Showing posts with label Kelas Bahasa Turki. Show all posts
Showing posts with label Kelas Bahasa Turki. Show all posts

Sunday, 19 October 2014

Mulai Mencintai Lagu Turki

Aku sudah mencintai segala sesuatu tentang Turki, sejarahnya, bahasanya, orang-orangnya, tanahnya, kota-kotanya, desanya, dan apapun itu. Hanya satu yang selama ini berusaha juga kucintai, yaitu lagu. 

Soal musik Turki aku udah familiar dengan Mehter yang kukenal sebagai musik penyemangat saat pasukan Ottoman berperang. Musiknya khas dan... memang benar membuat siapa aja yang denger jadi semangat. Nggak bisa kubayangkan gimana musik itu menggema di saat peperangan dulu, ketika getarannya bersatu padu sama bunyi  pedang yang saling beradu dan jerit semangat atau kematian. Duh, wajar aja kalau musik Mehter ini seperti memiliki ruh yang mampu merubah suasana hati. Bayangkan, orang lagi berperang loh, bunuh-bunuhan, musuh dan teman satu persatu mati di depan mata, terus di sisi lain sekelompok orang  lagi main musik. Gimana tuh perasaannya?


Musik lain yang kusuka dari Turki adalah instrumental sufisme yang biasa digunakan untuk Whirling Dance atau meditasi. Itu asli damai sejahtera dengarnya. Aku suka dengar kalau pas kepalaku berasa berat layaknya ditindih satu ton batu bara. Haaah, langsung adem dan tenang gitu. Pantas aja kalau musik ini bisa dipakai untuk meditasi, nggak perlu pakai jampi-jampi atau mantra bin pemanasan dulu juga udah nyentuh banget.


Nah, dua di atas itu musik, bagaimana kalau lagu? Sejauh ini aku suka dua lagu Turki yang bernuansa Islam, bahasa gaulnya nasyid. Lagu ini kalau nggak salah kudapatkan dari dinding facebook seorang teman Turki, udah lama banget kudownload, sekitar lima bulan lalu. Musiknya khas banget, pokoknya kalau kamu sering dengar lagu Turki, pasti familiar dengan keidentikan musik Turki. Kalau nasyid biasanya ada suara kayak desahan gitu (ngeri ya?). Tapi emang bener, aku juga nggak ngerti kenapa bisa ditambah suara nggak menyenangkan begitu. But, we should to empty our mind from negative visual aja. Haha (maksud?)


Awalnya aku punya lagu (selain nasyid) dari Om Ozdemir Erdogan (penyanyi Turki generasi Bapak kita), judulnya Bana Ellerini Ver, artinya Give Me Your Hand (dapat dari google translator). Dapat lagu ini sih dari seorang Teh Sri Zehra yang sekarang tinggal di Turki ikut suami. Katanya lagu ini so sweet. Pokoknya kalimat-kalimat serius dari seorang laki-laki untuk menikahi seorang wanita gitu deh. And i love the song, walau nggak ngerti artinya, taunya senin, bana, sana, dan guzel doang.


Baru deh tadi malam saat berselancar cari lagu India baru, ketemu sama lagu Turki yang nyaman banget. Penyanyinya tetap Om Ozdemir, judul lagu aja yang beda, yaitu Ayrilik Zor yang artinya Difficult Separation (thanks google translator). Pengen sih tau semua arti liriknya, tapi udah keliling google sampai tujuh kali pun aku nggak nemu yang di-translate ke Inggris (how sad). dan aku sangat, sangat, sangat suka sama lagu ini. Banget. Bahkan sampai kudengerin berulang-ulang. Kesannya sedih gimana gitu, syahdu... lalala.


Dua lagu lain yang kudapat dari Mustafa Ceceli, penyanyi yang cukup ganteng. Judulnya Sevgilim (My Love) sama Asikardir Zat-i Hak (maaf, artinya nggak terdeteksi google translator, hiks). Buat yang ingin berkenalan dengan lagu-lagu tersebut, bisa klik video-video yang kucantumin. Nggak mesti suka juga sih, it is just my opinion. But hope you like them.

