Friday 30 May 2014

Karena Harry Potter Dilahirkan di Inggris

Autumn, Imagine, and Its Sadness (Pic source: click here)
Suatu sore di musim gugur, anak perempuan berumur delapan tahun itu duduk di salah satu pojok stasiun. Mata sembabnya mengamati dengan tatapan kosong, pada deretan orang yang masing-masing berdiri di belakang troli, lalu bergegas menuju pintu kereta. Mereka semua memiliki tujuan dengan harapan akan sampai di suatu tempat nantinya. Hanya bocah perempuan itulah yang duduk tanpa berniat akan pergi ke manapun.

“Kenapa kamu duduk sendiri di sini?” pertanyaan ini membuatnya menoleh. Seorang bocah perempuan lain seusianya telah duduk di sampingnya. Rambut panjang dan pirangnya yang  keriting beterbangan.

“Boleh aku ikut ke Hogwarts, Hermione?” Ia tidak terkejut sama sekali, justru mengabaikan pertanyaan yang dilontarkan padanya.

“Di sana hanya untuk para penyihir. Ada apa denganmu?”

“Aku baru saja diolok-olok oleh teman-teman kelasku dan tidak bisa membalas apa-apa. Mereka sangat jahat padaku. Aku ingin belajar sihir lalu membalas mereka dalam sekali ucapan mantra, mengubah mereka jadi sandal jepit misalnya.”

“Kamu pikir dengan melarikan diri ke Hogwarts, maka semua masalahmu akan selesai? Tidak, kawan. Kami pun saling berselisih, kami juga memiliki masalah. Di mana pun kamu hidup, masalah akan selalu mengikutimu.”

Mereka berpandangan, saling memberi senyuman. Tak beberapa lama setelah mengucapkan sampai jumpa, Hermione berlari bersama trolinya yang penuh, kemudian menghilang di salah satu sisi dinding antara peron 9 dan 10. Bocah delapan tahun itu memandangi hingga beberapa lama, lalu berjalan dengan langkah kecilnya meninggalkan stasiun.

Bocah delapan tahun itu adalah aku, tentu saja dalam salah satu hayalanku. Mencintai novel dan film Harry Potter membuatku mudah berhayal. Berhayal tidaklah melulu tentang suasana yang diimpikan, karena terkadang kita juga membutuhkan hayalan untuk menguatkan diri, sehingga meskipun tak ada manusia yang memberikan kekuatan, kita tetap bisa menemukan kekuatan dari hayalan yang kita ciptakan sendiri.

“Expecto patronum!” Di lain waktu, aku teriak berkali-kali sambil menodongkan sepotong ranting kecil yang kutemukan di pinggir jalan. Sandal warna biru milikku yang sejak tadi ditunjuk-tunjuk tidak juga menunjukkan tanda-tanda akan bermetamorfosis. Kejadian ini terjadi sekitar 9 tahun lalu, waktu aku masih duduk di bangku SMP. Tentu aja aku berharap sandal itu bisa berubah jadi naga terbang atau nimbus 2000 yang bisa mengantarkanku ke sekolah. Jadi tidak perlu lagi bercapai-capai mengayuh sepeda sejauh 10 km setiap hari. Tapi jangankan berubah jadi naga atau nimbus 2000, mantra anak kelas VII Hogwarts yang kudapatkan dari sebuah tulisan di koran itu bahkan tidak bisa merubah sandalku jadi upil sekali pun. Sandal itu tetap tergeletak dengan manisnya, nyengir padaku.

Pertama kenal dengan Harry Potter seingatku waktu kelas V SD. Karena suka membaca, sampai-sampai koran sisa bungkus bumbu dapur Ibu juga kupungutin buat dibaca tulisannya. Nah di sanalah pertama kali melihat sebuah poster dengan tiga bocah berseragam. Siapa lagi kalau bukan Harry, Ron, dan Hermione. Baiklah pandangan pertama belum begitu menarik simpati, hingga jelang beberapa hari kemudian aku kembali nemuin foto ketiga bocah itu di salah satu halaman majalah milik tetangga—aku memang suka bongkar-bongkar tumpukan majalah tetangga.

“Siapa mereka? Kok kayaknya tenar banget, wajahnya bertebaran di mana-mana.”

Foto inilah yang kulihat di majalah milik tetangga (Pic source: click here
Untungnya majalah itu tidak hanya memajang poster saja, tapi juga disertai tulisan panjang lebar. Jadi bisa kubaca. Oh ternyata mereka adalah tiga tokoh rekaan dalam novel dan film yang berjudul sama, Harry Potter. Mulai detik itulah aku jatuh cinta dengan ketiga bocah itu, terutama Hermione. Tidak tahu kenapa aku lebih mencintai Hermione daripada Harry-nya sendiri. Menurutku Hermione itu sosok bocah perempuan yang ideal, sedikit angkuh dan cerdas.

