Wednesday 17 September 2014

Wonderful Indonesia: Jika Ingin Melihat Surga, Pergilah ke Raja Ampat!

Sebuah pembuka bersama Gerson 

“Kamu senangkah bisa kuliah di pulau Jawa?” tanyaku pada Gerson, salah satu dari 35 adik tingkat yang baru datang dari Indonesia Timur.

Yang ditanya tersenyum, lebih kepada cengengesan sejenak. Logat yang kupakai mengikuti logat mereka mungkin terkesan lucu, atau mungkin membuat geli. 

“Senang Kakak. Kita seperti pergi ke lain negara.”

Ya, aku membenarkan jawaban Gerson barusan. Kuperhatikan dalam beberapa waktu terakhir, hal-hal sepele di sini ternyata bagi mereka adalah sesuatu yang begitu spesial. Sesuatu yang wah. Contohnya ketika mereka pulang kuliah cepat, selalu saja berucap girang, “Horeee pulang cepat. Bisa main ke pasar kita.”

Status-status facebook mereka pun tidak kalah lucunya. Bagi kita, biasanya memasang status check in bila sedang berada di tempat-tempat mewah atau diimpikan banyak orang, misal bandara, restoran mahal, atau Eiffel. Namun tidak dengan mereka, kebanyakan status mereka berbunyi, “Senang—di pasar”.

Salah satu temanku pernah menelepon salah satu dari adik tingkat kami, lalu menanyakan lokasi.

“Kami sedang di pasar Kakak.” jawab sang adik tingkat.

“Kalian ngapain rajin ke pasar?” temanku bertanya heran. Sepengetahuannya, baru sehari lalu adik-adik baru kami itu pergi ke pasar.

“Kita mau fotokopi Kakak.” Jawabnya polos.

Seketika temanku menepuk jidat. Berpuluh-puluh tempat fotokopi di area kampus, tapi tetap saja mereka memilih pergi ke pasar. Dan sejak itulah aku menyadari satu hal, mungkin apa yang menurut kami tak lagi manarik, bagi mereka adalah sesuatu yang sangat istimewa.

Kembali pada percakapanku dengan Gerson. Ia tiba-tiba bertanya padaku, “Kakak punya cita-citakah?”

Pertanyaan yang lucu. “Tentu saja. Salah satunya, Kakak ingin ke Timur. Jika kamu bilang saat ini seperti berada di negara lain, maka Kakak akan bilang bahwa Kakak ingin berkunjung ke negaramu.”

“Benarkah Kakak? Tapi mereka bilang Timur hanya diisi oleh pohon sagu dan penduduknya makan papeda yang katanya mirip lem kantor pos.”

“Tapi kalian juga punya surga bukan?”

“Raja Ampat kah?”

Aku mengangguk senang. “Gerson pernah ke sana?”

“Pernah beberapa kali. Dan memang Kakak harus ke sana suatu hari nanti.” ucapnya sungguh-sungguh.

Aku bisa merasakan bahwa kalimat itu berasal dari hatinya. Jarang sekali ada orang Indonesia yang bangga dan berucap begitu yakin mengenai ikon di daerah asalnya. Dan kalimat Gerson itu membuatku semakin yakin, bahwa salah satu agenda wajib dalam hidupku adalah berkunjung ke Timur, ke Raja Ampat.


Jika ingin melihat Surga, pergilah ke Raja Ampat

Source: click here
"Seandainya Kakak ke sana, apa yang tidak bisa didapatkan dari tempat lain?" tanyaku

“Gugusan pulau-pulau, laut yang biru, karang, pasir putih, dan warna-warni makhluk laut. Jangan pernah bilang Kakak sudah melihat semua itu dengan sempurna, kecuali Kakak melihatnya di Raja Ampat.” Gerson menjawab dengan mata seperti membayangkan sesuatu.

Ya, nama Raja Ampat memang sudah familiar di telingaku satu tahun terakhir. Tepatnya setelah membaca tulisan Windy Ariestanti saat mengajar menulis penduduk Misool. Dalam tulisannya Windy bercerita tentang ia yang sampai bersujud di pasir akibat tawa yang berlebihan. Saat ia memerintahkan peserta pelatihan untuk menuliskan ‘cabai’, justru diganti dengan ‘rica’. Sesaat Windy menolak, memberi penjelasan bahwa rica harus diganti cabai ketika menuliskannya dalam bahasa Indonesia. Seorang peserta bernama Balif maju dan berkata, “Cabai dan rica itu sama pedasnya. Kenapa harus diributkan?”. Aku ikut tertawa saat membaca tulisan Windy tersebut dan sejak itu pula aku giat mencari informasi seputar gugusan pulau yang sering disebut-sebut sebagai The Last Paradise tersebut. Bahkan beberapa video di youtube pun menjadi sasaran untuk menuntaskan rasa penasaranku.