Sunday, 1 June 2014

Angkot, Sebal, dan Turkishmen

Source: click here
Aku mau cerita pengalaman hari ini, sebenarnya awalnya menyebalkan, tapi berakhir bahagia. Ceritanya aku tadi main ke Jambu Dua Plaza, niatnya mau jual laptop ke konter. Tapi udah singgah di tiga konter, mereka nawarnya di bawah 4 juta semua, karena dihargain sama kayak barang second.
“Walaupun saya tau ini barang baru, tapi kalau segel kardusnya udah dibuka, jatuhnya second, saya jualnya harga second.”
“Wah, kenapa dijual, Mbak? Sayang atuh laptop bagus.”
“Aduh, kalau saya beli sesuai penawaran Mbak, nanti saya jualnya gimana, Mbak? Kan harga second jadinya. Daya beli masyarakat kita jarang-jarang Mbak yang nyampe sono. Mending dijual di OLX atau Berniaga aja, pasti bisa kejual mahal.”
Hfft...baiklah, daripada terjual dengan harga yang super jauuuh....mending aku pulang aja. Syukurnya kakak temenku juga mau ngejualin. Sayangnya saat ini dia masih pelatihan selama 2 minggu di Jatim, akhirnya kuputusin buat nawarin ke teman-teman blog aja dulu. Dan alhamdulillah, sudah di-booked. Harganya juga nggak kumahalin, jauh di bawah harga pasaran. Di Jambu Dua juga belum banyak dipajang, kebanyakan emang laptop-laptop di bawah 3,5 juta yang laris manis. Emang sih, daya beli orang kita rata-rata emang segitu. Aku sendiri waktu cari laptop juga nyari yang kisaran segitu.

Nah, jadi selama perjalanan pulang—naik angkot, sambil sedikit kesal, aku duduk dengan wajah cemberut di samping temanku. Tepat di depan kami, duduk tiga orang laki-laki paruh baya berwajah bule yang asik ngobrol. Tak beberapa lama, masuk lagi cewek imut—sekitar umur 15 atau 16—dan dia duduk di antara ketiga bapak itu.

Angkot pun melaju. Kita sibuk dengan gadget masing-masing. Salah satu bapak menelepon dengan bahasa yang membuat otakku berlompatan. Tentu saja bukan bahasa Inggris.
“Kok kayaknya familiar banget, ya?”
Lantaran aku nggak mau dikatain sotoy, jadi lebih memilih diam. Tak sampai lima menit, salah satu bapak berkata:”Indonesia bagus” pada cewek imut di sampingnya.
“Can you speak english, Sir?” tanya si cewek
Si bapak itu mengode kalau dia tidak bisa berbahasa Inggris, kemudian menunjuk satu temannya yang duduk tepat di depanku, ia sedikit berekspresi seolah-olah mengatakan bahwa temannya itu bisa english.
“Where do you come from?” si cewek kembali bertanya.
Laki-laki paruh baya itu sedikit tampak bingung, untungnya temannya langsung menyaut: “Turki”
“Ha, Turki, Istanbul.”
What? Turki? Suerrr deh, itu rasanya something banget. Temanku spontan berteriak “Turki?!!”

Salah satu bapak tertawa ‘Yes, Turki’ sambil memukul gemas temanku dengan selembar uang sepuluh ribunya. Ingin sekali aku bertanya ‘adin ne?’ atau ‘Endonezya seviyor musunuz?’, sayangnya semua kalimat itu error. Tak ada yang kuingat. Sementara mereka sudah meminta Pak Supir untuk berhenti.

Mereka berlalu keluar sambil mengucapkan ‘Selamun Aleykum’. Saat itu juga aku pengen banget teriak ke mereka:
‘Hocam, Turki cok guzel ve Turki cok seviyorum...!’ 
'Pak, Turki sangat indah dan aku sangat mencintainya...!'
Tapi kalimat itu hanya sampai di tenggorokan, tanpa berani kuungkapkan. Padahal sebelumnya salah satu dari mereka tanpa segan mengatakan ‘Indonesia bagus’. Hfft...it’s okay.

