Aku memilih kata 'antara' bukanlah untuk mengungkapkan cerita tentang dua jiwa yang terpisah ruang, bukan pula kata untuk menggambarkan perbedaan keduanya. Ini hanya sekadar sebuah perjalan. Perjalanku di pagi Jumat menuju kelas kuliah dan praktikum yang lumayan menelan waktu. Aku hanya ingin bercerita apa yang tertangkap indera penglihatan dan pendengaranku dari balik kaca angkutan hijau yang kutumpangi. Ini 'hanya' tentang rasa yang singgah, terkadang meninggalkan bekas dan tak jarang hanya berlalu tanpa jejak.
Jadi, biarkanlah aku bercerita tentang mereka, mereka yang singgah pagi ini dalam rasa. Mereka yang terus berwajah mendung, terlebih saat jalanan merangkak karena padatnya kendaraan, mereka yang pagi-pagi sekali sudah merelakan waktu, duduk di depan stir dan memanggil-manggil setiap manusia yang berwajah menunggu di tepi jalan. Aku tertarik dengan kisah mereka karena aku merasa sudah panjang jalan yang mereka lalui, pastilah banyak cerita juga yang telah terekam dalam perjalanan itu. Mereka yang lebih banyak lengah kala panggilan cinta-Nya berpendar dari setiap menara dan corong-corong. Mereka tak peduli, jalanan membuat hati mereka jauh lebih tenteram karena seratus meter saja orang-orang yang menumpang akan memberinya rupiah, lebih menjanjikan daripada janji-janji kitab suci yang entah kapan baru akan tertunaikan. Mereka tanpa sadar telah mengingkari perjalananya sendiri. Betapa seharusnya mereka memahami hakikat perjalanan. Mereka membawa manusia yang semuanya bertujuan. Bahkan kendaraan yang mereka kendalikan pun bertuliskan asal dan tujuan jalan. Mereka hanya melupakan satu, mereka lupa bahwa hidup juga sebuah perjalanan. Perjalanan menuju pemberhentian abadi. Mereka terus mengumpulkan rupiah untuk kebahagiaan keluarga di rumah, di pemberhentian. Tapi mereka lupa mengumpulkan pundi-pundi kebahagiaan untuk nanti, sesampai di tujuan sesungguhnya.
Tak semua. Memang tak semua. Tidak ada yang sempurna semua. Ini hanya rasa yang mengalir dari pandanganku saja. Tak perlu diperdebatkan, jika tak suka, lupakan saja.
Awalnya, aku ingin lebih menghayati mereka para penjual di tepi-tepi jalan atau para manusia belia-sangat belia- berpakaian sama kala senin-sabtu yang berderet rapi menunggu pengantar bayaran menuju tujuan, entah untuk belajar entah apa, aku tak bisa menerka.
Tapi, kurasa cerita para pengemudi angkutan itu lebih menarik.
Sekali lagi, ini hanya tentang rasa. Jangan diperdebatkan.
No comments:
Post a Comment