Friday, 30 October 2015

Macau Episode 6: The Last Day in Macau


Kuil A Ma dibangun untuk memperingati Matsu, dewi pelaut dan nelayan. Menurut legenda ‘A Ma’ berasal dari nama seorang gadis miskin yang ingin pergi ke Canton namun tidak diizinkan ikut kapal seorang pedagang kaya. Lantas seorang nelayan miskin mengizinkannya ikut. Kemudian, sebuah badai menerjang dan menghancurkan semua kapal di lautan kecuali kapal yang ditumpangi gadis miskin tersebut. Setibanya di Makau gadis itu menghilang dan kembali menampakkan diri sebagai seorang dewi di tempat dimana para nelayan membangun kuilnya.

Aku, Zahra dan Una sepakat untuk mengunjungi A Ma Temple di hari terakhir perjalanan kami di Macau. Pukul 10.00 adalah keberangkatan menuju Ferry Terminal, jadi kami menyempatkan untuk pergi ke A Ma secepat dan sesingkat mungkin. Setelah naik bus umum sekitar setengah jam, akhirnya kami sampai juga di kuil berwarna merah tersebut. 
A Ma Temple
A Ma Temple tidaklah sebesar yang kubayangkan selama ini. Hanya ada ruangan ibadah mungil lengkap dengan patung-patungnya dan lidi-lidi sembahyang, pavilion kecil, halaman, dan ada tempat untuk menggantungkan tulisan berisi harapan atau doa-doa. Banyak turis yang sibuk memotret atau sekadar melihat-lihat. Di depan A Ma Temple, terdapat lapangan luas yang dipenuhi kursi-kursi di bawah pohon hijau. 

Selanjutnya, aku dan Zahra melanjutkan perjalanan mendaki bukit Penha. Jalanan yang menaik memberi kesan sepi dan lengang. Hanya ada satu atau dua orang yang berpapasan dengan kami. Rupanya daerah tersebut adalah area perkampungan, banyak rumah-rumah penduduk dibangun di sana. Udaranya sangat sejuk, tentu saja karena ia berada di dataran tinggi. Kami menuju Penha Church yang berdiri di puncak bukit bersama seorang Bapak. Laki-laki tua itu—mungkin berusia 65-70 tahun—sedang jalan-jalan pagi bersama anjingnya. Yang membuatku salut, ia tidak terlihat ngos-ngosan sama sekali, padahal aku dan Zahra sampai mengeluarkan tetes terakhir energi untuk mencapai puncak bukit tersebut.

Jalan menanjak menuju Penha Church


Ini lokasi perumahan penduduk
Karena pintu gerbang gereja masih tertutup, kami hanya bisa melihat-lihat taman yang dibangun di sekelilingnya. Gereja berwarna abu dengan gaya Eropa itu sangat indah bagian luarnya, terlebih bila dilihat dari kejauhan. Setiap kali melintasi jembatan di Macau, semua orang bisa melihat gereja ini di ketinggian. Bahkan gambar-gambarnya banyak bertebaran di postcard Macau.

Beberapa perempuan setengah baya tampak sedang bersantai di taman Penha Church. Menikmati udara pagi yang sejuk, sinar matahari yang cerah, sambil memandangi lanskap kota di bawah sana, tentu menjadi aktivitas yang begitu menyenangkan. 

Taman di samping Penha Church

“Sepertinya seluruh penduduk di sini hidupnya nyaman dan damai, ya.” Ucapku pada Zahra.
Aku sangat menyukai suasana pagi di Penha. Rasanya ingin duduk beberapa saat di sana. Sayang, kami harus bergegas turun, limit waktu tinggal setengah jam lagi. 
Kami mengambil jalan turun yang berbeda dengan saat naik tadi. Awalnya karena menyusuri jalan mencari Mandarin House yang tadi ditemukan Zahra di plang jalan. Setelah belok sana-sini, berjalan turun, kami memang menemukan rumah Mandarin tersebut, namun belum waktunya buka. Jadilah kami bertanya arah jalan menuju A Ma Temple pada seorang penduduk lokal. Ia seorang wanita berumur 30-an.
“I’ll go to the same point. Let’s we walk together.” Katanya seraya tersenyum ramah.
Sampai di hotel sekitar setengah jam kemudian. Kami tertinggal bus rombongan, syukurnya Pak Alan masih menunggu dan mengantarkan ke Ferry Terminal menggunakan taxi. Ia juga membayar ongkosnya. 

Pukul sepuluh lebih ferry yang kita tumpangi sempurna meninggalkan Macau. Selamat tinggal Macau, semoga nanti kita bertemu lagi. Selanjutnya adalah penerbangan pukul 05.25 menuju Bandara Soekarno-Hatta. Bismillah...



Macau Government Tourist Office Representative in Indonesia
Twitter    : @macauindonesia
Facebook: MGTO Indonesia
Website   : http://id.macautourism.gov.mo/ 

Thursday, 29 October 2015

The Women of Our Lives: 4 Cara Rasulullah Menghargai Istri



Berapa banyak lelaki yang ingin menikah dengan alasan ia tidak bisa mengurus dirinya sendiri? Mereka beranggapan bahwa peran seorang istri hanya sebatas memasak untuknya, membersihkan rumahnya, mencuci hingga menyetrika pakaiannya, menyiapkan perlengkapannya, dan memenuhi segala permintaannya. Padahal dalam Islam, seorang istri menempati posisi yang begitu mulia. Allah tidak menyuruh seorang lelaki menikah hanya karena alasan tersebut, melainkan agar keduanya bisa merasakan tenteram. 

