Saturday, 13 September 2014

Kampus Fiksi: Tentang Memilih dan Memutuskan

Mulailah proses kesuksesan Anda dengan menanyakan apa yang Anda inginkan, dan menginginkan apa yang Anda tanyakan.


Rasanya aku kembali sedih saat menemukan kalimat di atas di sebuah halaman web. Menanyakan apa yang Anda inginkan. Hampir semua orang yang mengenalku, orangtua dan sanak keluarga tau kalau aku ingin menjadi seorang penulis, novelis dengan karya-karya yang dikenal semua orang. Dan untuk meraih semua itu, tentu tidak bisa jika aku hanya bermalas-malasan, mengingat menulis adalah pekerjaan yang sifatnya bebas, no contract. Selain belajar menulis dengan kegiatan menulis itu sendiri, aku juga punya keinginan untuk mengikuti pelatihan kepenulisan yang diadakan penerbit besar.

Kesempatan itu datang. Awal tahun 2014, aku coba-coba ikut mendaftar event Kampus Fiksi, yaitu pelatihan penulisan yang diselenggarakan penerbit Diva Press. Hanya ada 20 orang peserta yang diterima pada setiap angkatannya. Aku? Setelah mengirimkan salah satu karyaku, menunggu proses seleksi, akhirnya namaku keluar sebagai salah satu peserta. Keberangkatan ke Yogya ditetapkan pada bulan September. Kala itu tidak pernah menyangka jika situasi di bulan September akan sesulit ini untukku membuat keputusan, jadi wajar saja kalau aku tersenyum senang dan menanti datangnya bulan ini.

Awal perkenalan dengan Diva Press tepatnya akhir 2012, karena menjadi follower mereka serta owner-nya di tweeter. Selalu kubaca setiap ocehan-ocehan mereka, apapun itu. Mulai dari tips menulis, info lomba karya fiksi, kuis berhadiah buku, hingga hal-hal yang terkadang hanya bersifat have fun. Untuk tweeter Pak Edisang Owner—aku pun tidak mau ketinggalan. Dari sana pula kemudian aku tahu perjuangan Pak Edi membangun Diva Press hingga sebesar kini. Menerbitkan buku sendiri, kemudian menjajakannya sendiri, naik turun bus, menurutku tidak sesulit yang berhasil kubayangkan. Karena aku yakin semua itu jauh lebih sulit dan tidak bisa dibayangkan. Apalagi di tahun 90-an buku tidak setenar sekarang.

Ini adalah film yang diangkat dari salah satu novel terbitan Diva Press
Lalu kini, semua perjuangan itu terbayar sudah. Mimpi dan cita-cita Pak Edi tertunaikan sudah. Diva Press menjadi sebuah penerbit ternama, karyanya tak terhitung, karyawan banyak, dan tentu saja finansial yang didapatkan juga berlimpah. Uang tidak lagi menjadi mimpi besar Pak Edi, sebaliknya ia ingin sesuatu yang bisa ia lakukan untuk ‘melahirkan’ Edi-Edi yang lain. Ia ingin menyalurkan ilmu dan kekuasaannya sebagai pemilik sebuah penerbitan ternama, bisa memunculkan penulis-penulis sukses baru. Akhirnya, lahirlah sebuah pelatihan dengan nama KAMPUS FIKSI.

Suasana Kampus Fiksi yang kunanti-nanti (source: click here)
Semua yang terpilih mengikuti event ini hanya perlu membayar biaya transportasi dari rumahnya sendiri menuju stasiun Yogya. Selebihnya terima bersih. Mereka akan dijemput, tempat tinggal disediakan, makan disajikan, ilmu dituangkan seboros-borosnya selama dua hari, ditambah bimbingan menulis tanpa batasan waktu. Maksudnya, sepulang dari pelatihan tersebut, peserta tetap dibimbing untuk melahirkan sebuah karya. Pun saat karya tersebut layak diterbitkan, Diva Press akan menjadi penerbit pertama yang siap untuk menerbitkannya. Kurang apa lagi?

