"Satu hal yang harus kita hentikan adalah berpikir tentang kesuksesan
yang instan. Saya percaya, kesuksesan instan berarti terkenal sesaat.
Lagipula, melihat proyek kita tumbuh itu sama seperti melihat anak kita
tumbuh. Jika saya diminta memilih antara ikut proyek yang sudah sukses
atau memulai dari nol, saya akan pilih yang kedua!”—Franka Soeria
Musim
panas yang semarak, terlebih untuk negara empat musim yang berada di
dua benua bernama Turki. Para turis dengan wajah antar bangsa tampak
menjejali halaman hingga bagian dalam ikon-ikon utama Istanbul seperti
Hagia Sophia dan Masjid Biru. Lalu di taman-taman, deretan tulip aneka
warna sudah memekarkan kuncup-kuncup yang indah, mengundang keinginan
manusia yang berlalu-lalang untuk berhenti sejenak dan berfoto.
Turki
adalah negara yang sudah memikatku, namun kali ini bukan keindahan
Turki yang menarik perhatianku. Melainkan seorang wanita berwajah
Indonesia, berjilbab, menggendong satu anak laki-laki dengan seorang
suami berwajah Turki di sampingnya, yang saat itu sedang diwawancarai
oleh jurnalis berjilbab dari sebuah stasiun televisi tanah air.
“Oh, kenapa yang diwawancarai adalah ibu-ibu rumah tangga?” gerutuku pada awal tayangan.
Ya,
aku sama sekali tidak familiar dengan wajahnya. Apalagi sampai tahu
kisah inspiratif yang ada pada dirinya. Kesan pertama kali yang muncul
dalam kepalaku adalah tentang seorang ibu-ibu yang
fashionable
dan, mungkin, sekarang dia tinggal di Turki. Tidak tahunya, wanita ini
jauh melampaui apa yang berhasil aku pikirkan. Sebagai karma atas
ucapanku tadi, sejak menonton wawancara tersebut, aku langsung mencari
informasi lebih detail tentangnya di internet. Seketika aku
mendeklarasikan diri sebagai penggemar. Tidak salah lagi! Dia memang
muslimah hebat, namun sayang, tidak banyak wanita Indonesia yang kenal
dengan sosoknya.
|
Salah satu hasil styling-nya Mbak Franka |
Franka
Soeria nama wanita itu. Siapa sangka, Mbak Franka ini
punya sederet bakat, pekerjaan, yang sekaligus kuanggap sebagai
prestasi. Berikut adalah sebagai apa ia dikenal:
- Konsultan fashion internasional
- Co-founder majalah New York Covertime
- Manajer Hubungan Internasional di Modanisa.com (E-commerce fashion
Turki dengan pengunjung 6 juta setiap bulan, sekaligus dinobatkan
sebagai no. 1 E-commerce of modest fashion in the world oleh The Global
State Islamic Economy 2015)
- Co-founder A La Hijab
- Hubungan Internasional untuk Indonesia Fashion Week
- Penulis screenplays, copywriter, press releases, dan news to advertorial
- Penyanyi sekaligus songwriter
Jangan
terburu-buru kagum jika belum tahu seperti apa perjuangan seseorang
untuk mencapai sesuatu yang kita kagumi. Seperti kebanyakan orang
sukses, perjalanan Mbak Franka juga tidak bisa dibilang mudah. Ia
memulai semua itu dari garis nol dan kerja keras.
Shock Culture dan Titik Terendah
Pertemuan
dengan seorang lelaki Turki yang berprofesi sebagai pilot di New York
delapan tahun silam ternyata sempat mengubah jalan hidup Mbak Franka.
Meski tidak memiliki hubungan pacaran layaknya muda-mudi, namun keduanya
tetap menjalin komunikasi hingga lima tahun lamanya. Saat itu Mbak
Franka sudah di Jakarta, sementara si lelaki tetap di New York. Hingga
akhirnya, sebuah skenario indah Tuhan diperlihatkan, dengan niat yang
teguh si lelaki datang ke Jakarta untuk melamar sekaligus menikah.
Pernikahan inilah yang kemudian, mau tidak mau, menuntut Mbak Franka
untuk ikut suami kembali ke tanah kelahirannya di Turki.
Mbak
Franka yang selama ini belum berhijab, akhirnya memantapkan diri untuk
berhijab. Kehidupan pasca pernikahan sempat menjadi ujian baginya.
Perbedaan budaya antara dua negara ternyata bukan perkara sepele. Mbak
Franka yang semula adalah wanita karir tiba-tiba harus melepas semua itu
karena sang mertua lebih ingin ia tinggal di rumah dan hanya fokus pada
suami. Ia yang biasa hidup dengan beberapa asisten rumah tangga, kini
harus belajar meng-
handle semuanya sendiri. Jauh dari keluarga,
budaya asing, orang asing, bahasa asing, makanan asing, tidak ada
kesibukan di luar, semua ini membuatnya berada di titik gelap. Ia
mengaku sampai menangis.