Lalu apakah sesungguhnya peran seorang istri bagi suami?


Hal inilah yang dijawab oleh video kolaborasi antara Mohamed Zeyara dan Sheikh Omar Sulaiman berjudul The Women of Our Lives. Dalam video diperlihatkan betapa menyedihkan kehidupan Zeyara yang masih single. Tempat tidur tidak rapi, kaos kaki dan makanan berceceran dimana-mana, lantai kotor, pokoknya super berantakan. Karena malas untuk merapikan semua itu, Zeyara akhirnya berpikir untuk segera menemukan seorang istri. Tujuannya jelas, dia ingin ada seseorang yang bisa meng-handle semua masalah tadi. Pikirnya kalau sudah memiliki istri, ia tidak perlu lagi capek-capek merapikan kekacauan yang sudah ia buat. Kaos kaki bisa bebas ia lempar ke sudut mana pun, toh ada yang bertugas memunguti.

Cerita berlanjut ketika Zeyara berkunjung ke rumah pamannya. Karena istri sang paman mengalami kecelakaan sehingga harus dirawat di rumah sakit, jadi Zeyara berinisiatif untuk melakukan kunjungan rutin ke rumah sang paman. Saat itulah ia kemudian bercerita pada pamannya, bahwa ia sangat membutuhkan seorang istri. Sang paman yang bijak itu pun sudah bisa menerka alasan keinginan Zeyara yang tiba-tiba tersebut.

Sang paman kemudian menasehati Zeyara bahwa peran istri dalam sebuah pernikahan bukanlah menjadikan dia seorang pembantu, meskipun hal tersebut memang akan dikerjakan istri. Namun akan lebih baik jika suami menganggap istrinya adalah partner, keduanya  saling melengkapi. Islam sendiri tidak pernah mengajari seorang suami untuk bertindak arogan pada istri, seolah-olah dia adalah tuan sementara istri adalah budaknya. Rasulullah bahkan pernah berkata bahwa sebaik-baiknya lelaki adalah ia yang berbuat baik pada istrinya. Jika kita mau membaca sejarah hidup Rasulullah, kita akan tahu betapa Rasulullah adalah sosok suami yang sempurna. 

Berikut adalah beberapa hal yang perlu kita ketahui dari Rasulullah saat memerankan sosok suami dan betapa ia sangat menghargai para istri:

1.  Selagi Bisa, Beliau Mengerjakan Sendiri

Kalau ada pakaian yang koyak, Rasulullah menambalnya sendiri tanpa perlu menyuruh isterinya. Beliau juga memerah susu kambing untuk keperluan keluarga maupun untuk dijual.

2.  Ikut Membantu Istri di Rumah

Setiap kali pulang ke rumah, dan belum ada makanan yang siap dimakan, sambil tersenyum baginda menyingsingkan lengan bajunya untuk membantu isterinya di dapur.  Aisyah bercerita, ‘Kalau Nabi berada di rumah, beliau selalu membantu urusan rumah tangga’.

3.  Tidak Marah Meskipun Kecewa



Pernah baginda pulang pada waktu pagi dalam keadaan lapar, tetapi dilihatnya tidak apa pun untuk sarapan. Bahkan yang mentah pun tidak ada. Nabi pun bertanya, “Belum ada sarapan ya Khumaira?” (Khumaira adalah panggilan mesra untuk Aisyah).

Aisyah menjawab dengan agak serba salah, “Belum ada apa-apa, wahai Rasulullah.”

Rasulullah lantas berkata, “Jika begitu aku puasa saja hari ini.” tanpa sedikit tergambar rasa kesal di raut wajah baginda.

4.  Marah pada Lelaki yang Memukul Istri

Baginda sangat marah tatkala melihat seorang suami sedang memukul isterinya. Rasulullah menegur,
“Mengapa engkau memukul isterimu?”
Lantas dijawab dengan agak gemetar, “Isteriku sangat keras kepala! Sudah diberi nasihat, tetap begitu juga, jadi aku pukul lah dia.”
“Aku tidak menanyakan alasanmu,” sahut Rasulullah. “Aku menanyakan mengapa engkau memukul teman tidurmu dan ibu dari anak-anakmu?”
Nah, poin-poin suri tauladan dari Rasulullah itulah yang ditampilkan dalam video. Bagaimana paman Zeyara  dan istrinya seling bahu-membahu dalam mengurus kebersihan rumah hingga urusan dapur. Bagaimana mereka saling menyiapkan sepatu pasangannya sesaat sebelum tidur. Dan bagaimana sang paman membuatkan puzzle berupa wajah sang istri sebagai kejutan.

Ah, video singkat ini berhasil menyentuh hati terdalam. Aku kagum melihat kehidupan sang paman dan istrinya yang tetap penuh kasih sayang meski sudah berusia lanjut. Video ini juga membuatku membayangkan seperti apa kehidupan Rasulullah bersama para istrinya dahulu. 

Video ini sangat aku rekomendasikan untuk ditonton, terutama bagi lelaki yang masih berpikiran seperti Zeyara di awal video. Setelah menonton video ini, semoga persepsimu tentang peran seorang istri bisa sedikit atau sepenuhnya berubah. InshaAllah...



 
The successful marriage is not when you can live in peace with your wife, but when you can’t live in peace without her—Yasir Qadhi

A husband said to his wife, ’50.000 years before the sky was introduced to the sea, Allah Azza Wajjalla wrote down your name next to me’.

Our love is the best love because you make my iman rise, you help me in the dunya, and for that reason I want to meet you again in Jannah.


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...