Wednesday, 31 December 2014

Cerpen: Asma (Dimuat di Majalah Annida-Online)




Kalau ini tema-nya tentang keteguhan hati orang-orang Mesir yang kuperlihatkan dari tokoh Asma, seorang dokter yang berjiwa luar biasa. Ide cerpen ini sendiri muncul karena keprihatinanku pada masyarakat anti kudeta Mesir yang beberapa waktu lalu menghebohkan media. Cerpen ini dibuat ketika aku liburan di Kampung Halaman. Memang yah, rumah itu menyimpan banyak inspirasi. Klik di SINI aja, yah.

Mengenal Sosok Fatma Pasha dalam 99 Cahaya di Langit Eropa

Fatma Pasha yang diperankan Raline Shah
Bagi teman-teman yang sudah membaca novel Hanum Rais, 99 Cahaya di Langit Eropa dan Berjalan di Atas Cahaya, Fatma adalah sosok wanita Turki yang sangat familiar. Dalam buku 99 CDLE, Hanum terlihat jelas begitu mengagumi temannya itu. 

Fatma adalah seorang ibu dengan satu anak yang selama ini tidak pernah diterima bekerja di mana pun selama di Vienna, hanya karena hijab yang menempel di kepalanya. Cerita ini sama persis dengan yang diceritakan dalam film.

Lalu untuk mengisi kekosongannya dan dengan harapan bisa mendapat pekerjaan suatu hari kelak di Vienna, Fatma mengambil kursus bahasa Jerman. Di kelas bahasa itulah Hanum dan Fatma dipertemukan hingga kemudian menjalin persahabatan. 

Dari Fatma, Hanum mengetahui keutamaan menjadi agen muslim yang baik di kalangan mayoritas non muslim, meskipun selama ini Fatma diperlakukan kurang baik oleh masyarakat non muslim di sana. 

Fatma tidak pernah marah, justru ia menyikapinya dengan positif dan memilih mengalah. Benar yang dikatakan Fatma, mengalah bukan berarti kalah, namun terkadang itu adalah cara kita untuk meraih kemenangan yang hakiki.

Hanum pernah berontak akan sikap Fatma yang terkesan rela ditindas dan diolok-olok oleh non muslim yang ditemuinya, namun sekali lagi Fatma meyakinkan, bahwa Islam harus disiarkan dengan kasih sayang dan kelemah lembutan, bukan sikap arogan dan pedang. 

Ia meyakini bahwa dengan menjadi agen muslim yang baik, akan membuat para non muslim mengenal dan menerima Islam, mereka akan mengenal bahwa Islam adalah agama yang mengajarkan penganutnya cinta kedamaian dan saling mengasihi satu sama lain. 


APA SAJA CONTOH PERBUATAN YANG MENCERMINKAN FATMA SEBAGAI AGEN MUSLIM YANG BAIK?

·    Roti croissant di Kahlenberg

Cerita ini sama seperti yang ada dalam film, dimana Fatma justru membayar makanan yang dipesan oleh sekelompok bule yang tadinya menghina Turki karena kekalahan pada penyerangan yang dipimpin oleh Kara Mustafa. 

Ia menitipkan kertas kecil untuk para bule tersebut melalui pelayan restoran, kertas itu berisi tulisan sederhana “hai, i am Fatma, i am moslem from Turkey” dan alamat email miliknya. Melihat apa yang dilakukan Fatma ini, Hanum sedikit marah yang kemudian berubah kekaguman. Jarang ada orang di muka bumi ini yang memiliki jiwa seperti Fatma. 

Hasilnya, beberapa tahun kemudian, ketika Hanum dipertemukan kembali dengan Fatma di Turki, Fatma menunjukkan email persahabatan dari salah satu bule yang menghina Turki ketika di restoran di Bukit Kahlenberg itu. 

