Wednesday, 15 March 2017

Di antara Tumpukan Maaf dan Harapan




Sahabatku, bagian dari hidupku, teman masa kecilku...

Kotaku sedang diguyur hujan malam ini, lalu bagaimana kabar kotamu? Bagaimana kabar kota yang pernah menyimpan diriku itu? Percayalah, setiap malam aku berdoa semoga kotamu selalu bercahaya. Percayalah, setiap malam aku merindukan kotamu, terlebih merindukanmu. Aku ingin bersama denganmu lebih lama lagi, kemudian kita akan banyak bercerita tentang masa lalu, tentang desa dan ladang jagung yang mulai menguning.

Sahabatku, aku tidak pernah melupakanmu. Demi diriku dan dirimu, bahwa setiap saat aku merintih kepada Allah agar bisa kembali bertemu denganmu. Masih banyak tanggung jawabku atasmu yang belum terselesaikan. Kepergianku menyisakan banyak hal yang tertunda, juga kamu yang luka. 

Malam ini, aku mengirimkan jutaan permintaan maafku ke langit. Berharap Allah menyampaikannya padamu. Maafkan aku yang tak setia pada janji kita. Maafkan aku yang ingkar pada impian kita. Maafkan aku karena tak menemanimu.

Bagiku, meski umurmu lebih tua 8 bulan, kamu adalah adikku, adik perempuanku. Aku menangis saat mengenangmu, terlebih saat mengenang masa kecil kita yang begitu memesona. Aku ingin bercerita pada dunia, bahwa kamulah satu-satunya sahabat terbaikku. 

Padamu, aku melihat diriku. Dan padaku, kamu melihat dirimu. 

Jadi, maafkanlah aku. Maaf aku telah menumpahkan air matamu kala mengantarku ke dermaga. Maaf aku telah membuatmu kecewa hingga jatuh sakit. Ketahuilah, aku memikirkanmu lebih banyak daripada memikirkan diriku sendiri. Aku tidak meninggalkanmu. Semua yang kulakukan di sini semata-mata agar suatu hari kelak jalanku semakin dipermudah ketika memulainya denganmu. Percayalah, kita akan memiliki usaha bersama. Kita akan berbelanja bersama. Kita akan pulang ke kampung halaman bersama. 

Kamu tahu apa impian tertinggiku bersamamu?

Adalah ketika aku bisa menunjukkan padamu sebuah kota indah yang dikelilingi tiga selat. Aku berdoa semoga kita bisa berkunjung ke sana. Kamu bersama suamimu, dan aku bersama suamiku. Atau kita berdua saja. 

Saat di sana nanti, aku ingin bercerita padamu segala hal yang kutahu tentang kota itu. Aku ingin mengambil fotomu di depan sebuah bangunan paling impresif di sana, di depan deretan tulip berwarna merah jambu, di depan kawanan merpati di halaman Masjid, atau di sebuah geladak kapal yang membawa kita berlayar dari Asia menuju Eropa. 

Seperti biasa, kau selalu memintaku memadu padankan pakaianmu, maka aku akan memilihkan sebuah syal terbaik untukmu. Jika nanti kau sudah berkerudung, akulah yang akan memasangkannya untukmu. Aku akan membuatmu terlihat sama cantiknya dengan kota itu. 

Sahabatku, aku tahu betapa lelahnya kamu telah bekerja. Aku tahu betapa bosannya kamu bertahan selama bertahun-tahun di sana. Aku tahu semuanya. Namun untuk saat ini, aku belum mampu menyelamatkan kita. Aku belum mampu melakukan banyak hal. Langkahku masih goyah. Hatiku masih tak teguh. Lagipula, hutangku masih belum terbayar. Andai pun kita bersama hari ini, kurasa Allah tidak begitu ridha. 

Jadi aku berharap, kau sudi meridhaiku. Kau ikhlas dengan kepergianku yang sementara. Semoga Allah mengumpulkan kita kembali pada hari yang lebih cerah, yang lebih melegakan. 

Tentang niatmu untuk segera merias tanganmu dengan henna merah, sungguh akulah yang paling bahagia mendengarnya. Mengaa kau harus takut melangkah menuju gerbang yang sudah jelas di dalamnya dipenuhi dengan cahaya dan kebaikan? Mengapa kau tak mau mempercayakan segalanya seutuhnya kepada Tuhan kita? Dialah yang telah menciptakan kita, menghidupkan kita, dan Dia pula yang mengatur rezeki kita. Jika seekor semut saja telah dijamin hidup dan kehidupannya, mengapa engkau dan dia yang bertubuh sempurna justru jadi pengecut?

Segerakanlah. Sebagai seseorang yang begitu mencintaimu, aku ingin engkau hidup dalam naungan kasih sayang Allah. Tapi bagaimana semua itu akan terwujud jika engkau masih menjalin sebuah hubungan yang tidak disukai-Nya?

Aku ingin engkau mendapatkan yang terbaik. Dunia dan akhirat. Jadi aku menunggu kabar selanjutnya yang lebih membahagiakan, darimu. 

Saat hari itu tiba, aku ingin berada di sisimu. Aku ingin menjadi orang pertama yang menyaksikan keindahan henna di tanganmu. Aku ingin menontonmu yang didandani seperti seorang puteri. Aku lah yang akan berkomentar bila si perias salah ketika menggambar alis matamu.

Apa kau ingat masa-masa dulu ketika aku pernah mendandanimu dengan bunga-bunga taman? Aku suka menghias rambutmu, kemudian memasang bunga aneka warna di atas kepalamu. Lalu teman-teman kecil kita akan mengrgiringmu ke pelaminan yang kita ciptakan dari kayu-kayu dan dedaunan. Waktu itu kita selalu kesulitan menemukan teman yang bisa berperan sebagai pengantin lelaki, karena di generasi kita tak ada anak lelaki yang sebaya. Ada satu, itu pun harus pindah ke Jawa dan kembali setelah ia duduk di bangku sekolah menengah. Jadi masa kecil kita benar-benar dikelilingi oleh teman-teman perempuan. 

Tapi sekarang, soal siapa yang akan jadi pengantin laki-laki, kita tidak perlu pusing lagi. Engkau telah menemukannya. Aku berdoa semoga dia adalah sebaik yang aku lihat. Semoga akhlaknya seanggun yang kusimpulkan. Semoga ia mencintaimu dengan segenap hati dan jiwa. Semoga ia memuliakanmu laksana perhiasan syurga yang tidak ternilai. Semoga pada dirinya engkau menemukan kebahagiaanmu yang sejati.

Sahabatku, masa kecil kita menjadi saksinya, bahwa aku begitu menyayangimu. Sangat menyayangimu. 

Ah, cukup untuk malam ini. Sejak tadi air mataku sudah berjatuhan, dan aku perlu mengambil tisu. Semoga di sana engkau selalu berbahagia dan berada dalam naungan cinta kasih-Nya.

5 comments:

  1. Selalu speechless dalam keharuan. :'(

    ReplyDelete
  2. Selalu suka sama tulisan Mbak Sofia. Indah, menawan, dan mengharukan

    ReplyDelete
  3. Aku jadi ingat sahabat masa kecilku yang sekarang makin jauh

    ReplyDelete
  4. Maaf dan harapan pasti selalu ada. Aku percaya itu. :)

    ReplyDelete
  5. memang meminta maaf dan memaafkan itu suatu hal yg sulit dilakukan

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...