~dan…kebahagiaan akan berlipat ganda
jika dibagi dengan orang lain~
jika dibagi dengan orang lain~
(Paulo Coelho dalam novel “Di Tepi Sungai Piedra”)
Beruntung orang yang suka membaca buku.
Mereka yang gemar membaca buku akan terbuka wawasannya, tidak kuper dan
cupet pandangan. Mereka akan mendapatkan informasi selain yang
dipikirkannya selama ini, begitu juga referensi dan pengetahuannya akan
bertambah luas. Inilah sebenarnya investasi berharga sebagai modal
untuk mengarungi kehidupannya. Orang yang menyukai aktivitas membaca,
biasanya mereka tidak akan terjebak dalam pola berpikir sempit ketika
menghadapi problem-problem penting yang terjadi di dunia. Dalam
kehidupan nyata juga berpeluang besar punya potensi dan kecenderungan
yang bijak dalam mensikapi kejadian-kejadian keseharian di sekitarnya.
Tapi, bagi
orang yang ingin berbuat lebih dan mau berbagi ilmu kepada orang lain,
membaca saja tak cukup. Mereka perlu memiliki ketrampilan lagi yaitu
ketrampilan meresensi buku (berbagi bacaan). Sebelum melangkah kepada
teknik ringkas meresensi buku, ada beberapa hal penting mengapa resensi
perlu dibuat. Tujuannya, diantaranya sebagai berikut,
1. Membantu pembaca (publik) yang belum
berkesempatan membaca buku yang dimaksud (karena buku yang diresensi
biasanya buku baru) atau membantu mereka yang memang tidak punya waktu
membaca buku sedikitpun. Dengan adanya resensi, pembaca bisa mengetahui
gambaran dan penilaian umum terhadap buku tertentu. Setidaknya, dalam
level praktis keseharian, bisa dijadikan bahan obrolan yang bermanfaat
dari pada menggosip yang tidak jelas juntrungnya.
2. Mengetahui kelemahan dan kelebihan
buku yang diresensi. Dengan begitu, pembaca bisa belajar bagaimana
semestinya membuat buku yang baik itu. Memang, peresensi bisa saja
sangat subjektif dalam menilai buku. Tapi, bagaimanapun juga tetap akan
punya manfaat (terutama kalau dipublikasikan di media cetak, karena
telah melewati seleksi redaktur). Lewat buku yang diresensi itulah
peresensi belajar melakukan kritik dan koreksi terhadap sebuah buku.
Disisi lain, seorang pembaca juga akan melakukan pembelajaran yang
sama. Pembaca bisa tahu dan secara tak sadar akan menggumam pelan “Oooo
buku ini begini…. begitu” setelah membaca karya resensi.
3. Mengetahui latarbelakang dan alasan
buku tersebut diterbitkan. Sisi Undercovernya. Kalaupun tidak bisa
mendapkan informasi yang demikian, peresensi tetap bisa mengacu pada
halaman pengantar atau prolog yang terdapat dalam sebuah buku. Kalau
tidak, informasi dari pemberitaan media tak jadi soal.
4. Mengetahui perbandingan buku yang
telah dihasilkan penulis yang sama atau buku-buku karya penulis lain
yang sejenis. Peresensi yang punya “jam terbang” tinggi, biasanya tidak
melulu mengulas isi buku apa adanya. Biasanya, mereka juga
menghadirkan karya-karya sebelumnya yang telah ditulis oleh pengarang
buku tersebut atau buku-buku karya penulis lain yang sejenis. Hal ini
tentu akan lebih memperkaya wawasan pembaca nantinya.
5. Bagi penulis buku yang diresensi,
informasi atas buku yang diulas bisa sebagai masukan berharga bagi
proses kreatif kepenulisan selanjutnya. Karena tak jarang peresensi
memberikan kritik yang tajam baik itu dari segi cara dan gaya
kepenulisan maupun isi dan substansi bukunya. Sedangkan, bagi penerbit
bisa dijadikan wahana koreksi karena biasanya peresensi juga menyoroti
soal font (jenis huruf) mutu cetakan dsb.
Nah, untuk bisa meresensi buku,
sebenarnya tidak sesulit yang dibayangkan sebagian orang. Ada beberapa
langkah yang bisa dilakukan siapa saja yang akan membuat resensi buku
asalkan mereka mau. Diantaranya;
A. Tahap Persiapan
1. Memilih jenis buku. Tentu setiap
orang mempunyai hobi dan minat tertentu pada sebuah buku. Pada proses
pemilihan ini akan lebih baik kalau kita fokus untuk meresensi
buku-buku tertentu yang menjadi minat atau sesuai dengan latarbelakang
pendidikan kita. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa seseorang
tidak mungkin menguasai berbagai macam bidang sekaligus. Ini terkait
dengan ” otoritas ilmiah”. Tidak berarti membatasi atau melarang-larang
orang untuk meresensi buku. Tapi, hanya soal siapa berbicara apa.
