Sunday, 13 September 2015

Ada Apa di Floating Market Lembang?



Bandung oh Bandung... Bawa aku kembali padamu. Kasihan sekali, 3 tahun di Bogor, aku belum pernah sekali pun menjelajah kota Kembang yang diagung-agungkan orang itu dengan tujuan benar-benar berwisata. Pernah satu kali ke Bandung, tapi nggak mampir di kota. Cuma lewat doang karena memang tujuan utamanya field trip kampus. Saat itu aku dibuat kagum pada kemanisan Bandung. Cafe-cafenya itu lho... Pengen nyungsep ke dalam terus poto-poto rasanya.

Saat perjalanan ke Bandung beberapa bulan lalu, aku langsung menuju Lembang, setelah sebelumnya mampir di balai apa gitu. Nah ini nih, jika teman-teman mau ke Lembang, jangan lupa singgah di tempat wisata yang satu ini. Pas banget untuk menghabiskan waktu bersama keluarga dan teman-teman.

Sebelum masuk ke area Floating Market, kita harus membayar tiket seharga 15k dan nantinya tiket bisa ditukar dengan aneka minuman seperti soft drink, kopi, lemon tea, cokelat panas, dan lain-lain. Selanjutnya pengunjung harus menukarkan uang dengan koin yang digunakan sebagai alat transaksi dalam area ini. Waktu itu aku hanya menukarkan uang 50k dan alhamdulillah uang segitu sudah cukup untuk membeli aneka makanan.


Danau yang luas dan tenang, sampan-sampan, kursi-kursi, pepohonan, ditambah latar belakang gunung Tangkuban Perahu membuat tempat ini sangat nyaman. Di sana juga dijual aneka jajanan seperti bakso, kentang goreng, tahu gejrot, pecel, aneka buah, dan aneka minuman. Soal harga, tidak jauh berbeda dengan makanan yang dijual di areal wisata lainnya. Sekitar 10k hingga 20k, tergantung apa yang dibeli. Sebagai contoh, saat itu aku beli satu porsi bakso seharga 20 k, kentang goreng 15k, es cendol 10k, dan tahu gejrot 5k. Pilih langsung menghabiskan semua koin yang ditukar, daripada harus menukar lagi saat pulang.


Bagi kalian yang suka main sampan-sampanan, di sana juga disediakan aneka perahu yang bisa membawa pengunjung berkeliling danau. Tentunya ada bayaran tambahan. Tapi kurasa, naik perahu memang lebih seru, jadi tidak masalah juga kalau harus rogoh kocek sedikit lebih banyak. 

Bagi Muslim, tentu bakal cari-cari tempat shalat, kan? Nah, don’t worry. Di sana juga tersedia musola mungil yang nyaman. Pada jam-jam awal shalat, Musola tersebut akan sangat padat. Jadi bagi kita yang shalatnya di awal waktu, semoga bisa sekalian dapat pahala sabar. Bagi yang shalatnya nanti-nati, ruangan Musola akan menjelma lebih lapang.

How about toilets? 

Lagi-lagi tidak perlu khawatir. Mereka punya toilet yang bersih. Selalu ada petugas yang membersihkan lantai setiap saat. Di sana juga ada kaca lebar, jadi para perempuan bisa dandan dengan lebih leluasa.

Di hari libur, Floating Market benar-benar dibanjiri pengunjung. Bahkan untuk cari bangku kosong saja susah. Kalau mau duduk, terkadang kita harus sabar menunggu sampai orang-orang pergi. Tapi suasana semaraknya itu dijamin bikin siapa saja betah. Sayang, waktu itu aku dan rombongan tidak bisa berlama-lama  karena harus menempuh perjalanan panjang kembali ke Bogor.

Bagi kalian yang sedang liburan di Bandung, tempat ini recommended untuk didatangi.  

Friday, 11 September 2015

Perjalanan Menuju Wisuda di Program Diploma Institut Pertanian Bogor



Aku jarang sekali menuliskan hal-hal yang bersangkutan dengan perkuliahan ke dalam blog ini, kalau pun ada biasanya temanya tidak seformal kali ini. Tapi setelah pikir panjang, tidak ada salahnya juga kalau kutulis, terutama untuk satu tema yang menurutku sangat penting. Why penting? Aku tidak tahu apakah ini berlaku di kampus lain, atau hanya di IPB saja, namun perjalanan menuju wisuda inilah yang paling melelahkan di antara urusan akademik kampus lainnya. Dulunya aku berpikir, usai seminar dan sidang, semuanya sudah terlewati dan bisa bernapas lega. Tapi ternyata, kita harus siap-siap fisik yang lebih ekstra karena urusannya masih panjang. Okay, untuk adik-adikku yang penasaran seperti apa perjuangan untuk lulus, bisa langsung ambil bolpoin dan notebook, ya. Catat dengan jelas hal-hal berikut ini!!! (Wajah sangar).

