih lama lagi, kemudian kita akan banyak bercerita tentang masa lalu, tentang
desa dan ladang jagung yang mulai menguning.
Sahabatku, aku tidak pernah melupakanmu. Demi diriku dan
dirimu, bahwa setiap saat aku merintih kepada Allah agar bisa kembali bertemu
denganmu. Masih banyak tanggung jawabku atasmu yang belum terselesaikan. Kepergianku
menyisakan banyak hal yang tertunda, juga kamu yang luka.
Malam ini, aku mengirimkan jutaan permintaan maafku ke
langit. Berharap Allah menyampaikannya padamu. Maafkan aku yang tak setia pada
janji kita. Maafkan aku yang ingkar pada impian kita. Maafkan aku karena tak
menemanimu.
Bagiku, meski umurmu lebih tua 8 bulan, kamu adalah
adikku, adik perempuanku. Aku menangis saat mengenangmu, terlebih saat
mengenang masa kecil kita yang begitu memesona. Aku ingin bercerita pada dunia,
bahwa kamulah satu-satunya sahabat terbaikku.
Padamu, aku melihat diriku. Dan padaku, kamu melihat
dirimu.
Jadi, maafkanlah aku. Maaf aku telah menumpahkan air
matamu kala mengantarku ke dermaga. Maaf aku telah membuatmu kecewa hingga
jatuh sakit. Ketahuilah, aku memikirkanmu lebih banyak daripada memikirkan
diriku sendiri. Aku tidak meninggalkanmu. Semua yang kulakukan di sini
semata-mata agar suatu hari kelak jalanku semakin dipermudah ketika memulainya
denganmu. Percayalah, kita akan memiliki usaha bersama. Kita akan berbelanja
bersama. Kita akan pulang ke kampung halaman bersama.
Kamu tahu apa impian tertinggiku bersamamu?
Adalah ketika aku bisa menunjukkan padamu sebuah kota
indah yang dikelilingi tiga selat. Aku berdoa semoga kita bisa berkunjung ke
sana. Kamu bersama suamimu, dan aku bersama suamiku. Atau kita berdua saja.
Saat di sana nanti, aku ingin bercerita padamu segala
hal yang kutahu tentang kota itu. Aku ingin mengambil fotomu di depan sebuah
bangunan paling impresif di sana, di depan deretan tulip berwarna merah jambu,
di depan kawanan merpati di halaman Masjid, atau di sebuah geladak kapal yang
membawa kita berlayar dari Asia menuju Eropa.
Seperti biasa, kau selalu memintaku memadu padankan
pakaianmu, maka aku akan memilihkan sebuah syal terbaik untukmu. Jika nanti kau
sudah berkerudung, akulah yang akan memasangkannya untukmu. Aku akan membuatmu
terlihat sama cantiknya dengan kota itu.
Sahabatku, aku tahu betapa lelahnya kamu telah bekerja. Aku
tahu betapa bosannya kamu bertahan selama bertahun-tahun di sana. Aku tahu
semuanya. Namun untuk saat ini, aku belum mampu menyelamatkan kita. Aku belum
mampu melakukan banyak hal. Langkahku masih goyah. Hatiku masih tak teguh. Lagipula,
hutangku masih belum terbayar. Andai pun kita bersama hari ini, kurasa Allah
tidak begitu ridha.
Jadi aku berharap, kau sudi meridhaiku. Kau ikhlas
dengan kepergianku yang sementara. Semoga Allah mengumpulkan kita kembali pada
hari yang lebih cerah, yang lebih melegakan.
Tentang niatmu untuk segera merias tanganmu dengan henna
merah, sungguh akulah yang paling bahagia mendengarnya. Mengaa kau harus takut
melangkah menuju gerbang yang sudah jelas di dalamnya dipenuhi dengan cahaya
dan kebaikan? Mengapa kau tak mau mempercayakan segalanya seutuhnya kepada
Tuhan kita? Dialah yang telah menciptakan kita, menghidupkan kita, dan Dia pula
yang mengatur rezeki kita. Jika seekor semut saja telah dijamin hidup
dan kehidupannya, mengapa engkau dan dia yang bertubuh sempurna justru jadi
pengecut?
Segerakanlah. Sebagai seseorang yang begitu mencintaimu,
aku ingin engkau hidup dalam naungan kasih sayang Allah. Tapi bagaimana semua
itu akan terwujud jika engkau masih menjalin sebuah hubungan yang tidak
disukai-Nya?
Aku ingin engkau mendapatkan yang terbaik. Dunia dan
akhirat. Jadi aku menunggu kabar selanjutnya yang lebih membahagiakan, darimu.
Saat hari itu tiba, aku ingin berada di sisimu. Aku ingin
menjadi orang pertama yang menyaksikan keindahan henna di tanganmu. Aku ingin
menontonmu yang didandani seperti seorang puteri. Aku lah yang akan berkomentar
bila si perias salah ketika menggambar alis matamu.
Apa kau ingat masa-masa dulu ketika aku pernah
mendandanimu dengan bunga-bunga taman? Aku suka menghias rambutmu, kemudian
memasang bunga aneka warna di atas kepalamu. Lalu teman-teman kecil kita akan
mengrgiringmu ke pelaminan yang kita ciptakan dari kayu-kayu dan dedaunan. Waktu
itu kita selalu kesulitan menemukan teman yang bisa berperan sebagai pengantin lelaki,
karena di generasi kita tak ada anak lelaki yang sebaya. Ada satu, itu pun
harus pindah ke Jawa dan kembali setelah ia duduk di bangku sekolah menengah. Jadi
masa kecil kita benar-benar dikelilingi oleh teman-teman perempuan.
Tapi sekarang, soal siapa yang akan jadi pengantin
laki-laki, kita tidak perlu pusing lagi. Engkau telah menemukannya. Aku berdoa
semoga dia adalah sebaik yang aku lihat. Semoga akhlaknya seanggun yang
kusimpulkan. Semoga ia mencintaimu dengan segenap hati dan jiwa. Semoga ia
memuliakanmu laksana perhiasan syurga yang tidak ternilai. Semoga pada dirinya
engkau menemukan kebahagiaanmu yang sejati.
Sahabatku, masa kecil kita menjadi saksinya, bahwa aku
begitu menyayangimu. Sangat menyayangimu.
Ah, cukup untuk malam ini. Sejak tadi air mataku sudah
berjatuhan, dan aku perlu mengambil tisu. Semoga di sana engkau selalu
berbahagia dan berada dalam naungan cinta kasih-Nya.
Selalu speechless dalam keharuan. :'(
ReplyDeleteSelalu suka sama tulisan Mbak Sofia. Indah, menawan, dan mengharukan
ReplyDeleteAku jadi ingat sahabat masa kecilku yang sekarang makin jauh
ReplyDeleteMaaf dan harapan pasti selalu ada. Aku percaya itu. :)
ReplyDeletememang meminta maaf dan memaafkan itu suatu hal yg sulit dilakukan
ReplyDelete