Usai menuntaskan sekian video, hanya ada satu kata yang bisa kuucapkan. Wonderful. Wajar saja beberapa traveler mengaku sempat meneteskan air mata begitu tiba di sana, tidak menyangka bahwa tempat seindah itu ada di negara kita, Indonesia.

“Segala macam mimpi indah Kakak tentang laut dan isinya akan terwujud saat tiba di sana.” Ah Gerson kembali membuat keinginanku meluap-luap.

Aku tahu hal itu, Kepulauan Raja Ampat yang terdiri atas empat pulau terbesarnya yaitu Pulau WaigeoPulau MisoolPulau Salawati, dan Pulau Batanta memang menjadi impian semua pecinta laut, dan kurasa tak ada manusia yang tidak mencintai laut. Meskipun tidak bisa menyelam, setidaknya senang kala memandangi biru alami yang tercipta dari laut.

Source: click here
Bukan hanya tentang birunya yang memikat, Raja Ampat juga tercatat memiliki lebih dari 540 jenis karang keras (75% dari total jenis di dunia), lebih dari 1.000 jenis ikan karang, dan 700 jenis moluska. Tidak salah jika penelitian Dr. Gerald Allen asal Australia menetapkan Raja Ampat sebagai greatest biodiversity ever registered. Tidak hanya itu, Raja Ampat juga kaya akan hamparan padang lamun, hutan mangrove, dan pantai tebing berbatu yang menakjubkan.

“Kakak, saya tidak berbohong ini. Berkali-kali sudah saya ke sana, tapi kalau Kakak ajak saya ke sana lagi, sekarang pun saya mau. Kakak pernah nonton film-film fantasikah? Macam Harry Potter, Avatar, dan lain-lain?”

“Pastilah. Itu semua film kesukaan Kakak. Kenapa? Gerson belum pernah menontonkah?”

“Bukan Kakak. Tapi saya cuma ingin kasih tahu, perasaan haru Kakak ketika melihat Hoghwarts di antara kabut atau ketika melihat Avatar Hallelujah Mountain, seperti itulah harunya ketika sampai di antara gugusan pulau di Raja Ampat. Bedanya, yang ini nyata dan benar-benar ada di depan mata Kakak. Pasti menangislah itu.” ceritanya bangga. Ia mengernyit, seolah-olah mengejekku.

“Ya, nanti Kakak pasti akan ke sana.” Dalam hati aku melanjutkan dengan kata, “Insya Allah...

“Saya ikut ya Kakak...” sambung Gerson cepat.

Kali ini giliran aku yang mengernyit untuk mengejeknya.


Nuansa Keramahan, Musik, dan Tarian

Selain keindahan alam yang merupakan salah satu maha karya Tuhan, Raja Ampat juga semakin eksotis oleh aneka ragam budaya masyarakatnya. Aku sempat bertanya pada Gerson tentang ramah tidaknya penduduk di sana, yang ada jawaban adik tingkatku itu justru penuh candaan.

“Semua orang Papua memang ramah-ramah Kak, seperti aku ini. Kalau Kakak ke sana pasti akan disambut seperti artis, lengkap dengan upacara adat tujuh hari tujuh malam.”

Meskipun terkesan berlebihan, soal keramahan kurasa Gerson tidak sedang berbohong. Rata-rata orang Papua memang sangat ramah. Selain itu mereka juga lucu. Jangankan saat mereka bergurau, logat bicara saja sudah membuat kita tidak bisa menahan tawa.

Lalu di Raja Ampat, keramahan khas masyarakat Papua pun akan menjadi penyambutan yang menyegarkan bagi para wisatawan. Keramahan dan kebahagiaan mereka akan semakin menjadi-jadi apabila wisatawan datang membawa pinang atau permen. Buah tangan yang sangat sederhana bukan? Kemudian pinang itu akan dimakan sambil mengobrol santai diselingi main lempar mob, yaitu permainan saling melontarkan cerita atau istilah-istilah lucu.

Penduduk lokal Raja Ampat diwarnai oleh dua agama besar yaitu Islam dan Kristen. Bahkan dalam satu kelurga terkadang memiliki keyakinan yang berbeda. Meskipun begitu, keduanya berjalan harmonis penuh kerukunan.

Gerson kembali bercerita, memanas-manasiku lebih tepatnya. “Saya jamin, sesampai di sana Kakak akan menari-nari saat mendengar musik khas orang kami.”