Bule itu mengungkapkan kekagumannya. Cerita ini sedikit digubah dalam film. Dalam film, Hanum mengetahui email dari si bule beberapa saat kemudian, bahkan sebelum ia melakukan perjalanan ke Paris. Namun, hal ini tetap tidak keluar dari pesan yang ingin disampaikan.

·    
     Fatma tetap berprestasi di tengah penolakan yang diterimanya

Ya, meskipun Fatma tidak pernah diterima bekerja selama di Vienna, Fatma tidak mau mengalah begitu saja. Ia membuktikan pada teman-teman kelas Jerman-nya, bahwa seorang muslimah Turki dengan satu orang anak mampu menjadi yang terbaik. Ia membuktikan bahwa dirinya memiliki kualitas. 

Dengan begitu ia menjadi semakin yakin, bahwa penolakan yang diterimanya selama ini bukan karena dirinya tidak memiliki kelebihan apa pun, melainkan karena hijab yang ia kenakan, dan itu sama sekali tidak akan menggoyahkan keyakinannya. Merekalah yang justru tidak profesional. Kecuali jika ia ditolak karena dirinya tidak memiliki kemampuan apa-apa.

·    
     Fatma bercerita tentang perempuan

Kisah ini ada dalam buku Hanum yang ke-3, Berjalan di Atas Cahaya. Di sana Hanum menuliskan, saat Elfriede (tutor kelas bahasa Jerman mereka) meminta mereka membuat kelompok tugas, dengan 5 orang per kelompok. Tugas mereka adalah saling bertukar cerita satu sama lain dengan anggota kelompok. Karena Hanum duduk di dekat Fatma, mereka pun digabungkan menjadi satu kelompok.

Cerita dimulai dari Daphne, berasal dari AS, ia dengan bangganya mengatakan bahwa dirinya adalah salah satu tim sukses kemenangan Obama, seorang dokter anak, dan memiliki suami yang punya banyak uang. Namun akhirnya ia bercerai dan hak asuh anaknya jatuh pada suaminya, karena ia dianggap tidak berkompeten mengurus anak, ia lebih sibuk berpolitik.

Cerita selanjutnya Steliyana dari Rusia, ia menceritakan tentang kebusukan pacarnya yang dulunya pemain sepak bola namun sekarang pengangguran. Mereka memiliki anak di luar nikah. Namun beberapa waktu kemudian putus. Ia kini telah memiliki pacar baru, seorang laki-laki Austria. Ia juga menceritakan bahwa dirinya dalah seorang seniman yang melalang buana untuk melakukan pameran.

Cerita yang ketiga, Clara dari Prancis. Usianya sudah 47 tahun dan masih single. Ia dengan bangga mengatakan bahwa dirinya adalah seorang Vice President sebuah bank di Paris. Ketika ditanya soal pacar, Clara hanya tersenyum kemudian menggeleng.

Terakhir giliran Fatma yang bercerita. Awalnya ia terkesiap, tapi segera bisa menguasai diri. Hanum tahu bahwa Fatma tidak memiliki hal spesial dalam hidupnya kecuali keluarganya.

“Anak saya satu. Suami saya satu juga. Tentu saja,”

“Saya punya banyak cita-cita. Saya ingin menjadi desainer fesyen. Serius. Tapi sejak pindah ke Wina 3,5 tahun lalu, untuk sementara saya kubur cita-cita ini. Biarlah suami saya yang bekerja. Sekarang ini saya hanya punya satu cita-cita dan impian terbesar. Saya ingin menjadi ibu rumah tangga yang terbaik untuk suami dan anak saya. Itu saja.”



