Thursday 19 June 2014

Cinta dari Ujung Telepon [Bagian 1]

Source: click here
Tulisan ini sebenarnya adalah ungkapan dari berbagai pertanyaan yang sering kupertanyakan pada diri sendiri, dan sering tak menemukan jawaban terang. Terlebih sebentar lagi insya Allah aku akan pulang kampung untuk libur panjang. Semua inspirasi dari tulisan ini adalah cerita tetangga-tetangga di kampung, dan ada juga cerita dari saudaraku sendiri. Setiap di rumah, pasti desas-desus tentang masalah-masalah tetangga datang setiap hari, dari penjual kue keliling, penjual sayur, penjual tempe, di warung, ditambah agenda Ibu-Ibu yang sering mampir ke rumah untuk sekedar ngerumpi siang.

Tahun lalu, berita paling marak yang selalu membuatku tak habis pikir adalah tentang kekasih di ujung telepon. Ya, Si A janda dua anak menikah dengan laki-laki yang dikenalnya dari telepon. Sang lelaki yang dulunya mengaku memiliki ini dan itu, ketika datang ternyata hanya membawa baju di badan. Ganteng juga tidak. Anehnya Si A tetap menerimanya, bersedia dinikahi, dan kini mereka hidup bersama di rumah sang wanita. Lelaki itu bekerja mengelola kebun milik si wanita. Setidaknya lelaki itu sudah menunjukkan itikad baik dengan sungguh-sungguh menikahi, itu saja sudah dihargai seluruh penduduk kampung. Daripada kejadian sebelumnya, kasus yang sama—masih si A juga, namun bedanya si lelaki hanya numpang hidup, istilah kumpul kebo. Untungnya penduduk setempat segera ambil langkah cepat dengan cara mengusir laki-laki pendatang itu keluar kampung.

Kisah dua, adalah tentang Si B yang dalam perkiraanku memiliki usia antara 55-60 tahun. Sudah punya dua orang cucu. Dan uniknya, masih juga tertarik dengan kekasih di ujung telepon. Memang kisahnya tidak menyebar ke segala penjuru desa, karena barangkali Si B ini malu untuk mengumbarnya, sadar diri juga. Lalu bagaimana aku tahu? Tidak lain karena Si B ini adalah sahabat Bibikku, curhatnya ke Bibikku, dan pastinya Bibikku akan bercerita pada keluargaku.

Ceritanya, suatu hari Si B melacak nomor di ponsel, eh ternyata nyambung ke nomor seorang laki-laki. Si lelaki inipun seorang duda. Ngakunya duda keren yang mapan, tinggalnya di kota Batam. Secara gitu ya, nenek janda kesepian yang selama ini hidup berat di desa ditaksir sama duda keren, mungkin hatinya langsung berbunga-bunga. Impian hidup di kota dengan harta berlimpah barangkali menari-menari di pelupuk mata. Hingga setelah sekian bulan, Kakek itu mengajak Si Nenek ini ketemuan di pulau Tanjung Batu. Kalau dari pulauku, harus naik boat 2 jam dulu baru sampai di Tanjung Batu. Simpelnya, Tanjung Batu ini pulau yang letaknya di antara pulau kami dan pulau Batam. Di sanalah pertemuan direncanakan antara kedua sejoli ini.

Si Nenek pun dengan uang pas-pasan berangkat ke Tanjung Batu dengan membawa cucu perempuannya yang kayaknya masih berumur 5 tahunan. Apakah pertemuan itu berakhir bahagia seperti dalam film-film?

Sedih memang mengetahui pertemuan itu memiliki ending yang menyedihkan. Setelah melihat wajah Si Nenek, ternyata Si Kakek tidak menyukainya. Ia bilang, walaupun dirinya sudah tua, tapi Si Nenek jauh lebih tua lagi. Tidak serasi. Seandainya mereka jadi beneran, Si Kakek merasa dirinya seperti brondongnya Tante-Tante. Walhasil, Si Kakek memberi ongkos pulang Si Nenek seratus ribu rupiah. Aku berpikir, akankah Si Nenek merasakan patah hati layaknya yang dirasakan kaum muda? Entahlah...

Cerita ketiga datangnya dari salah satu sepupuku sendiri, panggil saja Si C. Sudah menikah sekitar sepuluh tahun lalu dengan laki-laki mapan, ganteng pula. Sayangnya mereka tak kunjung dikaruniai buah hati hingga akhirnya memutuskan adopsi anak perempuan tiga tahun lalu. Dan cerita ini terjadi sekitar empat atau lima tahun lalu, sebelum mereka mengadopsi anak. Malangnya, aku baru tahu cerita ini setahun lalu. Lagi-lagi dari Bibikku, yang di sini perannya sebagai Ibu kandung Si C.

Suatu hari ponsel Si C menerima sms dari nomor tak dikenal. Percakapan awal sih hanya seputar tanya-jawab tentang metode salah nomor si lelaki di ujung telepon. Tapi entah mengapa, semakin lama hubungan itu semakin akrab. Si C suka curhat, terima telepon kalau sang suami sedang tidak berada di rumah, dan sms berlusin-lusin setiap harinya.