Bertemu teman berbagai daerah dengan hobi yang sama? Adakah yang lebih membahagiakan dari hal ini? (source: click here)
Dan aku termasuk salah satu dari mereka yang beruntung itu. Namun sayangnya, kesempatan itu tidak kuambil.

Bodoh? Atau pengecut?

Dua pertanyaan yang tidak bisa kupilih. Karena terkadang aku merasa memiliki keduanya. Malam itu, 10 September 2014 sebelum pukul 00.00 kepalaku terus berpikir. Bahkan aku sampai duduk di tangga yang gelap seorang diri, sibuk bertanya pada diriku sendiri. Apabila lewat dari jam tersebut aku belum mengirimkan scan surat pernyataan kesediaan hadir, maka surat undangan Kampus Fiksi untukku dinyatakan hangus.

“Haruskah kukirim surat pernyataan kesediaan hadir di acara tanggal 27-28 nanti?”

Sebagai tambahan, kuberi tahu bahwa tanggal 27, 28 tersebut adalah hari Sabtu dan Minggu.

Email undangan
Setelah mengucapkan bismillah dan mati-matian berusaha menghibur diri sendiri, akhirnya kuputuskan untuk tidak mengirim apapun. Kenapa?

Ada dua alasan yang membuatku sulit untuk menggadaikan salah satunya. Yang pertama adalah karena aku malu minta ongkos Bogor-Yogya pada Bapak. Belum ada satu bulan aku kembali ke Kota Hujan, sudah sekian juta uang Bapak kuhabiskan untuk ongkos dan biaya hidup di sini. Apalagi living cost beasiswaku entah kapan akan cair. Lalu jika aku minta uang ongkos, ditambah biaya hidupku beberapa bulan ke depan, berapa juta lagi yang harus dikeluarkan Bapak? Sementara aku sendiri tahu, keuangan Bapak pasca lebaran ini tidak begitu baik.

Ngopo koe ora kirim surate? Penulis itukan cita-citamu. Ini kesempatan bagus. Siapa tahu jadi jalan untukmu. Bapak bisa kalau hanya sekadar membiayaimu ke Yogya.” Ucap Bapakku di ujung telepon ketika aku meneleponnya di pagi hari tanggal 11.

Mataku sudah berkaca-kaca saat itu. Kukatakan padanya bahwa aku tidak mau Bapak sampai berhutang hanya untuk membiayaiku ke sana ditambah untuk biaya hidupku beberapa bulan ke depan. Namun Bapak meyakinkan bahwa dia bisa, semua orang punya rezekinya masing-masing, terlebih untuk seseorang yang memiliki niat untuk menimba ilmu.

Kuceritakan pula pada Bapak, alasan keduaku tidak mengirimkan surat kesediaan hadir tersebut karena perkuliahan. Sebelum Ujian Tengah Semester, kampusku hanya memperbolehkan mahasiswa tidak hadir (baik itu sakit, izin , maupun tanpa keterangan) sebanyak 2 kali per mata kuliah (mereka bilang maksimal 2 kali, tapi kalau sudah 2 kali tidak hadir, akibatnya cekal ujian. Jadi, sebenarnya hanya 1 kali kesempatan). Dan beberapa waktu lalu pihak Wardah Cosmetic sudah mengumumkan aku sebagai salah satu pemenang lomba menulis yang mereka adakan, dengan hadiah Travel in Style ke Malaysia dan Hongkong. Mereka sudah menghubungiku, namun belum memberi tahu waktu keberangkatan.

Seandainya aku berangkat ke Yogya pada Sabtu-Minggu tanggal 27-28, lalu kemudian keberangkatanku ke Malaysia dan Hongkong juga jatuh pada hari Sabtu dan Minggu (tanggal bukan masalah), itu artinya aku akan memiliki 2 keterangan tidak hadir per mata kuliah yang masuk di hari Sabtu. Bisa dipastikan aku tidak bisa mengikuti ujian.