Ya, ya, tampaknya tidak ada yang istimewa memang dari sosok Fatma. Ia bukan seorang dokter anak, bukan seorang anggota tim sukses, bukan seniman terkenal, bukan juga bankir, hanya IBU RUMAH TANGGA. Tapi tahukah apa yang dikatakan Fatma pada Hanum ketika sehabis melaksanakan shalat Zuhur? Sebelumnya Fatma menangis begitu lama dalam sujudnya. Apakah dia menyesali hidupnya?
“Awalnya mungkin ya. Saya merasa menjadi perempuan paling tak berguna di kelompok tadi. Kaudengar kan, mereka semua adalah orang-orang hebat, Hanum. Tapi entah mengapa dalam setiap kisah hidup mereka, mereka seperti menyesal, kesal, sebal, tak puas, atau malu dengan sesuatu yang saya anggap sebagai kehebatan mereka. Saya menangis bukan karena merasa rendah diri. Betapa kehidupan mereka bukanlah kehidupan yang tenang dan indah meskipun mereka mempunya kerier dan hidup berkecukupan. Semua seolah sesuatu yang menyiksa. Dalam presentasi tadi, saya tiba-tiba diingatkan oleh Tuhan. Mengapa saya harus malu tak punya karier dan pekerjaan? Seharusnya saya yang paling lantang dan paling percaya diri di antara mereka semua. Dan itulah yang membuat saya hampir berkaca-kaca di kelas tadi.  Bahwa meski saya hanyalah seorang Fatma, bukan dokter, bukan pelukis, bukan seorang bankir sekalipun, saya adalah ibu yang hebat untuk anak saya dan istri yang kuat untuk suami saya. Itu saja, Hanum.”
Kisah Fatma ini mengingatkanku akan banyak hal. Betapa sering aku minder dengan teman-teman yang lain. Soal fisik. Soal latar belakang. Dan banyak hal. Namun melalui Fatma aku sadar, mengapa harus minder selagi yang kita lakukan adalah yang baik di mata Tuhan?



·   Ketika Fatma meraih cita-citanya

Fatma memang harus kehilangan Ayse. Putrinya itu meninggal, dan inilah alasannya buru-buru kembali ke Turki tanpa mengabari Hanum. Setiap peristiwa selalu menyimpan hikmah, itu benar adanya. Kembali ke Turki adalah jalan yang digariskan Allah agar Fatma bisa meraih cita-citanya sebagai desainer. Lalu beberapa waktu kemudian, Allah memberikan buah hati kembali kepada Fatma dan suaminya sebagai pengganti Ayse.


Fatma Pasha dalam film 99 Cahaya di Langit Eropa
  
Sosok Fatma diperankan oleh Raline Shah. Aku rasa itu adalah peran yang tepat. Raline berhasil membawakan sosok Fatma yang lemah lembut, tegas, dan teguh pendirian. Selain itu wajah dan postur tubuh Raline pun berhasil memberi gambaran seperti apa sih Fatma yang sebenarnya. 



NEWS UPDATE! FILM BULAN TERBELAH DI LANGIT AMERIKA (KELANJUTAN DARI FILM 99 CAHAYA DI LANGIT EROPA ) AKAN SEGERA HADIR DI BIOSKOP SELURUH INDONESIA MULAI TANGGAL 17 DESEMBER 2015. FILM INI MERUPAKAN FILM TERMAHAL YANG PERNAH DIPRODUKSI OLEH MAXIMA PICTURE. 

Pertama kali lihat trailer Bulan Terbelah di Langit Amerika, aku sudah nangis duluan. Kalau sahabat Muslimah penasaran seperti apa trailernya, lihat video di bawah ya :) Baca juga tulisanku tentang Bulan Terbelah di Langit Amerika di sini dan sini.




Lots of Love
Sofia

Thursday, 25 December 2014

Have Fun Bareng Keluarga? Night at The Museum 3 Aja


Hmm....Natal dan tahun baru masehi, libur berturut-turut nih. Setiap keluarga pasti pengennya bikin acara kumpul-kumpul atau minimal nonton bareng, kan? Baik itu nenek, kakek, mama, papa, adik, kakak, abang, tante, om, semuanya deh kalau udah liburan itu pengennya ketawa rame-rame, terus seru-seruan. 