Barulah beberapa bulan kemudian, saat Si C akan mengunjungi keluarga adiknya yang juga sudah berkeluarga di Tanjung Pinang, ia menyempatkan diri untuk membuat agenda ketemuan dengan Si Lelaki. Dimana? Di Batam, karena memang Si Lelaki tinggalnya di sana. Sepupuku yang memang cantiknya luar biasa itu berdandan senecis dan secantik mungkin. Pokoknya dia akan membuat Si Lelaki terkesan pada pandangan pertama.

Waktu yang ditentukan tiba. Mereka janjian di sebuah Dermaga yang cukup padat. Sambil menelepon lelaki itu, Si C memberi tahu warna pakaian yang ia kenakan. Hingga...beberapa saat kemudian seorang laki-laki berpenampilan mengejutkan menyapanya. Tampan dan neciskah?

Haha...jujur aku menertawakan sepupuku itu habis-habisan tahun lalu. Ibu dan Bibikku sendiri tertawa sampai menangis. Laki-laki itu kurus dan hitam, rambutnya gimbal, pakai sandal jepit, kaos oblong yang kusam, dan jins bolong-bolong. Kata sepupuku, laki-laki itu dipangkatin sampai pangkat sejuta pun, masih belum bisa setara dengan ketampanan dan kenecisan suaminya sendiri. Sekadar basa-basi, mau tidak mau sepupuku menyempatkan diri untuk sekadar bersalaman dan ngobrol satu-dua kalimat. Habis itu dia langsung tancap naik boat menuju Tanjung Pinang dan ganti kartu.

“Aku suka kesal sama Mas, Bu. Bukannya aku nggak tahu kalau setiap tugas ke luar, Mas itu jalan sama perempuan lain. Dia juga sering menghubungi wanita lain. Hanya aku diam-diam saja, memilih pura-pura nggak tahu. Aku ngeladenin laki-laki ini bukan karena pengen selingkuh, aku hanya pengen ngebalas suamiku. Biar dia tahu bagaimana rasanya dikhianati. Biar dia cemburu.” Kalimat ini diulang oleh Bibikku dalam penuturannya pada kami.

Itulah tiga cerita yang bisa kutuliskan malam ini, masih ada beberapa kisah serupa yang insya Allah bakal aku tuliskan lain waktu. Kisah-kisah yang sebenarnya selalu membuatku berpikir, sebenarnya bagaimana cinta itu? Kok bisa dua orang yang bahkan belum saling mengetahui wajah masing-masing sudah saling suka? Lalu seperti kisah Si B, bagaimana bisa dia jatuh cinta lagi sementara usianya sudah serenta itu? Bukankah lebih baik ia mencurahkan segenap cinta kasih untuk cucu-cucunya daripada mengurusi laki-laki antah-berantah?

Sedangkan untuk kasus sepupuku, bingung juga mau menanggapi bagaimana. Barangkali jika aku berada di posisinya, mungkin aku juga akan melakukan hal yang sama. Ya, aku paham itu semua tanpa didasari niat berselingkuh atau cinta, hanya sekadar berharap suami akan merasa cemburu, lalu menyadari bahwa ia begitu mencintai kita, dan perempuan-perempuan di luar sana bukan siapa-siapa. Kurasa begitu.

Aku tidak pandai berkomentar kalau urusan seperti ini. Hanya pengen berbagi cerita yang kutahu saja. Sanking banyaknya kisah seperti ini, perselingkuhan, remaja hamil di luar nikah, perseteruan antar keluarga, di kampung sana, sampai-sampai aku pernah bilang ke Bapak-Ibu, mau mondok di pesantren kilat saja liburan tahun ini. Malas pulang karena kuping dan kepalaku rasanya semakin penuh. Hanya saja, aku kangen rumah, kangen Bapak, Ibu dan Adikku. Kangen masakan Ibu. Kangen shalat di Musola samping rumah. Kangen ngajarin anak-anak tetangga ngaji. Itulah yang membuat kampung halamanku selalu tampak istimewa dan selalu memanggilku untuk pulang. Semua kasus yang terjadi di sana barangkali adalah cara Tuhan untuk mendewasakan hamba-Nya yang mau berpikir dan mengambil pelajaran. Semoga ada manfaatnya...

6 comments:

  1. jadi inget duluu jaman SMP pernah kenalan sama penelpon salah sambung -,- untung ga berkelanjutan

    ReplyDelete
    Replies
    1. Udah lama banget ya Mbak.... syukurlah kalau gak berkelanjtan, apalagi waktu itu masih SMP.

      Delete
  2. hi dear,
    please visit and follow me, i'll folback (:
    www.nabilaariani.blogspot.com

    ReplyDelete
  3. aku lagi merayu anakk yang besar untuk nanti mau pesantren nih

    ReplyDelete
  4. Wah, macam-maca ya cerita yang berkaitan dengan telepon. Cerita kedua menurutku yang paling miris :((

    ReplyDelete
  5. Cerita si nenek mengharukan; yang terakhir ada lucunya, he-he. Ditunggu kisah selanjutnya :)

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...