Thursday 19 November 2015

Doa Ketika (Hampir) Putus Asa



Doa Ketika (Hampir) Putus Asa

Pada mulanya adalah mimpi. Dan segumpal gundah gulana serta rasa duka yang menghantui saya, tiba-tiba, berangsur-angsur pulih karenanya. Malam itu [ saya lupa kapan persis tanggalnya] ketika hati saya berwarna kelabu dan air mata hampir mengharu biru lantaran sebuah persoalan hidup yang belum kunjung rampung. Sepotong mimpi mampir di dalam tidur saya.

Seorang laki-laki tua, almarhum kakek saya, bersama seorang pria paruh baya (almarhum guru dan bapak angkat saya) datang menghampiri saya. Pakaian mereka serba putih dengan surban berwarna senada melilit di kepalanya. 

Saya tidak kaget, tidak juga terhenyak. Mereka berhadap-hadapan dengan saya. Kakek saya terdiam di belakang si lelaki paruh baya. Ia hanya berdiri mengamati. Sementara lelaki paruh baya, tanpa basa-basi memberi salam, tiba-tiba berkata:”Jangan trauma! Jangan bersedih! Baca ‘La illaha illa anta. Subhanaka inni kuntu minazhalimin’ setiap habis shalat fardhu.”

Saya pun terjaga di pukul 4 dini hari menjelang subuh itu. Syahdu. Ragu. Dan saya membisu. Sebuah tanda tanya hinggap di batin saya: Ya Allah, apakah mimpi ini penawar duka yang Kau nubuatkan untukku? Mimpi itu memang sebentar. 

Tapi, ia serupa kilat, yang cahaya dan gelegarnya begitu membekas selepas tiada. Siapa lelaki paruh baya itu? Dan bacaan itu, bacaan yang dianjurkan untuk berdoa begitu lekat di benakku, Ya Allah. Seperti bunyi ayat. Hmm. Beberapa tanda tanya itu menggedor-gedor nurani saya.

Di kantor, saya langsung membuka kitab Fath ar-Rahman (semacam buku indeks Al-Quran berbahasa Arab yang memudahkan seseorang untuk mengetahui kepastian ayat dan surah atas sebuah firman Allah. Biasanya, metode mencarinya berdasarkan kata kerja yang ada dalam firman tersebut). 

Eureka! Dugaan saya tak meleset. Kata yang dianjurkan lelaki paruh itu adalah ayat 87 dalam surat Al-Anbiyaa; sebuah ayat yang dibaca Nabi Yunus ketika berada di dalam perut ikan paus.

Begini bunyi lengkap ayat tersebut:
”Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus) ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya), maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap:’ La illaha illa anta. Subhanaka inni kuntu minazhalimin’ (Bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim.’)

Kuriositas saya pun terjawab. Dalam literatur asbabun nuzul (sebab-sebab turunnya ayat) dikisahkan:

Sejarah mencatat bahwa Nabi Yunus adalah penyampai risalah agama Allah yang hanif kepada kaum Ninawa, sebuah daerah di sekitar kota Moshul, Irak. Ia bertanggung jawab meluruskan keyakinan kaum Ninawa yang masih menyembah berhala sebagai Tuhannya. 

Namun, selama 30 tahun berdakwah, tak banyak yang beriman. Hanya dua orang saja yang mengikuti seruannya: Rubil dan Tanukh. Dan Yunus pun kesal. Ia hampir putus asa. Allah pun memberi kesempatan kedua selama 40 hari kepada kaum Ninawa. Sayang, kesempatan itu tidak juga membuat kaum Ninawa bertaubat. Yunus kesal dan jengkel.

Ia pun meninggalkan kaumnya. Ia berharap agar azab Allah yang diwanti-wanti itu langsung menimpa kaumnya yang membangkang. Rupanya, sepeninggal Yunus, azab Allah menampakkan tanda-tandanya pada kamu Ninawa: langit hitam pekat, menggumpal-gumpal. Kota Ninawa gelap gulita. Angin gemuruh dahsyat. 