Selain bakar-bakar ayam, jagung, sosis, dan sebagainya, pasti pernah dong terlintas have fun bareng di bioskop. Cuma nih ya, ada aja masalah yang bikin bioskop gak cocok buat liburan keluarga. Banyak adegan gak tersaring lah, filmnya takut gak seru sementara udah bayar mahal, de es be. Ditambah imej bioskop yang cuma enak buat jalan bareng pasangan (iya gak sih?).

“Ah, film Indonesia gitu-gitu aja. Nggak ada yang wow gitu.”

“Pengennya sih film Barat, tapi pasti ada adegan something, minimal kissing, yang gak boleh ditonton adik. Masak iya di tengah-tengah film, kita harus tutup mata mereka? Yang ada mereka makin penasaran lagi."
“Gimana kalau animasi aja? Kartun gitu?”
“Ih, nenek sama kakek gak suka kartun. Katanya imajinasi mereka udah gak nyampe.”
“Jadi, gimana?”

Jangan kecewa dulu ya, karena aku punya rekomendasi film yang cocok buat keluarga kamu (Promosi banget kesannya). Ini kutulisin gak lain karena aku memang pengen banget kalian juga menikmati keseruannya. Baik, kan?

Judulnya, Night at The Museum 3: Secret of The Tomb. Udah gak asing ya? 


Bener banget, bagian 1 dan 2 udah sering nongol di televisi soalnya. Dan mereka termasuk film favoritku selain The Lord of The Ring dan The Hobbit tentunya. Nonton yang ke-3 juga sebenarnya gak sengaja, gara-gara The Hobbit udah abis waktu kita datang jam 20.00. Kecewa gitu awalnya.

Baik, mari langsung kita bahas keseruan film yang satu ini!


Pemainnya masih tetap atau ganti?

Nah, ini yang aku takutkan juga. Gak seru kan kalau selama ini kita udah akrab sama Larry di bagian 1 dan 2, eh tiba-tiba harus diganti pria brewokan dan rambut gimbal di bagian 3? But, don’t be worry. Jangankan Larry yang jelas-jelas pemain utama, pemain kurcaci sampai makhluk-makhluk purba, plus monyet, juga gak ada yang diganti sama sekali. Berasa nostalgia banget. Sampe speechless gitu saking kangennya. Rasanya seneng setelah sekian lama gak lihat mereka, terutama dua laki-laki kecil yang pake topi koboi dan tentara Roma. Mereka itu tetap so sweet dan lucu parah.

What a nostalgia
Bapak Theodore Roosevelt juga masih sama orangnya, termasuk si kekasihnya itu lho. Si cewek berwajah Asia dan kulitnya sawo matang. Kalau gak salah namanya Sacagawea. Manis banget dia.

Nah, si pangeran Mesir yang pertama muncul di bagian 2 juga masih sama orangnya. Manis gitu ya. Sedikit penambahan peran mungkin si pria bermata biru itu. Namanya Octavius. Dia pemain baru, tapi jujur ganteng parah itu wajahnya. Rambut gondrong, ada jenggot dan kumis tipis, tinggi ideal, mata biru, apa lagi coba yang kurang? Pakaiannya ala panglima perang gitu, keren banget. Sampai-sampai dua manusia kecil iri banget sama kegantengannya.
 
Gantengnya berlebihan

Ceritanya tentang apa sih?

Ya, great question. Jadi, pertama film diputar, mata kita akan dimanjakan dengan suasana tahun 1938 di Mesir. Banyak pasir pastinya dan warna tampilan dominan cokelat. Namanya juga jadoel. Ceritanya dimulai saat seorang bocah kejeblos jatuh ke ruang bawah tanah gitu, and then something happened. Bakal ada kalimat ‘the end will come’ yang disebut-sebut seorang laki-laki tua, dan itu bikin takut semua orang.

Setelah sekian menit, kita akan kembali pada gemerlap kota New York dimana Larry tinggal, termasuk tempat Museum of Natural History berdiri. Awalnya semua terlihat baik-baik aja, maksudnya para makhluk museum yang hidup di malam hari,  bahkan mereka akan menampilkan show keren kepada para tamu undangan. Mereka kompak, lucu, dan tentu aja patuh banget sama komandonya Larry. 

