Ini adalah kali kedua aku menulis tentangmu. Semoga kamu
membaca yang pertama. Aku sendiri tidak tahu, kenapa tiba-tiba malam ini aku
teringat tentangmu, kemudian berniat untuk membuat sebuah penyelesaian yang
melegakan tentang kita. Aku berharap, di sana, secara diam-diam, kamu tetap rajin
berkunjung ke halaman ini dan membaca tulisanku.
Untukmu, percayalah aku sangat menghargai setiap
perasaan yang dihadiahkan untukku. Sekecil apapun itu, terlebih yang besar dan
istimewa. Aku tidak pernah melupakan setiap nama yang singgah dalam hidupku,
tentu saja nama-nama yang memiliki niat tulus padaku. Di sini, meski hati tak
bisa membersamaimu, aku selalu berdoa untukmu, untuk semua nama-nama itu. Aku
mendoakan kalian, yang terbaik untuk kalian, untukmu juga.
Aku masih mengingat tiga hari kebersamaan kita di masa
training pembekalan sebelum kita dibagi di departemen masing-masing. Bukankah
waktu itu kita duduk bersebelahan? Yang kusimpulkan dari tiga hari itu adalah
dirimu yang sopan, selalu shalat tepat waktu, dan ramah. Hmm... meskipun bisa
dikatakan kamu pemalu sekali, mungkin itu hanya berlaku untukku. Buktinya,
salah satu teman kita sering bercerita tentangmu yang periang, yang tidak
pernah kehabisan cerita, yang selalu melontarkan gurauan garing—namun justru
itulah yang membuatnya tertawa geli.
Aku juga masih ingat saat bulan-bulan pertama
perkenalan, kamu ingin bermain ke rumahku. Waktu itu aku berbohong. Kukatakan
padamu bahwa aku harus menemani sepupu keluar kota, mungkin kamu bisa datang ke
rumah di lain waktu. Justru aku menyarankan kamu untuk berkunjung ke rumah
teman-teman perempuan yang lain. Sekarang kau tahu kan betapa aku tidak peka?
Sungguh, waktu itu aku belum bisa menangkap maksudmu. Aku beranggapan kamu
menilai sama diriku dan teman-teman perempuan lain. Yang perlu kamu tahu, waktu
itu, dan peristiwa seperti ini acapkali berulang, adalah tentang ketakutanku
untuk memberikan kesempatan. Sejauh ini, aku sengaja menutup pintu rumahku, dan
hanya membuka bagi ia yang sejak awal sudah menyentuh hatiku saja. Aku
kesulitan menerima saran teman-teman untuk membuka kesempatan bagi yang lain,
untuk coba-coba dulu. Tidak, aku bukan tipe seperti itu. Bagiku, jika di awal
aku tidak menemukan sesuatu yang menyentuh hati, maka itu tetap tidak akan
ditemukan di waktu selanjutnya.
Aku adalah seseorang yang jujur, termasuk dalam hal
menulis. Aku tak begitu suka dengan gaya bahasa yang membuat orang lain pusing
menerjemahkan. Bagiku, menulis itu adalah sebuah kejujuran. Jadi, meskipun aku
menciptakan setting di negeri antah berantah, tetap saja isi tulisan tersebut
adalah kejujuran. Dan mengenai dirimu, kutegaskan di sini, bahwa bukan berarti
dirimu tidak baik. Tidak sama sekali. Justru teman-teman kita selalu
memuji-mujimu. Mereka semangat sekali menyatukan kita. Tapi bagaimana lagi, aku
sudah berusaha menuruti nasehat mereka. Aku sudah berusaha membangun komunikasi
dengan membalas semua pesan singkatmu. Hanya saja, hingga pada detik paling
akhir, semuanya tetap tak berhasil. Pada titik itu pula, aku mampu membuat
sebuah kesimpulan, bahwa hati setiap manusia bukanlah milik mereka. Bukti
paling nyata adalah ketika akal kita menghendaki untuk mencintai seseorang,
namun hati tetap kokoh menolak.