Praktik Kerja Lapangan

Di Diploma IPB, aku berkuliah di program keahlian Teknologi Produksi dan Pengembangan Masyarakat Pertanian (Program Keahlian yang hanya buka saat ada permintaan dari istansi pemberi beasiswa), di PK ini pula aku tidak hanya belajar di satu bidang pertanian saja, melainkan juga perikanan, perkebunan, dan peternakan. Di semua program Keahlian, sebelum menyusun Tugas Akhir, mahasiswa akan diutus ke berbagai instansi swasta atau pemerintah untuk melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) berdasarkan waktu yang ditentukan oleh program keahlian masing-masing. Misalnya, PKL di PK-ku hanya dituntut satu kali saja dengan waktu minimal 3 bulan dan maksimal 4 bulan. Di PK lain, contohnya Teknologi Manajemen Ternak (TNK), mahasiswa diwajibkan melaksanakan dua kali PKL di instansi yang berbeda, masing-masing selama 2,5 bulan saja. Jadi, beda PK, beda juga waktu dan frekuensi PKL. 

PKL akan jadi sangat menyenangkan kalau kalian pilih lokasi PKL yang tepat.

Sebelum PKL, masing-masing mahasiswa harus lulus dari beberapa ujian dulu, seperti ujian kompetensi dan ujian sesuai dengan jurusan yang akan ditekuni ketika PKL. Soal surat-surat dan segala persyaratan administrasi, banyaknya juga bukan main. Tapi don’t be worry, perlahan semuanya akan diselesaikan satu per satu. Kunci utamanya adalah keep update!

Seminar dan Sidang

Usai PKL, mahasiswa akan kembali ke kampus untuk menyusun Tugas Akhir (TA) yang berisi laporan kegiatan dan data-data yang diamati di instansi. Untuk diploma IPB, rata-rata TA yang diajukan tidak jauh berbeda dengan bentuk laporan praktikum yang dibuat hampir setiap hari. So, tidak perlu takut. Selanjutnya, kalau TA kalian sudah ditanda tangani oleh dosen pembimbing, silakan langsung maju ke seminar. Seperti biasa, seminar hanya dihadiri oleh teman-teman satu PK plus dosen pembimbing dan dosen moderator. Setelah seminar, rute selanjutnya ada sidang. Hampir semua mahasiswa Diploma IPB diuji oleh 1 dosen penguji, selebihnya adalah dosen pembimbing. Jadi, kalau kalian punya satu dosen pembimbing, yang nanti akan hadir di ruang sidang ada 2 orang (1 dosen penguji dan 1 dosen pembimbing). Jika dosen pembimbing ada 2 atau 3 orang, berarti nanti kalian akan dieksekusi di ruang sidang oleh 3 atau 4 orang dosen.  Untuk pakaian seminar dan sidang, keduanya wajib pakai kemeja putih dan celana hitam. Boleh ditambah blazer hitam.
 
Wajah-wajah yang baru selesai seminar (Yoga, Zila, Daus, Nadya, and Dodi). How i miss them.
Wajah baru keluar dari ruang sidang (Yang pake baju putih). Hey, he is my cousin!
Soal apa saja yang ditanya selama sidang, tidak perlu takut. Tidak akan jauh-jauh dari laporan yang kita sajikan. Ada beberapa dosen yang sangat baik sehingga selama 1,5 jam kita hanya seperti bincang-bincang biasa, namun banyak juga dosen yang ‘iseng’ dan suka mengerjai mahasiswa hingga menangis. Satu orang temanku ada yang diminta menelepon orangtuanya dan bilang tidak lulus, lho. Syukurnya dia kuat mental dan tahu kalau sedang dikerjai.

Yudisium

Oke, sidang yang mendebarkan akhirnya selesai juga. Lega pastinya. Namun, perjalanan belum selesai, justru dari sinilah tidak akan ada tempat lagi bagi mahasiswa pemalas. Terlebih untuk program diploma yang semuanya sudah terjadwal rapi. Sekali terlambat, kalian harus say good bye pada teman-teman satu PK yang wisuda di gelombang pertama, atau mungkin bisa saja kalian harus wisuda tahun depan hanya karena berkas yang tidak lengkap. Aku sarankan, mulai dari tahap ini, kalian pasang antena tinggi-tinggi, bila perlu pakai antena parabola, supaya semua informasi tidak ada yang tertinggal. Masa-masa ini bisa jadi lebih kritis bagi kalian yang ngekos sendirian (tidak bersama teman satu PK), karena tidak ada yang mengingatkan. 

