Ramadhan tahun ini lebih banyak kuhabiskan di kota
Hujan. Banyak sekali yang harus diurus demi mendapatkan selembar surat lulus
dari kampus, karena itulah jadwal pulangku harus diundur sampai tanggal 10
besok, insyaAllah.
Nah, aku mau cerita perbedaan yang paling
kurasakan antara puasa di rantau dan puasa di rumah. Tidak lain tidak bukan
adalah pola makanku saat sahur dan berbuka. Kalau di rumah, biasanya saat buka
puasa aku tidak langsung makan melainkan shalat berjamaah terlebih dahulu di
Musola. Bapak selalu marah tiap kali melihat aku langsung mengambil piring
seusai azan.
“Biarkan perutnya istirahat dulu, jangan langsung
diisi makanan berat.” Begitu yang selalu Bapak katakan. Bapak sendiri sudah sangu
3 butir kurma dan segelas air ke Musola. Beliau hanya buka dengan makanan
tersebut.
Tapi di rantau sini, usai azan aku langsung saja
minum, makan gorengan, makan nasi, kalau sudah kenyang barulah shalat Magrib. Peringatan
Bapak saat di rumah seperti lupa begitu saja. Lagipula kalau perut lapar malah
tidak khusyuk shalatnya. Barulah kemaren, sambil makan takjil aku berpikir, “Kira-kira
apa alasan ilmiahnya Bapak melarangku langsung makan makanan berat saat
berbuka? Bapak memang tidak sekolah tinggi, tapi soal bacaan beliau sudah
menamatkan banyak buku dibandingkan aku. Tentu beliau punya alasan logis.”
Aneh, ya? Kok bisa yang ngisi kuliah tentang hal seperti itu malah seorang non Muslim?
Dari wawancara tersebut aku tahu betapa Pak Wied
ini sudah menjalankan pola hidup sehat sesuai tuntunan dalam Islam, khususnya
yang dilakukan oleh Rasulullah saw. Dari jawaban-jawaban beliau, aku simpulkan
kalau beliau juga paham tentang ajaran Islam dan esensi berpuasa.
Pak Wied yang sudah menelurkan banyak buku tentang
pola hidup sehat dan juga penggiat Food Combining ini menjelaskan menu yang
baik untuk sahur dan berbuka. Saat sahur, sebaiknya kita hanya mengkonsumsi
buah-buahan saja. Karena manis alami buah bisa dengan mudah dicerna oleh tubuh
kita. Lah, kalau hanya sahur dengan buah, bagaimana saya bisa kuat puasa? Jam sembilan
pagi juga sudah lapar lagi.
“Kalau tidak mau lapar, ya nggak usah puasa. Justru itulah esensi puasa agar kita bisa menghayati rasa lapar yang dirasakan oleh saudara-saudara kita yang tidak mampu.” Ujar Pa Wied tegas.
Sedangkan saat berbuka, Pak Wied juga mengingatkan
kembali tentang cara Rasulullah berbuka yaitu dengan air putih dan tiga butir
kurma. Ternyata dalam daging kurma itu ada zat yang bisa mengontrol kadar gula
dalam darah. Berbanding terbalik dengan manis gula yang biasa kita konsumsi
dalam sirup, kolak, es teh, dsb, yang justru menaikkan kadar gula dalam darah.
Pak Wied memberi tahu, jika tidak ada kurma, bisa diganti dengan
air kelapa. Tidak perlu ditambahi es, gula atau sirup, cukup kesegaran dan
manis asli air kelapa tersebut. Sebenarnya kalau diamati, yang namanya es,
gula, sirup, itukah hanya hawa nafsu kita saja. Keinginan kita, bukan keinginan
tubuh kita. Lagipula, bukankah puasa itu untuk menahan hawa nafsu? Jangan hanya
puasa saja, namun spiritualnya tidak ikut naik.
“Sehabis makan kurma atau air kelapa, biasanya saya istirahat dulu selama 5 menit seperti waktu yang digunakan untuk shalat, setelah itu baru makan.” Kembali Pak Wied menjelaskan caranya berbuka.
Ternyata Pak Wied juga berpuasa, ya?
Iya, benar. Bahkan beliau puasa sampai 40 hari
dengan tujuan detoksifikasi. Nah, di sini aku dibuat terkagum-kagum dengan
ajaran Islam yang begitu sempurna. Ternyata puasa yang diperintahkan Allah itu
bukan untuk siapa-siapa kok, melainkan untuk kesehatan kita sendiri. Puasa yang kita lakukan itu bisa membersihkan tubuh kita dari racun-racun jahat.
Asal nih, puasanya dijalankan dengan benar.
Selama ini kebanyakan Muslim malah menjadikan
Ramadhan untuk foya-foya dalam urusan makanan. seolah-olah di waktu berbuka itu
semuanya bisa dimakan. Nggak heran ya kalau lihat ibu-ibu rumah tangga masak
aneka masakan di saat Ramadhan. Kalau hari biasa hanya dua jenis masakan, di
bulan Ramadhan jadi mermacam-macam sampai meja makan penuh. Belum lagi ditambah
sirup, kolak, es buah, dan sebagainya. Bukannya detoks, yang ada zat-zat jahat
malah semakin numpuk dalam tubuh. Bukan hanya itu kerugiannya, budget Ramadhan
pun ternyata naik dua kali lipat dibandingkan hari biasa.
“Saya setuju kalau budget Ramadhan itu naik sampai 40%, tapi bukan dibelanjakan untuk makanan, melainkan untuk beramal dan sedekah. Keluar dari Comfort Zone itu susah. Membiasakan makan sederhana itu memang tidak mudah, tetapi itulah justru kita berpuasa, supaya bisa menahan makan makanan yang berlebihan untuk tubuh kita. Jangan sampai budget bengkak hanya untuk menu berbuka atau sahur, karena puasa itu intinya mengikuti kesederhanaan Nabi.” Ujar Pak Wied lagi.
Oke, Pak Wied ilmunya sangat bermanfaat. Penjelasan
beliau membuatku berkaca dan merasa sangat malu. Kalau beliau yang Katolik saja
bisa meneladani Rasulullah saw, seharusnya kita yang Muslim jauh lebih piawai. Yuk,
syukuri tubuh dan kesehatan yang diberikan Allah dengan menjaganya dengan baik.
“Perutmu itu sepertiganya untuk makanan, sepertiga
untuk minum, dan sepertiga untuk udara.”
"Hai
anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan
minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berlebih-lebihan." (Q.S 7:31)
Referensi:
http://kenandari.blogspot.com.tr/2013/07/wied-harry-apriadji-puasa-itu-mengikuti.html
Pak Wied ini memang konsisten banget dengan pola makan hidup sehatnya :)
ReplyDeletewow, menarik ya. setuju banget budget ramadhna naik itu untuk sedekah . kebetulan banyak uang THR yg harus dikeluarkan untuk guru2, satpam komplek dsb :)
ReplyDeletePak Wied adalah praktisi food combining yang kukenal selain andang gunawan dan erikar lebang :)
ReplyDeleteAku baru tahu kalau beliau itu katholik :D
Dulu dia jadi host acara masak sehat gitu kan ya? Sekarang nggak kelihatan lagi.
ReplyDeleteaku ikutan groupnay di FB nih
ReplyDeleteBaru tahu tentang Pak Wied ini...
ReplyDeleteAku sering Sof sahur cuma air putih dan buah doang, nggak baik ya sebenernya. :D
aku belum tahu sosok pak wied baru baca skrg nih :D
ReplyDelete