Monday 31 December 2012

Sedikit Tentang Buku 'Cahaya di Atas Cahaya' Oki Setiana Dewi

Apa kabar sahabat? Semoga masih berada dalam naungan Hidayah dan kasih sayang-Nya. Amin...
Kali ini saya ingin berbagi tentang buku ke tiga mbak Oki, sebenarnya buku 344 halaman ini saya beli awal Ramadhan lalu. Cuma, karena ini dan itu jadi lupa untuk sedikit membahasnya dan berbagi apa yang saya dapat dari dalam buku ini kepada kalian semua. It’s okay, meski sudah agak lama, namun isinya tidak akan pernah basi kok, itulah kehebatan sebuah karya tulis. Bahkan hingga penulisnya sudah terlebih dahulu meninggalkan Dunia ini, karyanya tetap abadi. Semoga kita semua bisa terus mengasah kemampuan menulis ya, amin...

Baiklah sahabat, mengapa buku ini berjudul Cahaya di Atas Cahaya? Karena...mbak Oki maunya begitu. Nah kok?

Pada bagian prolog di buku ini, kita akan langsung mengerti kenapa mbak Oki memberinya judul tersebut. “Sesungguhnya ilmu adalah cahaya, dan cahaya Allah takkan datang kepada seorang yang berbuat maksiat” benar bukan? Ya, Ilmu memang seperti cahaya, tanpa ilmu tidak akan pernah ada peradaban, tanpa ilmu dunia hanya akan dipenuhi oleh kebodohan dan kegelapan, tanpa ilmu Manusia tidak akan pernah mengenal dirinya dan Tuhanya. Ah, betapa agungnya ilmu hingga Allah memerintahkan Nabi-Nya berdo’a agar Rabbul Izzati berkenan memberi ilmu sebagai rezeki (Tha’Ha:114). Iya sahabat, buku ini memuat pengalaman mbak Oki saat menimba Ilmu di Kota cahaya, Makkah. Makkah adalah Satu-satunya tempat yang cahayanya bahkan terlihat ditengah pekatnya angkasa. Makkah, Pusat Bumi yang cahayanya tetap terlihat dalam jarak ribuan tahun cahaya. Subhanallah, semoga kita juga diberi kesempatan untuk mengunjungi dan meraup ilmu dari Kota itu sahabat. Amin...

Pada bagian awal buku ini, mbak Oki menceritakan betapa tidak mudah untuk merealisasikan mimpinya ini. Namun, setiap ada keinginan, Ikhtiar dan Do’a yang kuat pada sebuah keinginan InsyaAllah Allah pun akan memudahkanya untuk kita. Dan di dalam buku ini, mbak Oki telah membuktikanya. Dengan Uang yang pas-pasan, masalah Visa yang hampir tak bisa keluar, Pesawat yang penuh hingga harus masalah menentukan siapa yang akan menjadi mahram selama di Tanah Suci nanti. Semua terasa seperti tembok besar yang berdiri kokoh menghalangi mimpi mbak Oki untuk belajar di Makkah, namun... Ia terus berdo’a dan Ikhtiar dan Allah mendengarnya. Mbak Oki berangkat bersama sang Ibu tercinta dan seorang mahram, Uwak Bandi namanya. Seorang kakek tetangga Mbak Oki yang sering menjaga mbak Oki sewaktu kecil. Ah, tak bisa kubayangkan betapa bahagianya kakek itu. Semoga Allah membalasnya dengan sebaik-baik balasan mbak Oki...

Selain itu, Mbak Oki juga menceritakan bagaimana perjuanganya untuk belajar Bahasa Arab kepada setiap orang yang bisa dijadikanya guru di Masjidil Haram, bagaimana kekuatan keinginanya untuk menghafal Al-Qur’an. Semuanya di ceritakan dengan apik dan memotivasi. Memotivasi untuk terus menuntut ilmu dan membuat mimpi untuk mengunjungi Kota yang paling dicintai Allah dan Rasul-Nya itu semakin menggebu. 
Di Makkah, mbak Oki bisa belajar Bahasa Arab di Ummul Qura’ University tanpa persyaratan apapun. Padahal, sejauh ini banyak sekali persyaratan yang harus di lengkapi untuk bisa belajar di Universitas ternama itu. Di Kampus barunya, Mbak Oki bertemu dengan wanita-wanita dari berbagai Negara yang memiliki kecintaan luar biasa pada Islam. Banyak cerita luar biasa dari teman-temanya itu. Untuk cerita itu, sebaiknya sahabat baca sendiri yaa...