But, show itu gak berjalan sesuai rencana. Karena tiba-tiba para makhluk museum kehilangan kendali terhadap diri mereka sendiri. Gak ada yang patuh sama Larry lagi. Mereka menyerang pengunjung, memecahkan segala benda di sana, de es be. Pokoknya kacau banget. Tapi itu gak berlangsung lama, abis itu mereka normal lagi kok. Mereka juga heran kenapa kok tiba-tiba jadi hilang kendali gitu. Kayak ada yang gak berfungsi. 

Masih ada sangkut pautnya sama benda ini kok!
Nah, that’s the problem. Selanjutnya adalah petualangan mereka untuk memecahkan masalah itu. Bahkan mereka semua sampe hijrah ke British Museum of Natural History di London. View kotanya Pangeran William ditampilkan dengan visual yang keren banget. Jadi kangen kampung halaman dibuatnya.


Apanya yang seru?

Yee, masak diceritain juga? Ntar jadinya gak seru lagi. Pokoknya petualangan Larry dan kawan-kawan di bagian ke-3 ini super seru. Selain itu juga lucu parah. Sepanjang film aku pengennya ngakak terus. Apalagi kalau inget scene waktu dua laki-laki kecil ngeja ‘POMPEII’ jadi ‘IIEPWOP’. Apaan tu?

Biar tau apa maksud kata ‘POMPEII’ mending langsung nonton aja ya. Belum lagi saat mereka nonton video kucing di youtube, itu sungguh sangat lucu sekali. Yang mana mereka udah kenal facebook dan selfie lagi. Banyak banget adegan keren yang gak bisa kuceritain satu-persatu di sini.



Beneran gak ada adegan terlarang?

Yuhu, dijamin bersih. Meski gak bersih-bersih amat juga. Tapi kalau anak-anak masih bisa nonton. Bukan kissing sensasional kayak di Dracula Untold gitu intinya. Jujur, ada kissing juga antara satpam cewek obesitas sama manusia purbakala yang mirip Larry. Tapi gak dilihatin banget, so anak-anak masih bisa nonton. Malahan adegannya gokil.

So, masih ragu buat ngabisin waktu libur bareng keluarga di bioskop? Dijamin semuanya bakal have-fun bareng-bareng, ngakak bareng, dan terharu bareng di akhir film. Ah, aku pengen nonton lagi jadinya. Have a nice holiday yah!
 
Monggo diboyong ke bioskop semua (source: http://www.inovanz.com/)

Sunday, 7 December 2014

Macau and The House of Dancing Water

My ticket, pas tau harganya cukup shock juga :D sekitar 1080 HKD
Ruangan besar yang semula gelap dengan sebuah danau indah di tengah-tengahnya itu tiba-tiba bercahaya. Penonton yang duduk di kursi-kursi mengelilingi danau langsung menghentikan percakapan sesama mereka, beralih khusyuk pada penampilan yang akan segera dimulai. 
 

Seorang pemuda Cina dengan pakaian tradisonal dan caping keluar mendayung sampannya. Background di belakangnya adalah kota Macau tempo dulu. Musik yang mengiringi membuat imajinasiku melayang pada kisah-kisah kung fu di dalam film. Tak selang beberapa lama, pemuda itu terjatuh akibat sebuah pesawat yang melintas sangat dekat di atasnya (aku masih belum mengerti kenapa tiba-tiba ada pesawat). Dan dari sinilah cerita dimulai...