Entahlah, cintaku pada negara itu memiliki banyak alasan, bahkan terkadang aku bingung harus dari mana untuk memulai bercerita. Ketika bertemu dengan orang Turki, hatiku seketika berubah indah. Padahal kamu tahu betapa kesalnya aku pada semua penjaga konter laptop di Jambu Dua. Aku punya semacam chemistry dengan bahasa Turki, sehingga apabila ada orang yang melafalkan, rasanya ada yang mengejutkan. Tapi aku tak punya keberanian untuk menerka, karena aku masih kesulitan membedakan antara bahasa Turki dan bahasa Rusia saat dilafalkan oleh native people.

Turki...aku tidak pernah tahu kapan, yang jelas, hingga kini aku masih setia mencintaimu, pada sejarah dan keindahanmu...


Saturday, 8 March 2014

Cinta: Dari Sejarah Prancis Sampai ke Turki [Not for A Serious Writing]



Jangan sekali-kali berpikir bahwa engkau akan mampu memilih jalan sendiri sebab cintalah yang akan menuntunmu ke jalannya—Kahlil Gibran

Wah, ada apa nih malam-malam mengutip aforisme tentang cinta?

Sebenarnya aku lagi nggak bisa tidur gara-gara tidur siang yang kepanjangan. Jadinya merenung sejenak, dan terakhir terciptalah tulisan berikut ini. Bahasan yang ringan dan tentunya menyenangkan. Siapa sih yang nggak senang kalau bahasannya soal cinta?

Thursday, 6 March 2014

Kelas Skype Bahasa Turki I

Nah, lihatlah betapa ngototnya aku jika sudah mencintai sesuatu. Saat kelas offline alias kursus bahasa Turkiku macet—tutornya pulang ke Turki selama 1 bulan—akupun mencari alternatif lain buat belajar bahasa negeri seribu masjid ini. Dan, salah satunya adalah kelas skype gratis setiap satu minggu sekali. Siapa tutor online-nya?

Namanya Mbak Sri Zehra, berasal dari Bandung. Sekarang tinggalnya di Ankara—ibu kota Turki—ikut suaminya yang alsi sana. Aksen Sunda-nya masih kental banget, meskipun bahasa Turki-nya udah lancar-car. Ramah so pasti, dan beliau dengan sabar meladeni satu persatu pertanyaan kami, mendengarkan kami melafalkan alfabet Turki, dan men-translate kalimat yang kami ajukan. Subhanallah banget, aku sampai terkagum-kagum dengan keikhlasan perempuan ini. Jazakillah khaira ya Ukhti fillah...


Teh Sri ini punya tetangga yang mix Indo-Turki juga, namanya Mbak Rahmawati. Nah, Mbak Rahma ini nih yang punya anak laki-laki imut bernama Furkan. Gemes banget lihat video-videonya. Pokoknya lagi lucu-lucunya gitu.
Ini dia penampakan tuh bocah. Duh, perempuan mana sih yang nggak gemes lihatnya? (sumber: facebook Teh Sri)
Apa yang kupelajari di kelas online I?


Kita belajar ÅŸimdiki zaman atau present continous tense. Ini materi pertemuan kedua di kursusku dulu. Basic-nya alhamdulillah udah tahu, cuma butuh menghapalkan kosa kata aja. Nah, jadi kalau dalam english, ada penambahan ‘-ing’ kan? Kalau dalam bahasa Turki, jadinya ditambahin ‘-yor’. Contohnya begini, gel=datang, jadinya geliyorum=saya sedang datang=i’m coming. Kira-kira begitu deh, hanya saja ada beberapa perubahan juga untuk alfabet konsonan tidak berbunyi ç, f, h, k, p, s, ÅŸ, t. Ah, itu nggak perlu dibahas deh kayaknya. 


Hmm...yang menariknya nih, aku bisa menanyakan translate kalimat ke Mbak Sri. Ow, kalimat apakah itu? Bukan apa-apa, hanya kalimat dari seorang teman yang dulu sempat membuatku bolak-balik google translate. 