Foto source: Barry Kusuma, click here.
Ya, aku pernah menonton tari-tarian orang Papua itu di youtube. Dimana penari wanita mengenakan pakaian dengan perpaduan warna-warna terang berkontras tinggi seperti merah, hijau terang, kuning tua dan biru terang. Sedangkan penari laki-laki kebanyakan bertelanjang dada dan untuk menutupi bagian pinggang ke bawah biasanya menggunakan pakaian dari bahan sabut, anyaman daun kelapa, bulu dan kulit binatang,  tergantung dari jenis tarian yang dibawakan. Ada pula kaum pria yang tampil menggunakan penutup aurat khas Papua yaitu koteka. Dan yang pasti baik penari pria maupun wanita akan tampil lengkap dengan aksesoris dan rias wajah khas dan eksotis yang hanya bisa kita jumpai dalam seni tradisional khas Papua.

Mereka dengan pakaian dan tata rias yang khas itu biasanya akan lincah menarikan tarian upacara adat maupun penyambutan seperti Tarian Wor, Main Moun, Tarian Batpo, Tarian Yako dan kesenian Suling Tambur. Lalu diiringi oleh alat musik perkusi  khas Papua yang bernama tifa, gong (mambokon) dan tambur (bakulu). Alat musik bersenar seperti gitar dan tiup seperti seruling dari kerang laut juga sering digunakan untuk mengiringi tarian. Waw, sungguh seperti sedang menonton film.


Cara mereka menangkap ikan adalah pertanda tiadanya kerakusan

Hidup di pulau-pulau yang tidak begitu besar dengan laut yang mengepung, tentu menjadi latar belakang yang tepat mengapa penduduk Raja Ampat hobi menangkap ikan. Makanan pokok mereka yang lengket dan terbuat dari pati sagu kurasa turut menjadi salah satu latar belakangnya. Pernah satu kali aku mencicipi papeda, dan itu sama sekali tidak ada rasanya. Ia akan terasa enak hanya bila disajikan bersama aneka masakan berbahan baku ikan yang dimasak berkuah. Jadi, tanpa ikan, menu makan mereka dirasa ada yang kurang.

Source: click here
Meskipun mereka hobi menangkap ikan, jangan disamakan mereka dengan para nelayan yang menangkap ikan dengan segala macam cara demi tangkapan yang sebesar-besarnya. Orang Raja Ampat mengerti cara untuk bersimbiosis mutualisme dengan kekayaan alam mereka. Mereka memiliki budaya sasi yang sering dipakai untuk menangkap jenis ikan yang mempunyai nilai jual tinggi, beberapa jenis siput atau kerang, dan lobster.

“Apa Kakak? Budaya Sasi? Itu semacam tradisi yang mana kami tidak diperbolehkan menangkap ikan-ikan tertentu, lobster, siput atau kerang-kerangan dalam jangka waktu tertentu. Biasanya satu tahun. Tujuannya agar para makhluk laut itu punya rentang waktu untuk berkembang biak. Jadi ikan kami tidak akan sampai habis, apalagi punah.” Garson menjelaskan.

Selain budaya Sasi, cara lain mereka untuk menangkap ikan disebut bacigi. Yaitu menangkap ikan tanpa menggunakan umpan. Cara ini bisa digunakan di area perairan yang memiliki ikan padat. Cukup dengan menurunkan kail, maka ikan-ikan itu sudah menempel di mata kail. Tidak bisa dibayangkan jika aku yang menjumpai perairan dengan ikan padat seperti itu, pasti sudah kujaring sekaligus, lalu menjualnya ke pasar.

Lihatlah perbedaan pemikiranku dengan mereka. Dan hal ini membuatku bisa memberikan kesaksian mengenai masyarakat Raja Ampat, mereka adalah masyarakat yang paling menghargai lingkungan hidup. Bagi mereka, ketika alam memberikan banyak keuntungan bagi manusia, maka sudah menjadi kewajiban manusia untuk berbuat baik kepada alam. Sementara kita yang setiap saat dikelilingi teknologi dan segala macam ilmu pengetahuan tidak kunjung peka akan hal itu. Penduduk Raja Ampat memberikan teladan bagi kita agar tidak menjadi parasit bagi alam yang mengambil keuntungan sebesar-besarnya hingga membuat sang alam perlahan penyakitan lalu binasa.


Jadi, seperti apa rute menuju Raja Ampat?

“Kakak bisa ambil penerbangan ke Sorong. Biasanya singgah dulu di Makassar ganti pesawat. Dari Bandara Domine Eduard Osok di Sorong lanjut ke pelabuhan, kemudian naik kapal rakyat menuju ibu kota Raja Ampat, Waisai, Pulau Waigeo. Untuk keperluan menyelam atau berlayar ke pulau-pulau Raja Ampat, Kakak bisa sewa perahu penduduk sana. Gampanglah itu asal ada duit aja Kak.”