Air yang semula tenang tiba-tiba berubah bergejolak. Petir dan angin memenuhi ruangan, lalu tiang-tiang seperti tiang kapal bajak laut muncul dari dalam air. Pemuda Cina itu berpegangan pada salah satu tiang, memanjat dan berdiri di bagian paling atas. Ia terlihat ketakutan. Tiang-tiang dengan tali-tali menjuntai itu muncul semakin tinggi. Hujan, petir dan kilat kian membuat merinding. Aku merasa berada di tengah laut badai. Dan saat itulah, muncul puluhan laki-laki berwajah seperti vampir dari dalam air. Mereka mirip manusia purba yang ada dalam buku sejarah. Selain berteriak nyaring, mereka juga memanjat tiang-tiang dengan tinggi hampir 20 meter tersebut, saling berlomba, tertawa, dan terjun ke air sambil bersalto. Mereka umpama sekumpulan makhluk yang sekian abad tidak melihat hujan. 

Setelah badai reda, tiang-tiang itu kembali masuk ke dalam air. Saat itu di tengah-tengah danau tersebut ada seorang pangeran berwajah Barat yang tenggelam. Pemuda Cina tadi menyelamatkan pangeran tersebut, membawanya ke tepian. Suasana berubah menjadi begitu indah. Bunga-bunga purba yang besar dan indah mekar di belakang mereka. Aku merasa diriku berada di dalam dunia Alice in Wonderland. Tak beberapa lama, dari atas langit-langit yang tingginya mencapai 50 meter, seorang puteri jelita dalam kurungan perlahan turun. Rupanya ia sedang ditawan, dan sang pangeran datang untuk menyelamatkannya.

Ini bukanlah hanya tentang sirkus, tetapi juga drama yang sangat memikat. Tidak pernah sekali pun mataku melihat show sehebat ini. Sirkus yang menampilkan orang-orang melakukan atraksi di ketinggian, balet, permainan air mancur, puteri-puteri cantik, semuanya dikemas menjadi satu. Bahkan saat di pertengahan waktu, danau tersebut berubah menjadi arena motor cross. Semua pengunjung hanya bisa tercengang dan beberapa berteriak tidak menyangka. Alexander Thian yang duduk di sampingku saja sampai begitu takjubnya, padahal ia sudah mengunjungi banyak tempat-tempat indah di dunia.

Waktu satu jam setengah yang disediakan rasanya singkat sekali. Di akhir show, semua kru muncul dan melambaikan tangan pada penonton. Senyuman di wajah mereka begitu ramah. Sebagian besar dari mereka berwajah Barat, sebagian kecil Negro, dan sebagian kecil lain berwajah Cina. Semua penonton meninggalkan ruangan dengan teratur, dan tentu saja sangat sangat sangat puas. Inilah The House of Dancing Water yang bisa kamu saksikan apabila berkunjung ke Macau, lalu kamu bisa membenarkan tulisanku bahwa ini adalah show yang sangat memikat. Bahkan getarannya masih tersisa di hati sampai sekarang.

Selain The House of Dancing Water, sebelumnya kami juga menyaksikan Dragon Treasure di City of Dream. Ini adalah pertunjukan layar penuh, maksudnya kita akan menonton perjalanan naga dengan seluruh sisi dinding sebagai layarnya. Meskipun ini merupakan show yang menakjubkan, aku harus jujur jika The House of Dancing Water jauh lebih menakjubkan. Tapi keduanya sama-sama tidak boleh dilewatkan.

Saat di SOHO, aku dikejutkan oleh sekelompok muda-mudi yang tiba-tiba mempersembahkan dance gratis di tengah lapangan. Pakaian mereka berbeda-beda, ada yang berpakaian pelayan restoran, ada yang terlihat seperti pengunjung dan sebagainya. Apalagi di awal kedatangan kami, mereka saling berbincang seperti antara tamu dan pelayan, dan wajah mereka campur-campur. Beberapa bule dan lainnya Cina. Eh, tahunya...

Berkunjung ke City of Dream dan menikmati semua show di atas adalah agenda yang sangat kurekomendasikan saat kamu datang ke Macau. And then, let me know what you will say about them.