Sebenarnya kalimat yang dikirimnya itu nggak sulit (misal dengan bahasa gaul mereka), melainkan benar-benar lurus dan kaku (kayak kita pake bahasa formal Indonesia gitu). Akunya aja yang signal-nya putus nyambung. Hehe. 


Tapi menurutku sih, temanku itu salah juga, udah tahu aku baru belajar, eh dia nulis kalimat lurus kayak kereta api nggak ketemu stasiun. Benar-benar tanpa tanda baca. Jadinya kalau nggak ahli, nggak nemu tuh mana kalimat induk dan mana anak-anaknya. Hehe 


Nih dia kalimatnya:Ben sana anlatamıyorum galiba okumuyorum ben görev yapıyorum memur yani imam din görevlisiyim ders yok ben insanlara ders veriyorum namaz kıldırıyorum imam.


Ben=aku, sana=kamu (objek), anlatamıyorum=tidak bisa memberitahu, galiba=rupanya, okumuyorum=tidak bisa membaca, ben=aku, görev=tugas, yapıyorum=doing, memur yani= pegawai negeri, din= agama, görevlisiyim=sedang bertugas, ders=pelajaran, yok=nothing, veriyorum=sedang memberikan, namaz=shalat, kıldırıyorum=nggak paham nih apa artinya, imam=imam shalat.


Apa coba artinya?


Tuh titik di akhir kalimat aja aku yang nambahin, kalau nggak ya polos gitu. Datar banget nih manusia yang nulis.


Baiklah, setelah dipisah-pisahin sama Mbak Sri, aku baru nyambung.


Inilah dia jadinya:

  • Ben sana anlatamıyorum galiba -> rupanya saya tidak dapat menjelaskan kepada kamu
  • Okumuyorum -> saya tidak sekolah ( saya bukan pelajar)
  • Ben görev yapıyorum memur yani imam din görevlisiyim -> saya sedang bertugas sebagai pegawai negeri (sebagai imam), petugas keagamaan.
  • Ders yok -> tidak ada pelajaran (tidak sekolah)
  • Ben insanlara ders veriyorum -> saya memberi kelas/pelajaran kepada orang-orang
  • Namaz kıldıyorum imam -> saya yang mengimami shalat

Tuh, kalau dipisah-pisah gitu kan jadi enak kita ngartiinnya! Mungkin melatih akunya juga, biar lebih kritis kalau nemu kalimat-kalimat egois seperti itu. 


Oh iya, Teh Sri juga memeberikan tips untuk memudahkan kita dalam mempelajari bahasa Turki, apa aja tipsnya? 

Inilah mereka:
  • Baca Bismillah
  • Jadilah : artinya menempatkan diri sebagai orang Turki.
  • Bergumam, pake bahasa Turki.
  • Dear Deary : membiasakan diri menulis dengan menggunakan bahasa Turki
  • Nonton Film Turki
  • Nonton TV Turki 
  • Baca Koran /Majalah yang berbahasa Turki
  • Mengobrol menggunakan bahasa Turki,
  • Disiplin, sehari ngapalin 10 kata secara continue
  • Beramal, share kepada teman untuk membagikan ilmu tentang bahasa Turki, tentang page bahasa Turki (wah, ini udah kulakuin, nih? sombong)

Untuk keterangan dari setiap poin, silakan bergabung ke dalam grup aja, yaa...Baiklah, sudah panjang juga postinganku yang iseng ini. Udahin aja, ya?Çok saÄŸol, teÅŸekkür ederim  Teh Sri... Allah razi olsun. Aamiiin...


Bagi yang mau bergabung, silakan masuk ke grup berikut: Mari Belajar Bahasa Turki - Türkçe Öğrenelim.


GRUP KHUSUS WANITA SAJA.


Thursday, 6 February 2014

Mengenal Alfabet Turki, Yuuukk...!



Sumber: klik di sini

Assalamualaikum sahabat sekalian...