Begitu sidang selesai, kalian aka diberi tenggang waktu beberapa hari saja untuk menjilid rapi TA (berkisar antara 5-7 jilid, bukan hasil foto kopi, tapi benar-benar print out!) plus melengkapi semua tanda tangan di lembar pengesahan. Kalian akan sangat bersyukur apabila Ketua PK tidak lagi mengoreksi TA, melainkan langsung saja ditanda tangani. Tapi bagi PK yang punya ketua super rajin, siap-siap untuk revisi kembali. 

Nah, kalau sudah dapat tanda tangan dari Ketua PK dan dosen pembimbing, selanjutnya semua TA tersebut dikumpulkan bersama TA mahasiswa lainnya untuk mendapatkan tanda tangan dari direktur. Be patient for waiting a while. Mungkin bisa 1-2 hari untuk proses ini. Jika sudah ada pengumuman TA bisa diambil di meja akademik, selanjutnya kalian bisa menyiapkan berkas untuk YUDISIUM.

What’s yudisium?

Jadi, yudisium ini sejenis rapat yang dilakukan oleh direktur, ketua PK, dan dosen-dosen tertentu untuk menentukan apakah seorang mahasiswa lulus atau tidak. Waktu untuk yudisium ini sekitar 1-2 jam. 

Syarat-syaratnya antara lain: fotokopi akta kelahiran, fotokopi ijazah SMA/sederajat, fotokopi nilai semua semester (jadi jangan sampai hilang, ya), dan fotokopi lembar pengesahan TA yang sudah ditanda tangani, semuanya dikumpulkan dalam satu map warna??? (Maaf ya aku lupa, mungkin biru, merah, atau hijau).

Yudisium selesai, kalian pun akhirnya dinyatakan lulus. Bagi yang tidak lulus, don’t be sad, masih ada tahun depan, kan?

Surat Keterangan Lulus (SKL)

Kalau sudah lulus, selanjutnya semua TA diserahkan ke akademik untuk distempel tanggal lulus. Pada tahap ini sebenarnya kalian sudah benar-benar lulus, hanya saja masih belum bisa daftar wisuda jika belum mendapatkan SKL. Jadi, tarik napas dulu, perjalanan masih belum selesai, bro and sis!

Demi mendapatkan selembar SKL plus skrip nilai setiap semesternya, kita diharuskan mendatangi beberapa lab untuk mendapatkan sebuah surat keterangan bebas pinjaman. Lab yang harus didatangi tergantun PK Masing-masing, sesuai dengan lab mana saja yang pernah dimasuki selama perkuliahan. Karena PK-ku mencakup tanaman, ikan, dan ternak, jadinya aku harus datang ke hampir semua lab yang ada di diploma. Mulai dari lab benih, lab peralatan ternak, hatchery, lab cyber, lab peralatan, hingga perpustakaan.  Surat keterangan ini harus ditanda tangani oleh ketua lab, selanjutnya minta stempel ke petugas akademik, difotokopi, satu untuk kita, dan satunya lagi harus dikembalikan ke petugas lab. Jadi, harus punya powerbank tenaga.

Kalau semua surat tersebut sudah lengkap, kalian bisa langsung menyiapkan berkas untuk SKL. Berkas pertama adalah surat bukti penyerahan TA. Setiap TA yang sudah diserahkan, kalian bisa dapat satu tanda tangan. TA-TA tersebut harus diserahkan ke dosen pembimbing, perpustakaan, PK, dan instansi tempat kalian PKL. Beberapa harus disiapkan dalam bentuk CD. Setelah tanda tangan dan stempel didapatkan, kalian bisa mengumpulkan semua berkas dalam satu map berwarna oranye lalu diserahkan ke petugas akademik.

Dua atau tiga hari kemudian, SKL sudah bisa diambil. Dan, satu tahap lagi kalian bisa diwisuda.

Horeeee, akhirnya wisuda!!!!

Do you want saying something to me?
Silakan bernapas lega. Sekarang kalian tingga melewati sedikit proses lagi. Pertama-tama datanglah ke bank BNI terdekat (di Jl Padjajaran dekat lampu merah), langsung bilang ke security kalau kalian ingin bayar wisuda. Selanjutnya kalian keluarkan uang 800k di meja counter, katakan ingin ikut wisuda gelombang pertama (bulan Agustus), atau gelombang 2 (bulan November), tunggu beberapa saat hingga kalian menerima surat bukti. 