Lalu apakah kamu berpikir kalau mulai saat itu aku akan mengejar segala sesuatu tentang mereka?

Tidak, kawan. Lebih tepatnya tidak ada yang bisa kukejar kecuali potongan-potongan tentang mereka di koran-koran dan majalah yang sudah kadaluarsa. Dengan jujur kukatakan, aku tinggal di sebuah pulau yang cukup terisolasi. Buat kamu yang belum pernah baca tentang asal-usulku itu, baiklah kuberi tahu, pulau itu bernama Penyalai. Jaraknya sekitar enam jam naik sepit but dari Batam, dan delapan jam naik mobil plus sepit but dari Pekanbaru. Tidak ada majalah edisi baru dijual di sana, toko buku juga hanya diisi oleh buku-buku tuntunan shalat dan teka-teki silang. Terlebih DVD, kamu tawaf keliling pulau sampai tujuh kali juga tidak akan bertemu kios yang jual DVD di sana—jaman waktu aku kecil lho, ya!

Just want to show you that is my little island! (Pic source: click here)
Hingga akhirnya aku tamat SMP dan mendapat beasiswa untuk melanjutkan SMA di Pekanbaru. Sebagai anak pulau yang baru pertama kali ke kota, semua tampak indah dan memesona. Nah, sejak perkenalanku dengan Harry Potter di kelas V SD, akhirnya aku baru bisa nonton plus baca novelnya sewaktu duduk di bangku SMA. Senyumnya Hermione yang dulunya buram di kertas koran, sekarang jadi lebih terang di layar laptop (jaman segitu sih masih pakai laptop teman). Aku juga pinjam semua seri novelnya dari perpustakaan kota Pekanbaru.

Koleksi foto-foto mereka yang kugunting dari sana-sini semakin menumpuk. Sebenarnya pengen kuperlihatkan pada kalian, tapi sayangnya tidak dibawa ke Bogor. Ditinggal di lemari antikku di Riau sana.

Harry Potter bukanlah cerita fiktif bagiku, dan selalu membuatku berpikir bahwa semua yang terjadi dalam novel maupun filmnya bisa juga terjadi di dunia ini. Akankah dinding kamarku bisa terbuka lalu tiba-tiba aku masuk ke Diagon Alley? Aku mengenakan coat hitam besar, topi runcing dengan sepatu boot tinggi kemudian memilih-milih tongkat sihir di toko Ollivander. Selanjutnya datang seorang penyihir tua dari balik rak-rak dan menanyai seputar tongkat sihir yang kuinginkan, dari kayu apa, intinya apa, kelenturannya bagaimana, dan berapa panjangnya. Aku pasti akan semangat meminta tongkat yang memiliki inti bulu phoenix (seperti milik Harry dan Voldemort). Tidak hanya itu, mantra-mantra seperti ‘expecto patronum’, ‘cave inimicum’, dan ‘protego horibillis’ sering kucoba. Bahkan hingga mantra-mantra hitam seperti ‘avada kedavra’ dan ‘crucio’ sekali pun. Berhasilkah? Yah, kau-tahu-apa jawabannya.

Aku juga hobi naik kereta api, walaupun suasanya berbeda 360 derajat, tetap saja  aku membayangkan kalau saat itu sedang duduk di peron 9 ¾. Kamu pasti tahu kan tentang peron misterius 9 ¾ ? Apalagi kalau bukan peron yang bisa ditembus dari dinding antara peron 9 dan 10 di stasiun King’s Cross. Aku suka mengamati setiap dinding di stasiun kereta api, coba meraba-raba, tapi tidak ada gejala sama sekali kalau dinding-dinding itu akan berhasil kutembus.

Kamu takut dengan burung hantu? Rata-rata serem, ya? Apalagi bagi para cewek-cewek. Tapi gara-gara Harry Potter, aku malah suka mati pada burung hantu. Sempat juga minta ke Bapak untuk menangkap burung hantu yang berkeliaran di kebun setiap malam. Sayangnya beliau tidak mengabulkan.  Mengatakan kalau burung hantu bisa menjelma kuntilanak pada malam hari. Dengar-dengar, gara-gara Harry Potter, sekarang burung hantu jadi langka, soalnya banyak orang yang berburu burung hantu untuk dijual ke para pecinta Harry Potter. Jadi mereka suka pelihara, mungkin sama sepertiku, berharap burung hantu itu bisa seperti si Hedwig (burung hantu milik Harry).

Aku punya kabar keren untuk kamu semua pecinta Hary Potter. Yaitu tentang Warner Bross Studio Tour London. Isinya adalah pameran WB Studio seputar film Harry Potter yang dibagi menjadi beberapa periode. Periode pertama bernama‘Wand Week’ yaitu dari 23 Mei-2 Juni, ‘Bludgers and Broomsticks’ dari 18 Juli-1 September, ‘Dark Arts’ dari 17 Oktober-3 November, dan ‘Hogwarts at Christmas’ dari 14 November-Januari 2015. Di pameran ini, kita diperbolehkan memainkan tongkat sihir yang digunakan dalam film plus dipandu seorang mas-mas ganteng. Bahkan proses behind the scenes-nya juga akan ditampilkan tuntas. Maukah Mister Potato mengajakku ke sana? Pliiiisss...