Aku bingung harus mengatakan diriku terserang insomnia atau nggak, yang jelas akhir-akhir ini aku selalu tidur dini hari, kalau pun nggak jam 24 lewat sekian pasti bangun dan gagal untuk tidur lagi (seperti sekarang).

Wednesday, 23 October 2013

Kelas Bahasa Turki yang Mogok

My Turkish Vocabs



Aku bingung mau memberi mood :'( atau begini :-D untuk nasib kelas bahasa Turkiku. Ya, sudah lima kali pertemuan tutor bahasaku yang kubilang keren itu tidak masuk. Alasannya kuliah di Bandung yang tidak bisa ditinggal, hingga urusannya ke Malaysia.

Yang pertama, aku cukup sedih, karena ternyata buku panduan jilid satu yang bentuknya mirip buku bahasa Indonesia anak kelas 1 SD saja belum sampai setengah dikuasai. Pengen sih belajar sendiri, tapi masalahnya tuh buku full in Turkish yang aku nggak tahu artinya. Belum lagi tweets para mahasiswa/i kita yang kuliah di Turki, bikin aku keki setengah mati. Hah, aku baru sadar, Turki udah mewarnai hampir setiap sudut hatiku. Ciah...

Yang kedua, aku wajib bahagia plus jingkrak-jingkrak, karena nggak ketemu sama si Bapak Tutor yang udah pernah bikin mukaku merah kayak ketabrak pintu kulkas. Ceritanya, sebulan yang lalu, kita sekelas dapet tugas menyusun kalimat dengan simdiki zaman (present continous tense) dengan 12 kata kerja yang ada di buku. Satu kata kerja harus membentuk 12 kalimat, 6 kalimat olumlu (positif) dengan masing-masing kalimat berbeda subjek, dan 6 kalimat lagi yang olumsuz (negatif) dengan setiap kalimatnya juga beda subjek. Jadi total ada 12x12= 144 kalimat. Gila nggak tuh?

Oke, karena aku nggak terlalu mendengarkan, jadilah aku hanya membuat 12 kalimat, dengan satu kata kerja satu kalimat, menggunakan subjek yang secara acak kupilih. Bentuk tugas teman-teman sekelas yang sekontrakan denganku pun sama sepertiku. Rajinnya, aku menulis di kertas tugas seluruh jawaban soal-soal yang seharusnya diisi di buku panduan saja. Tiga lembar kertas binder kecil, penuh! Hebat! Pasti dapat seratus! Pikirku. Dan malangnya, malam harinya aku sempat mengirim pesan ke tuh Bapak, menanyakan perubahan sebuah kata kerja yang memang menurut pengakuannya, dia lupa memberi tahu di pertemuan sebelumnya. Yess, dapat nih satu poin. Pekikku dalam hati.

My Turkish book
Tapi tahukah? Keesokan harinya ketika tugas baru saja dikumpulkan, Bapak itu memanggil namaku, mengatakan kalau tugas yang kubuat masih kurang. Dia pun menjelaskan apa-apa yang harus kubuat dengan detail dan memintaku mengulang. What?!!! Kenapa cuma aku? Kenapa nama teman-teman sekontrakan yang bentuk tugasnya tak berbeda dengan yang kubuat, tidak dipanggil?

"Ngerjainnya nggak usah buru-buru." katanya yang mungkin menganggapku mengerjakan tugas itu di kelas sebelum dia masuk.

Huhuhu...rasanya ketika itu juga aku mau meletakkan wajahku ke tempat yang paling gelap di dunia ini. MALU! Bahkan sampai sekarang rasa malunya masih berasa.

Gimana ya caranya membuang rasa malu? Kok rasanya aku nggak punya nyali lagi buat masuk kelas Turki?

Oke, oke, jangan pusing. Take easy aja lah. Pasang wajah tanpa dosa dan anggap tidak pernah terjadi apa-apa. Maka semua selesai. Iya, nggak? Barangkali ini pelajaran, supaya lain waktu kalau dosen menjelaskan atau memberi tahu sesuatu, harus pasang telinga baik-baik. Ya, semacam menghibur diri sendiri.

