A sister from Brooklyn. Credit to: @elamraniiman |
Dulu, aku beranggapan bahwa para wanita yang
mengenakan niqab di negara-negara seperti Indonesia, adalah wanita yang ngotot.
Buat apa harus bersusah payah menutup wajah, belum lagi harus menerima
pandangan sinis orang-orang, sementara hal itu tidak diwajibkan dalam Islam? Kenapa
mereka tidak bisa ber-Islam dengan sederhana saja, tidak fanatik? Lihatlah,
mereka justru menyusahkan diri sendiri. Di beberapa negara, seperti Prancis dan
Belgia, niqab ini dilarang oleh negara. Tapi para Muslimah di sana tidak mau
seketika menanggalkan niqab, sebaliknya mereka menggelar aksi agar niqab dilegalkan. Hey, girls, why you make these all become complicated? Islam is
easy! If the goverment don’t allow you to wear niqab, then put it off! Quran
and Hadist never ask you to cover all of your face and hands, right? Just wear
the simple hijab, I mean you may take the big size of hijab and then let your
face and hands be uncovered.
Problem solved!
Ya, that was me! Ya, itu dulu!
Tapi, akhir-akhir ini, aku disadarkan oleh
maraknya para Muslimah mualaf dari Eropa, Amerika, bahkan Rusia, yang
memutuskan mengenakan niqab. Kita bisa lihat bagaimana cara Muslim di
negara-negara Barat tersebut berdakwah di area publik. Mereka menyebarkan
brosur tentang Islam, memberikan penjelasan kepada orang-orang di jalanan,
bahkan menggelar ‘try to wear niqab’ bagi para wanita yang ingin menjajal
bercadar.
Kemudian di instagram, aku juga mengikuti
beberapa Muslimah Barat yang bercadar (kebanyakan adalah para Mualaf), lalu
memperoleh banyak pencerahan dari caption foto yang mereka bagikan. Kini aku
mulai paham mengapa mereka begitu gigih mempertahankan niqab.
Niqab adalah wujud kesempurnaan dari kepatuhan
kepada Allah swt, dimana semakin teguh iman seseorang, maka semakin pula ia
ingin menyempurnakan kepatuhan tersebut. Bagi seorang Muslimah, adakah yang
lebih tinggi untuk dijadikan sebagai bukti kecintaan kepada Allah melebihi
niqab? Jika aku ditanya tentang hal ini, jawabanku adalah tidak ada! Ketika
seorang Muslimah telah mengenakan niqab, itu artinya ia benar-benar telah
mengaplikasikan salah satu ikrarnya di setiap shalat, yaitu ‘Sesunggunya
shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku, hanyalah untuk Allah Tuhan Penguasa
Alam’ dengan sempurna.
Kenapa aku berpendapat seperti itu?
So look at me! Aku adalah Muslimah berhijab
panjang, alhamdulillah. Tapi jika kamu memintaku untuk bercadar, bisa
dipastikan aku harus berpikir dulu selama berminggu-minggu. Kenapa?
Karena aku takut.
Aku takut orang-orang tidak bisa melihat
senyumku lagi, wajahku lagi. Aku takut tidak bisa memamerkan make up lagi. Dan aku
juga juga tidak bisa memakai aneka model gamis lagi. Kan sekarang lagi
nge-trend gamis syari warna-warni, lucu-lucu, ditambah renda dan bunga-bunga. Nah,
kalau aku bercadar, maka aku harus say good bye forever pada semua itu.
Jadi kesimpulannya, meski aku sudah berhijab
panjang, apakah aku sudah terlepas dari yang namanya tabarruj? Kenyataanya belum.
Aku masih ingin berdandan untuk menarik perhatian orang, masih ingin dipuji ‘aduhai,
teduhnya wajahmu’, dan seterusnya.
Tapi apa jadinya jika aku mengenakan niqab
dengan pakaian keseharian berwarna gelap? Tentu semua itu tidak lagi bisa
kudapatkan. Pada poin inilah aku bisa membuat kesimpulan, bahwa wanita yang
benar-benar berniqab adalah wanita yang benar-benar menyerahkan diri sepenuhnya
kepada Allah Azza wa Jala. Ia tidak lagi peduli pada pujian manusia, karena
ridho Allah adalah segala baginya.