Hewan-hewan gelisah ketakutan. Dan penduduknya cemas dan panik. Pada saat itulah, hidayah Allah menyinari kaum Ninawa. Mereka menyesal, bertaubat dan menyadari betapa yunus adalah Nabi, adalah pembawa pesan kebenaran. Allah Maha Penerima Taubat. Azab itu tak jadi turun. Namun sayang, Yunus telah pergi dengan hati yang kesal, putus asa dan berduka.

Sementara itu, di lain tempat, Yunus sedang mempertaruhkan hidupnya. Ia sedang mengundi nasib dengan para penumpang perahu yang ditumpanginya: sebuah undian untuk membuang salah satu penumpang ke laut agar perahu tidak oleng dan tenggelam karena badai dahsyat tengah bergejolak.

Sayang, setelah tiga kali diundi, Yunus kalah. Sebagai seorang nabi, Yunus merasa semuanya adalah kehendak Allah. Ia pun pasrah. Ia menyesali tindakannya meninggalkan kaum Ninawa. Padahal, semestinya, ia menunggu perintah Allah sebelum hengkang.



Yunus tak ingin berlama-lama. Ia pun langsung menceburkan diri ke laut. Tubunya langsung digulung ombak. Allah Maha Penyelamat. Pada saat itulah, seekor paus melahap tubuhnya bulat-bulat (berkaitan dengan inilah, Yunus kemudian dikenal dengan sebutan Dzun Nun—Si Empu Paus). 

Di dalam perut paus yang gulita, pengap, amis dan menyengat itulah puncak kesedihan Yunus menjadi-jadi. Hanya ada satu pekerjaan yang dilakukannya: berzikir dan berdoa kepada Allah agar dilepaskan dari ujian berat itu. Dan Yunus pun berdoa, “La illaha illa anta. Subhanaka inni kuntu minazhalimin.” 

Membaca latar belakang sejarah doa yang dibaca Yunus ini, saya terharu bercampur malu; malu pada diri sendiri, malu pada Allah swt. Pada momen inilah, saya merasa beruntung sekali menjadi hamba-Nya. Saya bukan hanya menemukan mutiara doa dari Al-Quran, tapi juga resep obat jiwa agar diri tidak larut dalam duka dan derita, dalam putus asa dan gundah-gelisah. 

Maka tak aneh, pada ayat selanjutnya, satu janji Allah telah digenapkan: “Maka Kami telah memperkenankan doanya dan menyelamatkannya dari pada kedukaan. Dan demikianlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Anbiyaa [21]: 88).

Sebagai manusia yang imannya acap kali berfluktuasi tak menentu, saya menghikmati dua poin penting:

Pertama, Allah menguji tingkat kesabaran kita—yang seharusnya tak terbatas (soalnya sebagian kita sering berseloroh ‘kesabaran kan ada batasnya’)—hingga sebuah jawaban yang dijanjikan-Nya itu datang menghampiri kita. Bukankah, dalam firman yang lain, Allah azza wa jalla juga menyeru hamba-Nya untuk senantiasa minta pertolongan dalam kondisi bersabar, ‘Minta tolonglah kamu sekalian (kepada Allah) dengan bersabar dan shalat! Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah [2]: 153). 

Bersabar itu, wahai saudaraku, ibarat seorang pengangguran yang sudah lama menanti sebuah pekerjaan dari beberapa perusahaan yang dikiriminya surat lamaran. Nah, ketika tawaran pekerjaan itu memanggilnya, hatinya berbunga-bunga, bahagia tak terkira. Segepok uang terbayang-bayang di matanya. (Alhamdulillah, akhirnya aku punya gaji pertama! Katanya).



Kedua, penderitaan dan duka sejatinya bukan sebuah keputusan yang ditetapkan Allah. Ia bukan datang dari atas sana. Ia ada di dalam diri kita. Ia adalah realitas (kenyataan) subyektif kita. Ia bukan musibah yang, kata para filsuf, disebut dengan realitas obyektif. 