Baiklah, bagaimanakah kelanjutan kelas bahasa Turkiku? Wallahu'alam deh. Doakan aja yah aku bisa segera berbahasa, entah bagaimanapun caranya. Hehe

Thank you for reading :) Ting!

Friday, 20 September 2013

Kelas Bahasa Turki-ku

Assalamualaikum...

Taraaaa...kembali lagi pengen nulis-nulis hal-hal menarik dalam waktu beberapa minggu terakhir. Hmm, kali ini seputar kelas bahasa Turki yang udah tiga kali pertemuan kuikuti..

Nah, ceritanya, pada hari Sabtu, 07 September 2013 kemaren, tiba-tiba aja Profesor Bintoro [Ketua Program Keahlianku] ngajakin seluruh anak-anak PK PPP [Program Keahlian Produksi dan Pengembangan Pertanian Terpadu] kumpul pada jam 14.00 di ruang biasa [ruang milik PK PPP], yang terletak di belakang masjid Al Ghifari. Peuh... meski capek, aku cukup antusias buat datang, coz semenjak lebaran id aku belum ada bertemu pak Bin. Ceritanya, kangen.

Ok. we were on time! (karena kalau sempat keduluan pak Bin, kita bisa disuruh push up di depan kelas). Beberapa menit kemudian, masuklah sesosok profesor sekaligus guru besar IPB, dengan gayanya yang seperti biasa (sangat sederhana). Eh, tapi kali ini beliau gak sendiri. Beliau bersama seorang laki-laki [yang gak bisa kutebak berapa umurnya, siapa istrinya, dan berapa jumlah anaknya, eh]. But, aku seketika mampu menyimpulkan, laki-laki yang bersama pak Bin bukanlah orang asli Indonesia. 

Spontan kelas menjadi sepi senyap, wajah kami bertanya-tanya. Who was he?
 
Setelah pembukaan sebentar, pak Bin segera mengenalkan tuh laki-laki kepada kami. Oow berkewarganegaraan Turkmenistan rupanya. Dan dia mampu menguasai lima bahasa, yaitu Rusia, Inggris, Turki, Turkmenistan, dan Indonesia. Lebih kerennya lagi, dia bakal mengajar kelas bahasa Turki di PK kami selama satu semester. Dua kali pertemuan per minggu. Dan ini gratis. Ah, pasti pak Bin yang sudah mengurusnya. Entah anggaran dana dari mana, yang jelas pak Bin memang kuakui sangat perhatian dengan mahasiswa-mahasiswa yang ada di bawah tanggung jawabnya.

But, mengapa harus Turkish? Pak Bin bilang, karena tidak banyak non turkish yang bisa berbahasa Turki. Kalau orang Indonesia bisa berbahasa Inggris, itu mah udah seperti keharusan, tapi kalau bahasa Turki, ini nilai plus. Siapa tahu, beberapa di antara kami kelak bisa melanjutkan pendidikan ke Turki, karena sekarang pemerintah Turki menyediakan banyak beasiswa untuk masyarakat timur. Tidak seperti beberapa waktu lalu, pemerintah Turki yang lama hanya melirik para pelajar dan mahasiswa dari barat. 

Ah, apapun alasannya, aku memang sudah jatuh cinta dengan Turki jauh-jauh waktu sebelumnya. Tentu saja, aku senang, and benar-benar niat buat belajar.

Aku tertarik pada Turki, berawal dari pameran benda-benda dari Topkapi museum di gedung MTQ Pekanbaru, tiga tahun yang lalu. Selain itu, ketertarikanku juga karena  keindahan Turki beserta sejarah emas Islam di tanah bekas ibu kota imperium Romawi Timur itu.

Tentang keindahan Turki pada masa lalu, Napoleon Bonaparte mengatakan "If the earth were a single state, Constatinople would be its capital..."