Sudah ya? Belum... masih banyak pengalaman yang dikemas mbak Oki dalam kata-kata sederhana namun memikat. Tentang perjalananya mendaki Jabal Nur juga tidak kalah menarik, belum lagi kunjunganya ke Makam Rasulullah SAW dan Madinah. Semuanya luar biasa menginspirasi.
Hmm... sepertinya ini sudah cukup sahabat, insyaAllah lain kali akan di bahas mengenai buku-buku lain yang juga bermanfaat. Jangan sampai kehabisan yaa. Sekedar info, buku Mbak Oki selanjutnya yang berjudul ‘Hijab I’m In Love’ akan segera terbit. Salam Ukhuwah sahabat semua...

Friday 28 December 2012

Teknik Menulis Resensi Buku




~dan…kebahagiaan akan berlipat ganda
jika dibagi dengan orang lain~

(Paulo Coelho dalam novel “Di Tepi Sungai Piedra”)

Beruntung orang yang suka membaca buku. Mereka yang gemar membaca buku akan terbuka wawasannya, tidak kuper dan cupet pandangan. Mereka akan mendapatkan informasi selain yang dipikirkannya selama ini, begitu juga referensi dan pengetahuannya akan bertambah luas. Inilah sebenarnya investasi berharga sebagai modal untuk mengarungi kehidupannya. Orang yang menyukai aktivitas membaca, biasanya mereka tidak akan terjebak dalam pola berpikir sempit ketika menghadapi problem-problem penting yang terjadi di dunia. Dalam kehidupan nyata juga berpeluang besar punya potensi dan kecenderungan yang bijak dalam mensikapi kejadian-kejadian keseharian di sekitarnya.

 Tapi, bagi orang yang ingin berbuat lebih dan mau berbagi ilmu kepada orang lain, membaca saja tak cukup. Mereka perlu memiliki ketrampilan lagi yaitu ketrampilan meresensi buku (berbagi bacaan). Sebelum melangkah kepada teknik ringkas meresensi buku, ada beberapa hal penting mengapa resensi perlu dibuat. Tujuannya, diantaranya sebagai berikut,

1. Membantu pembaca (publik) yang belum berkesempatan membaca buku yang dimaksud (karena buku yang diresensi biasanya buku baru) atau membantu mereka yang memang tidak punya waktu membaca buku sedikitpun. Dengan adanya resensi, pembaca bisa mengetahui gambaran dan penilaian umum terhadap buku tertentu. Setidaknya, dalam level praktis keseharian, bisa dijadikan bahan obrolan yang bermanfaat dari pada menggosip yang tidak jelas juntrungnya.

2. Mengetahui kelemahan dan kelebihan buku yang diresensi. Dengan begitu, pembaca bisa belajar bagaimana semestinya membuat buku yang baik itu. Memang, peresensi bisa saja sangat subjektif dalam menilai buku. Tapi, bagaimanapun juga tetap akan punya manfaat (terutama kalau dipublikasikan di media cetak, karena telah melewati seleksi redaktur). Lewat buku yang diresensi itulah peresensi belajar melakukan kritik dan koreksi terhadap sebuah buku. Disisi lain, seorang pembaca juga akan melakukan pembelajaran yang sama. Pembaca bisa tahu dan secara tak sadar akan menggumam pelan “Oooo buku ini begini…. begitu” setelah membaca karya resensi.

3. Mengetahui latarbelakang dan alasan buku tersebut diterbitkan. Sisi Undercovernya. Kalaupun tidak bisa mendapkan informasi yang demikian, peresensi tetap bisa mengacu pada halaman pengantar atau prolog yang terdapat dalam sebuah buku. Kalau tidak, informasi dari pemberitaan media tak jadi soal.

4. Mengetahui perbandingan buku yang telah dihasilkan penulis yang sama atau buku-buku karya penulis lain yang sejenis. Peresensi yang punya “jam terbang” tinggi, biasanya tidak melulu mengulas isi buku apa adanya. Biasanya, mereka juga menghadirkan karya-karya sebelumnya yang telah ditulis oleh pengarang buku tersebut atau buku-buku karya penulis lain yang sejenis. Hal ini tentu akan lebih memperkaya wawasan pembaca nantinya.

5. Bagi penulis buku yang diresensi, informasi atas buku yang diulas bisa sebagai masukan berharga bagi proses kreatif kepenulisan selanjutnya. Karena tak jarang peresensi memberikan kritik yang tajam baik itu dari segi cara dan gaya kepenulisan maupun isi dan substansi bukunya. Sedangkan, bagi penerbit bisa dijadikan wahana koreksi karena biasanya peresensi juga menyoroti soal font (jenis huruf) mutu cetakan dsb.