“Bagaimana perasaanmu saat mengenakan ini?”
seorang Muslimah asal Kuwait (berniqab) menanyai seorang wanita bule yang kini
sudah berniqab rapat. Ini adalah pembicaraan di sebuah area publik, dimana
Muslimah asal Kuwait ini mempersilakan siapa saja wanita yang ingin mencoba niqab.
“Liberated. Dengan pakaian seperti ini aku
merasa orang-orang saat berbicara padaku, maka mereka akan fokus pada mataku,
kemudian mereka akan mendengarkan dengan baik apa yang kukatakan. Tidak justru
memperhatikan tubuh, kecantikan wajah, atau rambutku. It’s amazing!”
Aku sendiri pernah merasakan seperti apa rasanya
menjadi wanita berniqab, tepatnya ketika bekerja di perusahaan Jepang satu
tahun lalu. Karena ruang kerjaku ada di lantai Clean Room, jadinya dituntut
untuk mengenakan jump suit, hijab seperti ninja, dan masker, sehingga yang
terlihat hanyalah mata. Begitu keseharian aku bekerja dan berinteraksi dengan
rekan yang lain. Namun percayalah, kondisi pakaian yang seperti ini justru
membuatku sangat nyaman. Saat sedang tidak begitu banyak kerjaan, terkadang aku
bercerita panjang lebar bersama beberapa engineer and teknisi di sana. Aku
bebas tertawa, mengeluarkan pendapat, dan sebagainya.
Berbeda jika aku ada di
luar. Mau bicara saja harus berpikir ratusan kali dulu. Why? Karena aku tidak
begitu nyaman saat keseluruhan wajahku diperhatikan oleh lawan bicara. Kesimpulannya,
aku lebih nyaman berkomunikasi ketika aku mengenakan masker dan hijab ninja. Rasanya
lebih bebas dan tidak perlu terlalu pusing untuk bereskpresi.
Di Indonesia sendiri, kuperhatikan, niqab
sudah mulai memasuki era trend. Lihat saja beberapa waktu yang akan datang. Terbukti
dari mulai maraknya toko online yang berjualan abaya dan gamis lebar yang
dilengkapi cadar, bahkan beberapa toko online mulai meng-import design gamis longgar
para Muslimah Prancis yang mengenakan niqab. Hanya saja, masih banyak juga
masyarakat kita yang memandang niqab sebagai sesuatu yang aneh. Stempel ekstrimis,
istri teroris, penculik bayi, dsb masih belum bisa hilang. Ini karena memang beberapa
pelaku kriminal ada yang sengaja memanfaatkan niqab untuk menyembunyikan
identitas mereka. But it is the reality that we can’t deny.
Aku sendiri, untuk saat ini, belum
mengenakan niqab. Beberapa waktu lalu aku sempat mendatangi salah satu
pesantren tahfidz Quran yang menurutku cukup berkualitas, tapi para wanitanya
diharuskan berniqab. Bapak sempat memintaku untuk lanjut menghafal di pesantren
ini nantinya setelah pengabdian, hanya saja aku masih berkilah sebab niqab
tersebut.
“Apa yang salah dengan cadar?” tanya Bapak. Dan
aku tidak bisa memberikan jawaban.
Tidak ada yang salah dengan cadar. Justru
aku sangat menghormati para wanita yang sungguh-sungguh bercadar karena Allah
ta’ala. Yang salah adalah imanku yang tak kunjung meningkat ini. Semoga Allah
memperteguh iman kita, dan menjaga kita agar selalu beristiqomah di jaman akhir
yang mengkhawatirkan seperti sekarang.
Bapak, tiap kali menelepon beberapa waktu terakhir,
seringkali mengingatkan tentang kondisi umat saat ini. Memprihatinkan. Seperti kita
sedang melakukan penyambutan untuk beberapa peristiwa besar di penghujung akhir
jaman. Semoga Allah selalu melindungi kita, memasukkan kita ke dalam golongan
orang-orang yang kembali dengan hati ridha lagi diridhai-Nya. Semoga Allah selalu menjaga kelurusan niat di dalam hati kita. Memilih berhijab syari atau berniqab, semuanya kembali pada penilaian masing-masing. Allahummaj
'al khaira 'umrii wa khaira ‘amalii khawaatimahu wa khaira ayyaamii yauma liqaa ika.
No comments:
Post a Comment