Subhanallah, kebayang donk betapa indahnya Konstatinopel kala itu, hingga seorang panglima terkenal dari Prancis mengatakan ketakjubannya seperti itu. Tidak hanya Napoleon, seorang penjelajah asal Rusia abad ke-14, Stephen Novgorod, menulis "Adapun Hagia Sophia, pikiran manusia tidak akan dapat menceritakan atau mendeskripsikan keindahannya". 

Hagia Sophia? Eh, ada cuilan namaku di dua kata itu, hehe. Iya, bangunan yang awalnya sebuah gereja, selanjutnya menjadi masjid, dan sekarang menjadi museum. Dari buku dan foto, aku melihat betapa toleransi dua agama begitu kental terlihat di Hagia Sophia, lingkaran-lingkaran besar bertuliskan lafaz Allah dan Muhammad terpasang bersama patung-patung bunda Maria. 


Why? Karena setelah Konstatinopel berada dalam kekuasaan muslim, dan Hagia Sophia dijadikan Masjid, pemimpin Islam tidak seketika menyapu bersih patung-patung simbol Kristen di sana, melainkan hanya menutupinya dengan semen tipis. Pemimpin Muslim di sana tahu benar cara untuk menghargai karya peradaban sebelumnya. 

Selain Hagia Sophia, aku pun tertarik pada Selat Bosphorus. Selain karena keindahannya dengan kapal-kapal yang berlayar di atasnya, selat ini menyimpan sejarah, menjadi saksi sejarah kaum muslimin yang membuat seluruh dunia berdecak kagum. 


Masih ingat kan kejadian pada 20 April 1453, ketika Muhammad Al Fatih memerintahkan pasukannya memindahkan 72 kapal perang dari Selat Bosphorus menuju selat tanduk dalam waktu 1 malam? Bayangkan, mereka bukan memindahkan kapal-kapal itu melalui jalan air, tapi melintasi perbukitan Galata yang jauhnya 1,5 km. 

Waw! Sampai-sampai Yilmaz Oztuna dalam bukunya Osmanli Tarihi, menceritakan bahwa salah seorang ahli sejarah tentang Byzantium, mengatakan:"Kami tidak pernah melihat dan tidak pernah mendengar sebelumnya, sesuatu yang sangat luar biasa seperti ini. Muhammad Al Fatih telah mengubah bumi menjadi lautan dan dia menyeberangkan kapal-kapalnya di puncak-puncak gunung sebagai pengganti gelombang-gelombang lautan. Sungguh kehebatannya jauh melebihi apa yang pernah dilakukan oleh Alexander The Great.". [jadi deg-degan membayangkannya]. Tentang sejarah ini, untuk lebih detail, ada baiknya baca buku "Muhammad Al Fatih" karya Ust. Felix Y. Siauw. 
 
Rute pemindahan 72 kapal perang

Nah, teman. Betapa bangganya kan jika kita bisa menyaksikan secara langsung tempat-tempat bersejarah. Selat Bosphorus yang kita lihat sekarang adalah Selat Bosphorus yang juga dilihat Al Fatih dan tentara muslimin dahulu, tetap sama. Begitu juga dengan Selat Tanduk dan perbukitan Galata. Itu semua memiliki keromantisan tersendiri, jika kita mampu menyaksikan saksi sejarah itu. That's the point, guys!
 
Wah, kalau bercerita tentang keindahan Turki, kayaknya bisa sejilid tebal buku. Masih banyak tempat-tempat yang menyimpan sejarah lainnya, seperti Masjid Sultan Ahmet yang memesona, apalagi kalau dilihat across the sea. Hua...bahkan aku punya video singkat tentang Istanbul. Romantis dan terasa seperti hidup di masa lalu.

Sultan Ahmet Mosque

Oke, kita kembali pada bahasa Turki. Menurut cerita tutor kami itu dan didukung dari buku yang pernah kubaca, dulunya bahasa Turki [selama kekhalifahan Ottoman] merupakan percampuran tata bahasa dan vocabs bahasa Arab dan bahasa Persia dalam alfabet Persia. Lalu pada tahun 1928, ketika sistem pemerintahan Turki berubah menjadi Republik, Mustafa Kemal menetapkan alfabet latin untuk mencanangkan bahasa Turki sebagai bahasa resmi negara. Jadi, bahasa Turki yang sekarang sudah banyak mengalami perubahan dari bahasa Turki terdahulu. Pun, banyak unsur-unsur dari bahasa Prancis dan Jerman yang masuk. 