Ini komentarnya Alex




Macau Government Tourist Office Representative in Indonesia
Twitter: @macauindonesia
Facebook: MGTO Indonesia
Website: http://id.macautourism.gov.mo/   

Macau Episode 1: Kedatangan di Macau


TurboJet merah yang akan membawa kami menuju Macau (Dok. pribadi)

Feri TurboJet perlahan mulai bergerak meninggalkan Hongkong International Airport. Kulirik riak putih yang mulai terbentuk di bawah sana. Ah, sebentar lagi aku akan sampai di Macau. Rasanya sudah tidak sabar ingin melihat kota kecil yang kaya sejarah itu, dan tentu saja tidak sabar untuk mewujudkan impianku yang kutuliskan sebelumnya (bisa dibaca di sini).

Friday, 14 November 2014

Istanbul: Kesaksian Sebuah Kota


Byzantium, Roma Baru, Konstantinopolis, Konstantiniyye, Carigrad, Dersaadet, Darul Hilafetil Aliyye, dan Istanbul. Sangat mudah untuk memperbanyak label-label kristal yang terpasang kepadanya...

Setiap budaya memanggilnya dengan bahasa berbeda. Selama berabad-abad, dalam tidur manusia namanya terucap dalam berbagai bahasa. Para legenda, sambil merangkai banyak cerita, melewati perbatasan benua seperti sebuah arus air. Orang-orang yang melihatnya dalam mimpi mereka, ketika membandingkan dengan kenyataan, sulit memutuskan manakah yang lebih indah...?

Assalamualaikum. Mbak Tia, apa benar hari Senin akan berangkat ke Turki? Bolehkah saya menitip sesuatu?”
Inilah pesan yang kukirimkan dari inbox facebook kepada seorang teman blogger, Mbak Tia Yusnita. Selain sebagai teman, aku juga belajar banyak hal dari sosok dan tulisannya. Tak beberapa lama, pesan tersebut ia balas.
Waalaikumussalaam. Iya Mbak Sofi, insya Allah berangkat besok. Ini baru aja mau ngabarin Mbak Sofi, eh sudah inbox duluan hehe. Boleh Mbak”
“Nanti tolong tulisin namaku Sofia Zhanzabila, di bawahnya ada tulisan 'Semoga Allah segera mengabulkan doamu untuk menginjakkan kaki di sini’. Lalu kertasnya difoto di depan Hagia Sophia dan Blue Mosque, lihatin backgroundnya ya Mbak. Semoga perjalanannya lancar dan berkah. Baarakallahu fi safar sampaikan salamku untuk Istanbul ya Mbak.” Aku mengetikkan kalimat ini dengan hati berdebar-debar, seolah-olah yang akan berangkat lusa adalah diriku sendiri.

Aamiin terimakasih doanya. Siap insya Allah.” Mbak Tia membalas dengan emotion senyum di belakangnya.
Aku berseru ‘yess’ seorang diri, sampai-sampai ketiga teman kamarku menoleh dengan tatapan heran. Kuberi tahu mereka bahwa aku baru saja menitipkan bagian dari impianku kepada seseorang.

Sungguh, sejak hari itu pula, setiap hari, selama dua minggu ke depan,  hatiku terus berharap cemas. Lalu beberapa hari saat Mbak Tia sudah tiba di Istanbul, ia membagikan sebuah foto bersama pemandu wanita berwajah Turki di sampingnya. Aku senang, haru, ada juga rasa iri, dan tentu saja air mataku menetes tanpa diminta. Ya Allah, kenapa hatiku merasa begitu dekat dengan kota itu, dengan bangsa itu?

Dua minggu selesai sudah. Mbak Tia kembali ke tanah air dan seperti ucapannya sebelum berangkat, tentu ia tidak mungkin lupa. Ia kemudian mengirimkan dua buah foto sesuai yang kuminta. Tidak ada yang bisa kuucapkan saat itu, kecuali air mata yang kembali menetes. Aku sangat bahagia, bahkan melebihi kebahagiaan ketika mengetahui aku memenangi sebuah lomba berhadiah jalan-jalan ke luar negeri dua minggu lalu.