Ya, penulis memang impianku. Tapi aku tahu, orangtuaku tidak akan pernah bangga jika demi semua itu, aku justru mengabaikan kuliah. Bapak membiayai ongkos keberangkatanku pulang-pergi adalah agar aku kuliah di sini.

“Apa nggak lebih baik ke luar negerinya saja yang dikorbankan?” tanya Bapak lagi.

“Pelatihan Kampus Fiksi ini adalah kesempatan yang tidak mungkin datang dua kali, tapi ke Malaysia dan Hongkong juga kesempatan yang aku tidak tahu apakah akan datang lagi atau tidak. Semua sudah kuputuskan tadi malam Pak. Semoga ini keputusan terbaik. Bapak tenang saja, jangan cemas. Insya Allah ada kesempatan lain, hanya saja bukan sekarang waktu yang tepat. Aku akan tetap belajar menulis dari mana saja.”

Source: click here
Suatu saat, kamu juga akan menemukan situasi seperti ini kawan, di mana kamu begitu sulit untuk membuat keputusan. Namun percayalah bahwa segala sesuatu terjadi untuk sebuah alasan tertentu, bahkan ketika kita tidak cukup bijak untuk melihatnya.




13 comments:

  1. Semangat kak :)) apa pun pilihannya mudah-mudahan itu yang terbaik. Kalau pun nggak bisa bulan ini untuk ikut kampus fiksinya, pasti nanti ada jalan. Allah pasti punya rencana terbaik untuk kakak! :D

    ReplyDelete
  2. Sofy bijak bener ambil keputusan nya..
    Aku yakin Sofy bs mendapatkan Hadiah lebih dr ini, sofy msh punya kesempatan luwas
    yg mungkin kita gak tau kpan dtang nya. karena Tuhan tau kelebihan sofy dan keinginan
    sofy. semoga terwujud yah Sob apa yg diinginkan. :)
    Pembaca yg setia mengunjungi blogg Kamu psti turut mendo'akan cita-cita, harapan
    dan keinginanmu. :) Allah psti meng-Ijabah nya. :)
    Sabar yahh sobb..

    You are a wonderful person :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah makasih ya Shob....
      Aamiiin shob.
      Makasih ya buat semua support darimu....
      Aamiiin sekali lagi dan makasiiiiih banget.... jazakillah khairan :)

      Delete
    2. Wah makasih ya Shob....
      Aamiiin shob.
      Makasih ya buat semua support darimu....
      Aamiiin sekali lagi dan makasiiiiih banget.... jazakillah khairan :)

      Delete
  3. Insya Allah mendapatkan keputusan yang terbaik

    ReplyDelete
  4. Sepertinya sdh jalan hidup. Setidaknya itu tanda bahwa Shofi punya talenta yang insya Alah kelak ada jalannya sendiri. Keputusan yang bijak. Ayah pasti bangga padamu dan do'anya kelak akan membuka jalan2 rezeki baru yang mungkin saja tak terduga datangnya. Salut ... saya terharu membacanya :')

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin insya Allah...Mbak terimakasih :) Hug.... saya juga terharu setiap baca lagi.

      Delete
  5. Segala keputusan memang ada resikonya dek.
    namun ada selalu ada keputusan terbaik diantara banyak pilihan lain, saya sepakat sekali dengan keputusan yang ade ambil, Saya yakin, akan ada penerbit besar yang lain akan merangkul dek Sofy, entah kapan, tapi itu pasti. Semoga travelling ke Malaysia dan Hongkong punya jadwal yang longgar untuk kamu, kuliah juga lancar, dan menulis jalan terus dan berkembang. Memikirkan nasib keuangan Bapak memang jauh lebih penting juga... benar-benar pemikiran jernih. saya salut padamu. Teruskan perjuanganmu yach, saya suka sekali karya fiksimu... saya tunggu novelmu nanti :D aaamiiin.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiiin... ya Allah makasih Kak... jazakillah khairan... Aamiiin... doa yang baik untuk Kakak selalu....

      Delete
  6. Wah jadi kepengen melihat orang-orang hebat nulis ngumpul di kampus fiksi..

    Salam kenal dari Pulau Dollar

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...