Percakapanku dengan Gerson berakhir setelah beberapa kalimat lagi. Sepanjang perjalanan kembali ke kost, hatiku dipenuhi perasaan yang berbeda. Jika biasanya tempat-tempat di luar negeri terus berkelebat dalam kepalaku, kali ini untuk pertama kalinya aku memiliki impian besar untuk mengunjungi sebuah tempat di negeriku sendiri.


Seorang filsuf, St. Augustine, pernah berkata, “The world is a book and he who doesn’t travel only reads one page.” Dan aku tidak mau menjadi seorang pembaca yang hanya menamatkan satu halaman buku yang telah disediakan. Menurutku perjalanan bukanlah tentang seberapa keren tempat yang kita kunjungi, atau seberapa jauh daratan dan lautan yang kita sebrangi. Karena perjalanan adalah seberapa besar kita menemukan kebahagiaan di luar kampung halaman.

Tulisan ini diikut sertakan dalam lomba Artikel Raja Ampat oleh Indonesia.travel


Referensi:
http://id.wikipedia.org/wiki/Kepulauan_Raja_Ampat
http://rajampatsorong.blogspot.com/
http://windy-ariestanty.tumblr.com

13 comments:

  1. Teman sekamar saya di sini juga ada yang dari Papua. Tapi dia sudah lama tinggal di Jawa dan tidak seseram diatas, he-he. Jadi saya enggak bisa menemukan menemukan kelakuan mereka yang lucu seperti yang Mbak ceritakan di atas. Semoga sukses kontesnya.

    ReplyDelete
  2. mau...mau...aku juga mau kesana

    ReplyDelete
  3. persepsi orang terhadap orang lain beda-beda lho. Misalnya aja nih ya, saya sebagai orang Makassar, apakah karena saya orang Makassar, harus distempel sebagai orang yang kasar? heehhe. Bagaimana lagi dengan orang Papua yang memang budaya disana agak keras menurut orang Jawa yang lemah lembut gemulai, yang tidak terbiasa mendengar intonasi suara tinggi. Inilah kekayaan budaya kita, kaya akan perbedaan. Tapi lihat deh dipemberitaan, justru ada orang yang dari luarnya terlihat sopan, suara lembut, tapi ternyata berhasil menghilangkan nyawa orang? saya nggak nyindir siapa-siapa, tapi itulah kenyataannya. Orang luar negeri saja mengakui bahwa orang-orang Indonesia ramah dan enak diajak ngobrol, bagaimana dengan kita sendiri, kok gampang sekali curiga dengan keramahan setanah air sendiri.. hehehhee Ayoo wujudkan impiannya ke Raja Ampat.... :) moga beruntung yaaa

    ReplyDelete
  4. hehhehe titip salam sama Gerson yaaa... :D enaknya punya banyak teman, itung-itung bisa dijadikan pemandu wisata ke Raja Ampat nih. logat Papuanya kereen,, coba tukaran, si Gerson yang pake logat Jawa..wlwkwk. Raja Ampat memang wajib banget untuk dikunjungi..yuuukkk moga sukses kontesnya dek Sofy :D

    ReplyDelete
  5. Kalo singgah di Makassar ....bilang2 ya .. siapa tahu bisa ke pantai Losari :)

    Logat kita pun pasti terdengar lucu bila berbaur dengan orang sana :D

    Saat ini orang Papua sudah banyak kuliah di mana2. Di Makassar juga. Di dekat rumah saya ada kos2an yang ditempati oleh beberapa orang Papua.

    Sy juga jadi pengen ke Raja Ampat

    ReplyDelete
  6. Keren. Luar Biasa. Mantab. Super.
    Wish You be winner say. :)
    ditunggu cerita yg baru... :D

    ReplyDelete
  7. waw... serasa ngobrol langsung sama Gerson di Raja Ampat nih... titip oleh2 ya kakaaaaakkk :D

    ReplyDelete
  8. Saya memang belum pernah satu kali pun menginjakkan kaki di tanah Papua. Saya taunya Papua juga dari Internet, dan berita berita di TV dan Majalah. Sudah beberapa terakhir ini saya banyak membaca artikel blogger membahas soal Raja Ampat. Wiiih bener bener KUDET sayah. Alias saya kurang APDET. Menyimak saja dulu deh ya hihihihihii

    ReplyDelete
  9. ini yg kontes raja ampat ya? wah moga menang :) kapan dedline?

    ReplyDelete
  10. Tulisannya menarik banget dan enak dibaca ;) Raja Ampat memang top ya ;)

    ReplyDelete
  11. subhanallah indahnya.....indonesia mmg luar biasa

    ReplyDelete
  12. Berasa pernah liat gerson di dramaga...mirip kali ya kak...
    Saudara kita di papua mengajarkan kita bagaimana gambaran hidup yg bersinergi dengan alam...
    Raja ampat selalu menjadi magnet bagi para traveller....
    Sukses ya kakak...

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...