Nah, untuk bisa meresensi buku, sebenarnya tidak sesulit yang dibayangkan sebagian orang. Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan siapa saja yang akan membuat resensi buku asalkan mereka mau. Diantaranya;

A. Tahap Persiapan

1. Memilih jenis buku. Tentu setiap orang mempunyai hobi dan minat tertentu pada sebuah buku. Pada proses pemilihan ini akan lebih baik kalau kita fokus untuk meresensi buku-buku tertentu yang menjadi minat atau sesuai dengan latarbelakang pendidikan kita. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa seseorang tidak mungkin menguasai berbagai macam bidang sekaligus. Ini terkait dengan ” otoritas ilmiah”. Tidak berarti membatasi atau melarang-larang orang untuk meresensi buku. Tapi, hanya soal siapa berbicara apa. Seorang guru tentu lebih paham bagaimana cara mengajar siswa dibandingkan seorang tukang sayur.

2. Usahakan buku baru. Ini jika karya resensi akan dipublikasikan di media cetak. Buku-buku yang sudah lama tentu kecil kemungkinan akan termuat karena dinilai sudah basi dengan asumsi sudah banyak yang membacanya. Sehingga tidak mengundang rasa penasaran. Untuk buku-buku lama (yang diniatkan hanya sekedar untuk berbagi ilmu, bukan untuk mendapatkan honor) tetap bisa diresensi dan dipublikasikan misalnya lewat blog (jurnal personal).

3. Membuat anatomi buku. Yaitu informasi awal mengenai buku yang akan diresensi. Contoh formatnya sebagai berikut;

Judul Karya Resensi

Judul Buku :
Penulis :
Penerbit :
Harga :
Tebal :

B. Tahap Pengerjaan

1. Membaca dengan detail dan mencatat hal-hal penting. Ini yang membedakan antara pembaca biasa dan peresensi buku. Bagi pembaca biasa, membaca bisa sambil lalu dan boleh menghentikan kapan saja. Bagi seorang peresensi, mesti membaca buku sampai tuntas agar bisa mendapatkan informasi buku secara menyeluruh. Begitu juga mencatat kutipan dan pemikiran yang dirasa penting yang terdapat dalam buku tersebut.

2. Setelah membaca, mulai menuliskan karya resensi buku yang dimaksud. Dalam karya resensi tersebut, setidaknya mengandung beberapa hal;

• Informasi(anatomi) awal buku (seperti format diatas).
• Tentukan judul yang menarik dan “provokatif”.
• Membuat ulasan singkat buku. Ringkasan garis besar isi buku.
• Memberikan penilaian buku. (substansi isinya maupun cover dan cetakan fisiknya) atau membandingkan dengan buku lain. Inilah sesungguhnya fungsi utama seorang peresensi yaitu sebagai kritikus sehingga bisa membantu publik menilai sebuah buku.
• Menonjolkan sisi yang beda atas buku yang diresensi dengan buku lainnya.
• Mengulas manfaat buku tersebut bagi pembaca.
• Mengkoreksi karya resensi. Editing kelengkapan karya, EYD dan sistematika jalan pikiran resensi yang telah dihasilkan. Yang terpenting tentu bukan isi buku itu apa, tapi apa sikap dan penilaian peresensi terhadap buku tersebut.

C. Tahap Publikasi

1. Karya disesuaikan dengan ruang media yang akan kita kirimi resensi. Setiap media berbeda-beda panjang dan pendeknya. Mengikuti syarat jumlah halaman dari media yang bersangkutan adalah sebuah langkah yang aman bagi peresensi.

2. Menyertakan cover halaman depan buku.

3. Mengirimkan karya sesuai dengan jenis buku-buku yang resensinya telah diterbitkan sebelumnya. Peresensi perlu menengok dan memahami buku jenis apa yang sering dimuat pada sebuah media tertentu. Hal ini untuk menghindari penolakan karya kita oleh redaktur.

Demikian ulasan sekilas mengenai teknik sederhana meresensi buku. Pada intinya, persoalan meresensi buku adalah soal berbagi (ilmu). Setelah membaca buku, biasanya kita bahagia karena memperoleh wawasan baru. Dengan begitu urusan meresensi buku juga bisa berarti kita berbagi kebahagiaan dengan orang lain.

di kutip dari http://forumlingkarpena.net/tips_menulis/read/teknik_menulis_resensi_buku/