Tutor kami bilang sih, belajar bahasa Turki itu jauh lebih mudah dari belajar bahasa Inggris. Dan aku setuju! Walaupun ada beberapa alfabet yang masih kaku kuucapkan, tapi aku merasa susunan kalimat bahasa Turki lebih sederhana. Walaupun ada penambahan-penambahan yang beda-beda setiap vokal akhir yang digunakan. Misal, aku mau mengatakan "kamu sehat?", turkinya menjadi "iyi misin?", tapi kalau aku mau bilang "dia sehat?", jadinya "iyi mi?". Lain lagi, kalau mau tanya "Kamu senang?", jadinya "Mutlu musun?", dst...

Memang sih, sebagian teman ada yang malah sebal dengan kewajiban dari pak Bin ini [maksudnya, wajib ikut kelas bahasa Turki], bahkan terkadang aku juga males, mereka menganggap tak ada gunanya dan mengurangi waktu istirahat. Menurutku sih, wajar-wajar aja. Bagi orang-orang yang tak terlalu suka membaca buku dan dan tulisan-tulisan popular di internet, memang susah menumbuhkan ketertarikan. Barangkali sama dengan aku beberapa tahun silam, saat nama Turki pun masih asing.

Wah, maaf sekali tidak bisa membagi beberapa kosa kata bahasa Turki di sini, masalahnya pengaturan ponselku tidak ada masukan bahasa Turkinya. Iya, guys, kalau mau nulis dalam bahasa Turki, tidak bisa menggunakan masukan bahasa Indonesia, coz alfabetnya beda.

Okay, apa lagi ya? Sedikit membahas tentang tutor kami yang asli Turki aja, ya? 

Ceritanya, bapak [pantes belum ya dipanggil bapak] itu lahir di Rusia. Lalu pindah ke Turki. Sekolah di Turki [masuk SMA Internasional paling bergengsi di sana], kemudian ditawari mengajar bahasa Turki di Indonesia sambil mengambil Teknik Informatika di Bandung. 


Kalau tidak salah ingat, beliau sudah 7 tahun di Indonesia, bahasa Indonesianya sudah lancar [meski ada satu-dua kosa kata Turki yang beliau tidak tahu terjemahan Indonesianya], bahkan terkadang beliau mengucapkan kosa kata Sunda, seperti "atos?", "mangga", dll. 

Beliau sempat sedih karena banyaknya bahasa yang digunakan di Indonesia, "Wah, berarti kalaupun saya bisa berbahasa Indonesia, saya juga tidak mengerti apa yang orang Sunda atau Jawa ucapkan?". Beliau juga mengatakan kalau ia betah tinggal di Indonesia karena pemandangannya yang warna-warni on the whole time. 

"Tidak seperti di Turki, saat winter, warna-warni hanya terlihat dari baju-baju orang." Ceritanya dengan logat yang khas. Yang aku suka dari beliau yaitu ketika beliau tertawa, beliau akan menutup sebagian bawah wajahnya dengan buku. Satu orang teman kelas [panggilannya Gadis] yang paling hobi membuat beliau tak mampu menahan tawa, seperti ketika Gadis ingin mengatakan "suka-suka gue", dia mengatakan "suka-suka benim" [turkish: benim=saya]. Selain kebiasaan menutupi sebagian wajah, beliau juga menghadiahkan minuman dingin atau cokelat untuk teman-teman yang mau maju menulis di papan tulis. 

Eh, sudah panjang sekali tulisanku...

Kapan-kapan, kalau ada yang menarik lagi dari kelas bahasa Turkiku, insya Allah akan kutuliskan kembali.
Doakan aku cepet bisa berbahasa Turki, ya...
Thanks for reading ^_^ ting! :-)
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...