Biarpun begitu, hingga detik ini, aku masih ingat saat
jam makan siang dan kita saling melihat meski terpisah beberapa baris meja. Aku
masih ingat warna botol minummu. Aku juga masih ingat siapa teman-temanmu. Di
ujung sana, kau selalu makan dengan kepala menunduk. Sesekali kau bicara dengan
teman-temanmu. Sesekali kau melihat ke arahku. Pada mulanya, aku sama sekali
tak tahu kalau kau sering melihat ke mejaku, hingga akhirnya seorang teman
memberi tahu. Dan sejak itu, aku mulai memperhatikan dari kejauhan.
Aku juga masih ingat saat sesekali kamu turun ke ruang
kerjaku di lantai bawah untuk instalasi sistem jaringan di perangkat baru.
Kadang, aku sengaja segera keluar. Kau tahu, seluruh teman-teman satu ruang
kerjaku selalu menyebut-nyebut namamu. Bahkan salah satu engineer di ruanganku
membuat sebuah nyanyian yang isinya adalah namamu.
Baiklah, semua itu telah tertinggal di masa lalu. Pada
akhirnya, aku telah menghapus satu-satunya media komunikasi kita. Rasanya tidak
baik jika kita mempertahankan komunikasi, meski hanya sebuah komunikasi antar
teman. Semua justru akan menyulitkanmu untuk melangkah dan mengambil keputusan.
Akan lebih baik apabila kamu tak tahu kabar tentangku. Dengan begitu semua akan
jadi lebih mudah.
Dulu kamu sempat menceritakan impian untuk membuka
sebuah usaha di bidang pertanian atau peternakan, kan? Meskipun saat itu aku tertawa mendengarnya, bagaimana mungkin seorang anak teknik memiliki mimpi menjadi petani atau peternak?
Kurasa kau hanya mencari bahan pembicaraan. Bahkan kau sampai mencari-cari informasi tentang kampusku. Soal usaha, wujudkan lah itu.
Waktu itu kau juga sempat meminta pendapatku untuk memilih, kira-kira usaha apa
yang sebaiknya dimulai dalam waktu dekat. Tapi hingga detik ini, aku masih
belum menemukan jawaban.
Saranku, sebaiknya kau jangan terlalu banyak berpikir.
Jika ingin memulai usaha, maka mulailah. Selebihnya kau bisa menyempurnakan
sambil jalan. Tidak ada yang tiba-tiba sempurna, semua butuh proses. Jadi, tak
apalah bersakit-sakit di awal. Itu hal biasa. Yang kau butuhkan hanyalah tekad,
niat, dan keteguhan hati. Satu lagi, semoga kau tak pernah melupakan Tuhan.
Seperti yang pernah kuucapkan padamu dulu, sebaiknya kau tetap rajin
bersedekah. Hal itu akan membantumu mendapatkan rejeki yang berkah. Kau tahu
apa perbedaan antara rejeki yang berkah dan yang tidak? Rejeki yang berkah itu
akan cukup memenuhi semua kebutuhan meskipun jumlahnya sedikit. Sebaliknya,
rejeki yang tidak berkah akan selalu tidak cukup meskipun jumlahnya besar.
Baiklah, tulisan ini jadi sangat panjang. Semoga hidupmu
selalu berbahagia dan dilimpahi keberkahan. Di sini aku selalu mendoakanmu, doa
untuk seorang saudara yang istimewa. Semoga enam bulan kebersamaan kita tetap
akan dikenang sebagai kenangan yang baik, tidak menyisakan luka ataupun
kekecewaan. Tenang saja, semua takdir manusia sudah ditulis di sebuah kitab
yang terpelihara. Jadi, tidak ada yang perlu dicemaskan.
novel nya indah
ReplyDelete