Selanjutnya, minta surat bebas pinjaman ke perpustakaan LSI Dramaga, dan siapkan semua surat-surat yang dibutuhkan untuk pendaftaran wisuda. Kalian bisa berangkat ke gedung rektorat Andi Hakim Nasution bagian belakang, di sana ada counter khusus yang melayani pendaftaran wisuda. 

Semua berkas dikumpulkan dalam satu map pink. Pastikan semua berkas telah lengkap dan terisi. Baik itu SKL maupun surat-surat lain yang diserahkan adalah bentuk aslinya, bukan fotokopi. Surat dari perpustakaan diploma IPB juga jangan sampai hilang. So, total ada dua surat perpustakaan (1 dari LSI dan 1 dari perpustakaan diploma). 

Di gedung rektorat, kita akan melewati beberapa proses. Pertama, nunggu berkas diperiksa. Kedua, dipanggil untuk mendapatkan nomor wisuda. Ketiga, kita mengisi form evaluasi secara online. Ketiga, kita masuk ke studio foto. Keempat, kita naik ke lantai 4 agar berkas diverifikasi. Kelima kita kembali ke counter untuk mengambil kwuitansi.

Okay, well done! Tugas selanjutnya adalah menunggu waktu daftar ulang dengan membawa kwitansi, cari-cari wisma atau hotel untuk keluarga, dan silakan kalian diwisuda. 

Note:

  • Jika ingin ikut wisuda gelombang 1, sebaiknya kalian perhatikan kuota. Biasanya hanya sampai 1500 mahasiswa. Kalau sudah penuh, sebesar apapun kalian berusaha akhirnya tetap harus masuk ke gelombang 2. 
  • Wisma yang murah sekaligus strategis, pilihlah wisma Amarilis yang letaknya ada di dalam lingkungan kampus. Jadi keluarga kalian tidak perlu jauh-jauh jalan saat hari wisuda, kecuali kalau bawa kendaraan sendiri. Kisaran harga di Amarilis adalah 150-300k per malam. Tanyakan pada resepsionis, kapan tanggal booking buka. Biasanya kamar akan full booked di hari pertama tanggal booking buka, karena sangat banyak yang mau menginap tepat pada tanggal wisuda. Siap-siap saja, ya. Kalau kalian tidak sedang di Bogor, booking dan pendaftaran ulang wisuda bisa dititipkan ke teman yang masih di Bogor.

Wednesday, 2 September 2015

Modanisa Makes me Crazy

Bermula dari aktivitas membaca isi webnya Mbak Franka, Muslimah asal Indonesia yang sukses di Turki, aku jadi mengenal situs E-commerce Modanisa yang berbasis di Turki ini. Mbak Franka sendiri menjabat sebagai Manajer Hubungan Internasional di perusahaan ini.
 
Modanisa, sekilas mengingatkanku pada lukisan fenomenal karya Leonardo Da Vinci yang sekarang ada di Museum Louvre. Sejak pertama kali mengunjungi Modanisa, aku sudah sangat terkesan. Dan sejak saat itu pula aku mengunjungi web Modanisa berkali-kali. Bisa dibilang setiap bulan aku memperhatikan koleksi terbaru dari mereka.

Selama ini aku telah melihat banyak sites atau page facebook yang menjual aneka Turkish Fashion dengan cara online. Aku suka produk mereka. Namun masalahnya, mereka tidak melayani pembelian dari luar Turki, atau mereka hanya melayani pembelian dalam lingkup Eropa saja. Tapi Modanisa berbeda. Pertama kali masuk ke web mereka, customers dari Indonesia secara otomatis mendapat kata sambutan dengan tulisan Selamat Datang dalam bahasa Indonesia, ditambah keterangan ‘Kita melayani ratusan pembelian dari Indonesia setiap harinya dengan pengiriman dalam waktu 3 hari’ dalam bahasa Inggris. Oh, tentu saja kita merasa tersanjung.

Modanisa melayani seluruh pembelian internasional dengan pembayaran melalui kartu kredit, paypal, atau western union. Jadi, siapa saja bisa beli di sana. Satu hal lagi yang menurutku luar biasa adalah harga. Mereka memang terlihat profesional dan percaya diri dengan kualitas pakaian yang dijual, namun harga yang ditawarkan tidak sangat mahal. Bahkan kulihat ada tunik panjang yang dijual dengan harga belasan lira saja. Urusan diskon, ini juga cukup rajin diberikan. Misal dengan sistem beli 2 gratis 1 dan sebagainya.