“Ma, aku mau pulang saja ke Indonesia.
Kok sepertinya aku nggak sanggup hidup di sini. Aku pulang sama suamiku,
ya?” permintaannya pada sang ibu.
Meskipun dalam keadaan terpuruk, Mbak Franka masih bisa berpikir jernih. Berkat
support dari
suami, akhirnya niat pulang ke Tanah Air ia urungkan. Ia mulai menata
kembali batu demi batu istana kesuksesan di negeri orang. Juga belajar
jadi istri yang pintar mengurus rumah dan dapur. Beberapa waktu
kemudian, ia diperbolehkan menjadi pengajar di sebuah lembaga, yang
menurut pengakuan Mbak Franka aktivitas ini hanya sebagai pelarian agar
tidak selalu berdiam diri di rumah. Lamaran kerja di bidang
passion-nya
juga sudah dilayangkan berkali-kali. Sayang, tak satu pun melirik.
Mereka tidak yakin seorang wanita berhijab seperti Mbak Franka bisa
sukses di dunia fashion. Padahal berkali-kali ia jelaskan bahwa di
Indonesia dirinya adalah seorang desainer.
“Oh, ini bukan dunianya wanita berhijab sepertimu, Franka.” Komentar salah satu pemilik fashion brand di Turki.
Setelah
sekian bulan seperti berjalan dalam kubangan frustasi, akhirnya cahaya
itu datang. Sebuah perusahaan E-Commerce terbesar di dunia sudi
mempekerjakan Mbak Franka sebagai pegawai. Berkat talenta yang
ditunjukkan, kini ia duduk di jabatan Manajer Hubungan Internasional.
|
Modanisa |
Sejak
inilah hidupnya mengalami titik balik. Peluang demi peluang seolah
terbentang seluas mata memandang. Dan Mbak Franka adalah seorang wanita
berkarakter bisnis yang paling jeli memanfaatkan peluang tersebut.
Meyakinkan Dunia bahwa Indonesia juga Punya Fashion
“Saya mau ke Indonesia untuk Indonesia Fashion Week.” Ucap Mbak Franka pada para kolega.
Seketika wajah-wajah heran bermunculan. Kening teman-temannya berkerut. “Memangnya Indonesia punya fashion?”
Inilah
salah satu tantangan untuk Mbak Franka sebagai perempuan Indonesia yang
menggiati fashion di Barat. Orang Indonesia yang tinggal di Indonesia
mungkin mengakui bahwa semangat fashion, terutama fashion hijab, di
tanah air sedang berada di puncak. Sederet nama desainer berbakat
bermunculan. Mereka tidak hanya menelurkan karya berupa pakaian, namun
juga jadi
public figure dan punya banyak penggemar.
Namun
di luar sana, terutama di Barat, orang tidak mengenal Indonesia seperti
itu. Seperti yang dituturkan Mbak Franka, masyarakat Barat lebih
mengenal Indonesia dengan keburukannya seperti kemiskinan dan penyiksaan
terhadap hewan-hewan yang dilindungi. Pernah satu kali Mbak Franka
diliput oleh wartawan Turki, pertanyaan pertama yang muncul justru,
“Apakah hubungan antara manusia dan hewan di Indonesia baik-baik saja?”
Oh, poor.
Sayang sekali! Padahal kita tahu sendiri seperti apa majunya fashion di
Indonesia. Hal inilah yang terus disosialisasikan Mbak Franka pada
masyarakat di sana. Bahwa Indonesia itu punya banyak hal bagus, punya
fashion yang tidak kalah dengan negara lain, dan punya banyak desainer
berbakat.
Salah Kaprah Desainer Indonesia dan Mari Menjual di Pasar Global
"Sekarang bukan saatnya lagi gaya-gayaan, bahwa kita sudah berpameran di luar atau ikut fashion show di sana. Tetapi saatnya harus berpikir bagaimana masyarakat muslim di luar tak lagi sekedar aware dan mengagumi tetapi juga action membeli. Saya kenal desainer Indonesia yang sangat terkenal di stage, namun tidak bisa menjual koleksinya." tutur Mbak Franka.
Menurutnya,
sebuah brand akan dikenal dunia bukan dari betapa sering ia dipamerkan
di sana-sini. Melainkan brand tersebut juga dicari-cari banyak orang
untuk dibeli. Tapi keadaan fashion Indonesia tidak seperti itu.