Promotion photos of WBStudioTour (Pic source: wbstudiotour.co.uk)
Aku tidak memiliki alasan yang lebih besar dari ini, bahwa kenapa aku harus pergi ke Inggris, adalah karena aku sangat ingin berada sedekat mungkin dengan Harry Potter. Karena Harry Potter dilahirkan JK. Rowling di Inggris. Semua suasana jalan dan bangunan di Inggris itu kesannya klasik, pasti sensasinya akan sama seperti saat aku jalan-jalan di Diagon Alley. Tidak cuma itu, anugerah terbesar untuk pecinta Harry Potter adalah saat mereka bisa berfoto di King’s Cross! Walau tidak bisa masuk ke Peron 9 ¾ dan duduk manis di Hogwarts Express, setidaknya aku bisa berpura-pura lari sambil mendorong troli dan menabrakkan diri pada dinding yang bertuliskan Peron 9 ¾. Aku bisa baca mantra di sana, meskipun aku tahu mantra itu takkan pernah bekerja sampai kapanpun dan di manapun. Tapi, adakah yang lebih indah bagi seorang pecinta, melebihi keindahan saat ia bisa melakukan hal yang pernah dilakukan oleh sesuatu yang dicintainya?

At least, i can take a picture like this lucky girl! (Pic source: click here)
Tujuan utamaku ke Inggris mutlak karena Harry Potter, selebihnya Koh @aMrazing mau ngajak aku keliling kandang kuda atau kandang unta sekali pun, itu semua hanya bonus belaka. Lucius Malfoy dalam  Harry Potter and the Order of the Phoenix mengatakan “Sudah waktunya kau belajar perbedaan antara hidup dan mimpi...", tapi jika aku bisa mewujudkan mimpi itu dalam hidup, mengapa tidak?

Yuk wujudkan impianmu ke Inggris juga bersama Mister Potato!


Finally, i catch you My Mister Potato!!!

18 comments:

  1. ya ya ya... semoga bisa ketemuan sama si Harry Potter.. hemm amazing banget Mister Potato ini, semoga kita beruntung ya ikut gratis ke Inggris.. aaaamiiiin :D

    ReplyDelete
  2. Didoakan juga biar sofi bisa ketemu harry poternya karena udah jauh2 diujung kepri, jadi inget sama temen yg harus naik sampan untuk ke pekan baru. Asik ya klo udah punya kegemaran. Klo aq kurang ngikutin harry potter soalny. Good luck sofi

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hehe....aamiiin.
      Makasih Mbak ;) Good luck juga buat Mbak.

      Delete
  3. waa harry potter's lover ternyata, semoga bisa ketemu di Inggris yaa :)

    ReplyDelete
  4. aaa... suka sama themesnya yang baru ini... jempol :D

    anakku gak bosen-bosen nih nonton Harry Potter. Mudah-mudahan kita semua kesampean difoto di Peron 9 3/4.... ahahahaha

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hihi.....iya Mbak aku juga suka banget.
      Makasih ya, Aamiiin... moga bisa barengan ke sana.

      Delete
  5. alo.. kenalin
    nama saiyaa hari puter :D

    asek nih artikelnya, bikin ane jadi pengen baca HP ulang
    keren, oiya themesnya juga baru ya
    mantap

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dasar Si Bedel!
      Sok suka baca!
      Iya theme gratisan bro. ;)

      Delete
    2. Dasar Si Bedel!
      Sok suka baca!
      Iya theme gratisan bro. ;)

      Delete
  6. Waaahh HP addict juga~ Selalu jatuh cinta sama cerita Harry Potter, apalagi yang the chamber of secret :D
    Semoga bisa ke Inggris nyusulin Daniel Radclife hehe, good luck Mbak Sofy ^^

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hihi....dulu saya fanatik banget, ya waktu umur di bawah 15 lah.
      Aamiiin....makasih Mbak Tia ;)

      Delete
  7. W aahhh...moga kesampean mba bisa mengunjungi negeri lahirnya harry potter ^_^..good luck

    ReplyDelete
  8. Weewww...another Harpot lover nih hehehee... Oke deh Sofi, Harpot buatmu aja yah, aku sama Draco ajah xixixiii... gantengan dia loh sekarang *apa ini maksudnya :D :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah, kalau bisa gitu Mbak, udah dari dulu si Harpot suruh datang melamar. *eh tapi dia bukan Turkishman yaaa

      Delete
  9. Wahh..seneng aku bs mampir baca neh.
    semoga kecapai yah sobb O:)
    rajin** khayal deh keag sofy. :D

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...