Seorang guru tentu lebih paham bagaimana cara mengajar siswa
dibandingkan seorang tukang sayur.
2. Usahakan buku baru. Ini jika karya
resensi akan dipublikasikan di media cetak. Buku-buku yang sudah lama
tentu kecil kemungkinan akan termuat karena dinilai sudah basi dengan
asumsi sudah banyak yang membacanya. Sehingga tidak mengundang rasa
penasaran. Untuk buku-buku lama (yang diniatkan hanya sekedar untuk
berbagi ilmu, bukan untuk mendapatkan honor) tetap bisa diresensi dan
dipublikasikan misalnya lewat blog (jurnal personal).
3. Membuat anatomi buku. Yaitu informasi awal mengenai buku yang akan diresensi. Contoh formatnya sebagai berikut;
Judul Karya Resensi
Judul Buku :
Penulis :
Penerbit :
Harga :
Tebal :
Penulis :
Penerbit :
Harga :
Tebal :
B. Tahap Pengerjaan
1. Membaca dengan detail dan mencatat
hal-hal penting. Ini yang membedakan antara pembaca biasa dan peresensi
buku. Bagi pembaca biasa, membaca bisa sambil lalu dan boleh
menghentikan kapan saja. Bagi seorang peresensi, mesti membaca buku
sampai tuntas agar bisa mendapatkan informasi buku secara menyeluruh.
Begitu juga mencatat kutipan dan pemikiran yang dirasa penting yang
terdapat dalam buku tersebut.
2. Setelah membaca, mulai menuliskan
karya resensi buku yang dimaksud. Dalam karya resensi tersebut,
setidaknya mengandung beberapa hal;
• Informasi(anatomi) awal buku (seperti format diatas).
• Tentukan judul yang menarik dan “provokatif”.
• Membuat ulasan singkat buku. Ringkasan garis besar isi buku.
• Memberikan penilaian buku. (substansi isinya maupun cover dan cetakan fisiknya) atau membandingkan dengan buku lain. Inilah sesungguhnya fungsi utama seorang peresensi yaitu sebagai kritikus sehingga bisa membantu publik menilai sebuah buku.
• Menonjolkan sisi yang beda atas buku yang diresensi dengan buku lainnya.
• Mengulas manfaat buku tersebut bagi pembaca.
• Mengkoreksi karya resensi. Editing kelengkapan karya, EYD dan sistematika jalan pikiran resensi yang telah dihasilkan. Yang terpenting tentu bukan isi buku itu apa, tapi apa sikap dan penilaian peresensi terhadap buku tersebut.
• Tentukan judul yang menarik dan “provokatif”.
• Membuat ulasan singkat buku. Ringkasan garis besar isi buku.
• Memberikan penilaian buku. (substansi isinya maupun cover dan cetakan fisiknya) atau membandingkan dengan buku lain. Inilah sesungguhnya fungsi utama seorang peresensi yaitu sebagai kritikus sehingga bisa membantu publik menilai sebuah buku.
• Menonjolkan sisi yang beda atas buku yang diresensi dengan buku lainnya.
• Mengulas manfaat buku tersebut bagi pembaca.
• Mengkoreksi karya resensi. Editing kelengkapan karya, EYD dan sistematika jalan pikiran resensi yang telah dihasilkan. Yang terpenting tentu bukan isi buku itu apa, tapi apa sikap dan penilaian peresensi terhadap buku tersebut.
C. Tahap Publikasi
1. Karya disesuaikan dengan ruang media
yang akan kita kirimi resensi. Setiap media berbeda-beda panjang dan
pendeknya. Mengikuti syarat jumlah halaman dari media yang bersangkutan
adalah sebuah langkah yang aman bagi peresensi.
2. Menyertakan cover halaman depan buku.
3. Mengirimkan karya sesuai dengan jenis
buku-buku yang resensinya telah diterbitkan sebelumnya. Peresensi
perlu menengok dan memahami buku jenis apa yang sering dimuat pada
sebuah media tertentu. Hal ini untuk menghindari penolakan karya kita
oleh redaktur.
Demikian ulasan sekilas mengenai teknik
sederhana meresensi buku. Pada intinya, persoalan meresensi buku adalah
soal berbagi (ilmu). Setelah membaca buku, biasanya kita bahagia
karena memperoleh wawasan baru. Dengan begitu urusan meresensi buku
juga bisa berarti kita berbagi kebahagiaan dengan orang lain.
di kutip dari http://forumlingkarpena.net/tips_menulis/read/teknik_menulis_resensi_buku/
No comments:
Post a Comment