Dan realitas obyektif ini, menurut fisuf Soren A. Kierkegard, itu hanya ada dan diketahui Allah, bukan oleh manusia. Sementara penderitaan adalah sejumlah gambaran di benak kita (pictures in mind). 

Ia adalah perasaan pedih di dalam jiwa kita. Itu artinya, penderitaan adalah persoalan bagaimana kita menyikapinya. Kita yang berhak memilihnya: apakah kita ingin terkurung dalam tempurung derita atau ingin terberkahi dalam jiwa yang tenang dan bahagia?

Karena itu, bagaimanapun juga, manusia harus berani memilih bagaimana cara ia akan hidup di dunia, atau cara ia berada dalam dunia. Kierkegard berpendapat bahwa dalam eksistensinya, manusia memang akan terus menerus ditantang untuk memilih dan membuat keputusan. Melalui keputusan yang diambil dan komitmen yang diberikan itulah, orang menjadi dirinya sendiri. 


Inilah yang kerap disebut dengan pergulatan eksistensial. Dan Nabi Yunus, dalam hikayah di atas, menyadari dirinya telah memilih keputusan yang kurang tepat hingga beliau buru-buru bertaubat dan kembali memohon kemurahan-Nya agar terbebas dari kondisi pahit yang sedang dialaminya. 

Saya sadar bahwa doa Nabi Yunus yang dianjurkan lelaki paruh baya dalam mimpi saya itu adalah juga sebentuk peringatan Allah agar saya tetap optimis, bersabar, serta memilih jalan tidak menderita dan berduka.

Apalagi setelah saya baca Tafsir Ibnu Katsir ihwal ayat 87 ini. Padanya dijelaskan bahwa meski doa ini milik Yunus, tetapi doa ini juga milik seluruh kaum mukmin. 

Untuk itu, jika seorang mukmin dalam penderitaan dan kesulitan, kemudian berdoa dengan ini, maka Allah akan mengabulkannya. Sebab Rasulullah saw., dalam hadis diriwayatkan Imam Ahmad pun menganjurkan umatnya untuk membaca doa Dzun Nun ini. Saya bahagia membacanya, dan saya berharap Anda pun mengamini hal yang sama.

Dikutip dari buku ‘Doa-Doa yang Menjawab Impian’ karya A. Muaz





17 comments:

  1. Alhamdulillah, terima kasih atas pencerahannya

    ReplyDelete
  2. Terima kasih, alhamdulillah..

    ReplyDelete
  3. terima kasih ,
    semoga allah mengampuni kita,

    ReplyDelete
  4. Mbak Sofi, saya suka tulisan ini Terimakasih sudah berbagi

    ReplyDelete
  5. Inspiratif. Mencerahkan.
    Thanx for sharing, ya..

    ReplyDelete
  6. Wah ilmu yang bermanfaat mbak :-)
    thnx atas sharingnya semoga berkah...

    ReplyDelete
  7. Ya Allah alhamdulilah.,mdh2an zikir tersebut bermanfaat bwt saya.,saya hampir putus asa.

    ReplyDelete
  8. Yaa Allah...trmksh sudh dpt pncrahan lewat tulisan ini

    ReplyDelete
  9. Terima Kasih sudah bebagi ayat yg indah, Mudah2an Mba selalu berada dalam lindungan Allah SWT

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah, semoga Mba Sofia Zhanzabila senantiasa diberikan Allah SWT rijki yang mudah dan kesehatan yang baroqah, agar tetap bisa menulis yang bermanfaat bagi sesama Insan di dunia dan akhirat,,, aamiin :)

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah terimakasih... sangat bermanfaat sekali tulisannya

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah....seolah mendapat energi baru setelah membaca tulisan diatas
    Barakallah terima kasih atas pencerahannya
    Salam

    ReplyDelete
  13. buat saudara yang punya permasalahan ekonomi yang ingin di bantu melalui jln pesugihan uang gaib,togel jitu silahkan hub nyai ronggeng di nohp 085-286-344-499 atau kunjungi situs web di http://pesugihanuanggaibsakti.blogspot.com silahkan buktikan sendiri karna saya sudah membuktikannya.

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...