Dua buah foto itu sangat berarti bagiku. Rasanya impian itu semakin dekat saja, dan insya Allah semoga kelak aku bisa ke sana bersama Bapak, Ibu dan adikku tercinta. Ingin kuceritakan pada mereka semua hal yang membuatku jatuh cinta pada kota itu, tentang sejarahnya yang agung dan juga tentang keruntuhannya. Kota itu adalah saksi tentang bangkit dan jatuh, bersinar dan redupnya sebuah peradaban. Setelah Tanah Arab, tanahnya bangsa Turk adalah tempat bersejarah yang berada di urutan kedua dalam impianku.

“Benua Asia sekali lagi terpancar terang, seperti petir-petir yang memercikkan cahaya di perairan. Sandal-sandal mungil para suami yang datang dari Istanbul Eropa bertemu dengan sandal lainnya yang dipakai sang istri di Asia. Anak-anak mereka yang datang ke pantai, berhenti, membalikkan badan mereka, lalu kemudian berlari menuju pantai Eropa. Terdengar suara-suara musik dan lagu dari kedai-kedai. Elang-elang beterbangan di sekitar bukit Yusa, burung camar menapaki perairan, ikan-ikan berenang di sekitar kapal yang membelah selat, dan udara dingin yang datang dari Laut Hitam menghantam wajah kita.

Di manakah kita? Ke manakah kita akan pergi? Di waktu ini, semua kenangan yang kita lihat sejak dua jam lalu di sepanjang bibir selat. Tempat para pendatang dari empat arah dunia. Sebuah gambaran kota yang mencampurkan seluruh nikmat dari Tuhan dan sebuah mukjizat yang selalu memberikan rasa hari raya. Dan penggambaran ini memenuhi diri kita dengan perasaan sedih dan kerinduan.”


Istanbul, apakah mereka juga memiliki impian seambisius diriku untuk mengunjungimu? Aku tak peduli sama sekali, karena bukankah selalu ada alasan di setiap impian? Sementara aku selalu merasa kerdil jika diminta untuk menuturkan atau menuliskan tentangmu. Merasa tak pernah ada kata ataupun tulisan yang mampu menjabarkan segala haru, bahagia, sedih, dan semua rasa yang tersimpan dalam hatiku tentangmu.

Aku tahu bahwa mereka banyak yang mengatakan, tidak ada yang begitu istimewa darimu, bahkan sampah kuaci masih banyak berserakan di taman-taman dan garis pantaimu. Bangunan-bangunanmu tampak kusam, seperti seorang wanita renta yang meratapi masa senjanya. Bukankah Paris, Milan, London, jauh lebih memesona?

Aku tak bermaksud membandingkan, namun bagiku keindahan bukanlah tentang seberapa cemerlang warna sebuah kota, seberapa megah bangunannya, atau seberapa modern pakaian orang-orangnya. Keindahan sebuah tempat adalah ketika aku berada di dalamnya, aku bisa merenungi makna hidupku, makna sebuah kehidupan, dan makna mengapa peradaban disilih bergantikan. Dengan begitu aku akan semakin menghayati sebuah firman Tuhan, apakah semua ini diciptakan hanya sekadar main-main saja dan kita tidak dikembalikan pada-Nya?

Untuk Mbak Tia, rasanya ucapan terimakasih tidak akan pernah cukup untuk membalas segala kebaikanmu. Jazakillah khairan, Allah Maha Adil, dan Ia akan memberikan balasan yang seadil-adilnya untuk semua kebaikan maupun kejahatan manusia. Semoga Ia melimpahkan segala kebahagiaan dan rahmatnya yang luas untuk Mbak Tia dan keluarga.


“Kalaulah dunia ini sebuah negara maka Konstatinopel inilah yang paling layak menjadi ibukota negaranya!”—Napoleon Bonaparte


Referensi: Muhammad Al Fatih karya Mustafa Armagan
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...