Kenyataannya, saat rancangan-rancangan dari Indonesia dipamerkan, itu
hanya membuat orang kagum sesaat. Mereka suka melihatnya, namun tidak
untuk memakainya sehari-hari. Mereka berpendapat bahwa kebanyakan model
fashion Indonesia terlalu berlebihan, terlalu etnik, dan masih banyak
yang kualitasnya rendah. Sangat kontras dengan fashion orang Turki yang
simpel namun punya kualitas baik.
Saat
ini market
pakaian muslim terbesar adalah Turki, kedua Uni Emirat Arab,
dan ketiga baru Indonesia. Jadi, jika penggiat fashion Indonesia mau
produknya laris di pasar global, penting sekali untuk memperhatikan
minat fashion di negara yang dibidik. Kita tidak bisa membuat pakaian
yang terlalu
lebai, jika sasarannya adalah wanita Turki yang
menyukai kesederhanaan namun tetap ilegan. Soal prinsip dan identitas
brand, saat kita memilihnya bertema etnik, kita juga harus membuatnya
bisa menjual dan layak untuk dipakai semua kalangan dalam aktivitas
harian mereka.
A La Hijab, Social Platform untuk Islamic Fashion
Pertama kali mendengar nama A La Hijab, yang terlintas dalam pikiranku adalah sebuah
page
di facebook yang berisi segala sesuatu mengenai hijab. Ternyata aku
salah! Begitu kubuka situs alahijab.com, yang muncul adalah sebuah
halaman yang mirip seperti platform instagram, pinterest, dan lain-lain.
Kerennya, A La Hijab adalah buah pikiran perempuan Indonesia yaitu Mbak
Franka.
Aku langsung mendaftar dalam situs tersebut dan sekarang sudah punya akun di sana. Kita bisa punya
follower dan sebaliknya kita sebagai
following. Cara memainkannya sama seperti memainkan instagram. Kita
browse foto, ditambah
hastag, caption, lalu siap di-
posting. Nanti akan muncul di halaman beranda alahijab.com dan bisa di-
like oleh semua
member.
|
Tampilan A la Hijab |
\
Tujuan
Mbak Franka membuat platform A La Hijab ini supaya seluruh penggiat
fashion muslim skala global, baik itu desainer, brands, pembeli,
bloggers, dan pecinta fashion bisa berkumpul dalam satu wadah. Di sana
mereka bisa mempromosikan produk, memperkuat brand, sosialisasi trend
fashion dari negara masing-masing, hingga memperluas networking.
“I
know we have other established social media, but it is hard to find
other hijabis from specific location and also specific products from
specific location.” Ujar Mbak Franka saat ditanya alasannya mendirikan A La Hijab.
Saat
ini pengguna A La Hijab memang belum sebanyak platform lain yang sudah
eksis lebih dulu. Masih butuh sosialisasi yang giat agar A La Hijab bisa
dikenal dan kemudian digunakan banyak orang. Mbak Franka tetap optimis
pada pertumbuhan A La Hijab. Dia mengatakan bahwa platform lain seperti
instagram pun tidak sukses hanya dalam waktu singkat. Fokus dan
konsistensi sangat dibutuhkan untuk mencapai sesuatu yang diharapkan.
“Membuat
kesalahan adalah sesuatu yang wajar, itu artinya kita sedang
mengusahakan sesuatu. Aku pernah gagal, namun aku tetap berjuang. Mereka
berkata, kucing memiliki 9 nyawa. Mengapa kita tidak? Sejauh yang saya
tahu, apapun yang kamu lakukan, selagi kamu konsisten dan terus berdoa,
you will reach the goals!” ucapnya optimis.
Untuk Kita, Perempuan Indonesia...
Mbak
Franka dan segala pencapaiannya membuatku berpikir satu hal, bahwa
sebagai perempuan Indonesia, di mana pun kaki kita berpijak, di sana
kita harus berkarya. Pindah ke negara orang bukan berarti melepas segala
identitas ke-Indonesiaan, bukan berarti tidak bisa melakukan apa-apa
untuk Ibu Pertiwi. Bukan perkara mustahil untuk eksis bersama nama
Indonesia di tanah orang, semuanya adalah tentang kemauan dan kerja
keras.
|
Franka Soeria |
Sebagai
perempuan Indonesia, aku rasa kisah Mbak Franka ini bisa dijadikan
teladan. Tidak banyak orang mengenalnya, namun di belakang itu,
perjuangannya untuk nama Indonesia patut diapresiasi. Dan kita, di mana
pun kaki berpijak, semoga kemauan dan kerja keras tetap tertancap dalam
hati.
“Ketika Anda mencoba untuk bersikap baik, selalu ada
orang-orang yang akan menyalahgunakan kebaikan Anda. Yang ingin saya
lakukan adalah ketika saya mencapai posisi yang lebih tinggi dengan
dampak yang lebih besar, saya akan menyebarkan lebih banyak energi ini
pada orang lain.”