Sunday 16 December 2012

Film 5 cm, Persahabatan dan Puncak Tertinggi Jawa

Menuju puncak Mahameru
      Satu hari yang lalu, tepatnya sabtu malam 15 Desember 2012. aku dan ke-8 temanku (satu kontrakan) memilih menghabiskan malam minggu untuk Hang Out bareng ke Mall. Buat apa? Belanja? sayangnya untuk kali ini bukan tempatmya aku membahas tips-tips belanja hemat coz terikat judul yang sudah aku buat, yaitu review film 5 cm. yaa... kita-kita sudah memesan tiket sejak jam 17.00 lho (dua orang teman berangkat terlebih dahulu, dan selebihnya menyusul sesudah maghrib)dan itupun tiket untuk jam tayang  19.15 sudah ludes. Akhirnya kita kebagian pada jam 20.00 WIB. Jadilah kita menanti jam 20.00 adalah penantian yang membosankan. mau shopping, dompet lagi kempes. akhirnya kami memutuskan untuk memperhatikan mas-mas dan mbak-mbak yang lewat. yahh, memang sudah takdirnya bioskop selalu dipenuhi oleh muda-mudi yang berpasang-pasangan dengan memamerkan keromantisan yang solah-olah dunia milik berdua (yang lainya ngontrak).
      Setelah sekian lama menunggu, akhirnya jam 20.00 datang juga. Setelah memasuki ruangan, butuh jeda sekitar 15 menit sebelum akhirnya layar besar itu menampilkan film yang paling banyak diperbincangkan akhir-akhir ini. betapa tidak butuh waktu 4 tahun untuk menyelesaikanya.

siapakah aktor-aktor nya?
hmm... Pernah nonton film Di Bawah Naungan Ka'bah kan? nah sebagai pemeran utamanya adalah Herjunot Ali sebagai Zafran. di film ini dia lebih bersifat santai-tidak intelektual-, pencinta puisi, dan gokil. selanjutnya, siapa sih yang gak kenal sama fahri? yups, Fedi Nuril sebagai Genta. di film ini fedi berkarakter paling dewasa and paling intelektual di antara yang lainya. pemain yang lainya adalah Denny Sumargo sebagai Arial berkarakter sok cool, hobby nge-gym, tapi gak pernah berani ngomong sama cewek, Raline Shah sebagai Riani  berkarakter sederhana dan periang, dan Igor Saykoji sebagai Ian berkarakter periang, hobby makan mie instan, ngefans sama Happy Salma, and paling telat diwisuda.

Gimana sich alur ceritanya?
untuk alurnya menggunakan alur maju. di awal film, Zafran sebagai pemilik cerita memperkenalkan keempat teman-temanya lengkap dengan karakter dan kesukaan masing-masing. Film ini menceritakan kekuatan persahabatan dan ingin menampilkan keindahan Indonesia secara real.

Dimana konfliknya?
Asmara
konflik perasaan masing-masing tokoh sebenarnya langsung terlihat sejak beberapa menit film ini dimulai. dimana Arial yang sebenarnya juga menyukai cewek yang pernah mengulurkan tanganya kepada Arial (namun tidak disambut karena Arial gerogi), dimana Genta dan Riani yang selalu berpandang-pandangan, dan Zafran yang menyukai adik Arial. buat Ian, gak punya masalah hati, ia lebih sibuk dengan mie instan dan game player nya.

konflik sebenarnya
konflik sebenarnya adalah perjuangan mereka untuk menuju puncak Mahameru. Ide ini berasal dari idenya Genta (secara dia yang paling pinter). mengapa harus mendaki Mahameru? ini berawal dari percakapan mereka sat ngumpul bareng dirumahnya Arial. disana Genta mengungkapkan, selama ini mereka seperti tidak punya teman lain selain mereka berlima, dan selama sepuluh tahun  Genta merasa persahabatan mereka datar-datar saja. ungkapan tersebut di iyakan oleh ke empat sahabatnya. dari situlah muncul ide agar mereka tidak ketemuan, tidak sms'an, dan tidak telfonan selama tiga bulan. awal ide sih selama enam bulan, tapi Riani tidak setuju karena kelamaan. Dan sebagai perayaan pertemuan mereka pada 17 Agustus, Genta memiliki rencana spesial yang nantinya bakal tidak akan pernah terlupakan seumur hidup. selama selang waktu tiga bulan, mereka msing-masing bisa memperbaiki dan mencapai keinginan masing-masing. Ian akhirnya mendapat undangan sidang, Arial berhasil kenalan dengan cewek tadi, Zafran sibuk menggoda adiknya Arial, Riani dan Genta sibuk dengan proyek-proyek mereka dikantor.

what's the surprise on 17 of August?
Nah itu dia, pendakian Mahameru, punjak tertinggi Jawa.

Bagaimana endingnya?
Nah, untuk ini sebaiknya gak usah di share ya? tapi pasti bakal jadi surprise banget. Penasaran? Makanya buruan nonton. Ending yang membuatku dan teman-teman gak habis pikir.Dan yang lebih oke lagi, kamu bakal melihat puncak Mahameru dengan jelas. merubah pikiranmu selama ini tentang Indonesia. Ternyata Indonesia itu Amazing dan indaaaaahhhhh banget.

Selamat menonton yaa...


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...