Di halaman Modenisa, kita bisa melihat banyak pilihan tunik, coat, jaket, blazer, abaya, jumpers, abards, kardigan, suit, jumpsuit, pakaian olahraga, hijab, sepatu, tas, dan plus size untuk mereka yang punya berat badan berlebih. Selain itu, mereka juga memberikan halaman untuk masing-masing desainer yang mereka rangkul. Soal harga, tidak perlu khawatir. Setahuku tidak ada yang mahal sampai bikin kepala sakit. 

Aku sendiri ingin sekali suatu saat bisa belanja di Modanisa. Banyak koleksi tunik dan abards yang sangat aku sukai. Semuanya adalah tipe pakaian yang selama ini banyak memenuhi lemari pakaianku. Bedanya, Modanisa menyajikan warna-warna yang manis. Inilah yang membuatku sangat tertarik dan tergilan-gila pada semua produk Modanisa. Sayangnya, untuk transaksi ke luar negeri, aku belum punya kartu kredit dan akun paypal. Yah, soal transfer via western union, kurasa aku belum berniat untuk mencobanya. Mungkin nanti kalau sudah bekerja dan buka kartu kredit sendiri, aku bisa memulai pembelian di Modanisa.

Tuesday, 1 September 2015

Bogor, Kenangan Sebuah Kota




Saat membuat judul di atas, aku teringat pada novel karangan Orhan Pamuk (penulis Turki peraih nobel) berjudul ‘Istanbul, Kenangan Sebuah Kota’. Dalam novel tersebut, Pamuk banyak bercerita tentang masa kecilnya di Istanbul pasca keruntuhan Khalifah Ustmaniah. Pamuk senang sekali menulis novel dengan narasi panjang tanpa dialog, sehingga aku lebih banyak tidak menamatkan novel-novelnya. Namun untuk Istanbul, Hatiralar ve Sehir, aku sanggup bertahan membaca karena Pamuk berhasil membawaku menyusuri jalan-jalan Istanbul yang dicintainya, juga melihat semua kenangan masa kecilnya di kota tersebut.

Aku belum pernah berkunjung ke Istanbul, apalagi sampai tinggal di sana, jadi tidak mungkin aku menuliskan tentang kenanganku di Istanbul. Tapi, Bogor? Tiga tahun lamanya aku membaur dengan penduduk kota ini. Ia tidak hanya sebatas kota tempatku belajar, namun juga menyimpan kenangan yang seringkali membuat mataku basah saat mengingatnya kembali.
http://weandthecolor.com/
Bogor membuatku jatuh cinta pada tetes hujannya yang jatuh ke wajah tiap kali aku pulang kuliah di sore hari. Hujan itu membuat langkah-langkah para mahasiswa di sepanjang trotoar menjadi dua kali lebih cepat, bahkan setengah berlari. Jika lupa membawa payung, seringkali kami tiba di kosan dengan keadaan basah kuyup dan bibir bergetar karena dingin. Meski begitu, aku suka pada hujan kota ini. Hujan yang menjadi identitas. Hujan yang menerbangkan daun-daun kering menuju badan jalan, yang seringkali membuat imajinasi orang sepertiku terbang membayangkan sebuah kota klasik dengan orang-orang berjalan cepat di bawah hujan berangin, membuka payung, serta merapatkan jaket.
Ah Bogor, hujanmu membuatku rindu. Sekarang, aku hanya datang sebentar mengunjungimu, dan seorang supir angkot memberi tahu kalau hujan sudah lama sekali tidak membasahimu. Ya, aku tahu itu dari bougenville di halaman kampus yang berbunga sangat lebat. Dari dahan-dahannya muncul jutaan bunga berwarna oranye yang sangat indah, menarikku untuk berfoto di depannya. Jika tidak di musim panas, tentu bougenville tidak akan pernah mau berbunga selebat itu.
Bogorku sayang, bersabarlah sedikit, hujan pasti akan segera turun. Dan setelah itu, kita akan menyaksikan tumbuh-tumbuhan hijaumu bertunas semakin lebat.
Kemaren, aku singgah beberapa menit ke ‘mantan’ kosan yang pernah kutempati dua tahun terakhir di Bogor. Catnya sudah berganti warna, lantainya bersih, dan semua kamar dilengkapi gembok. Aku tidak lagi bisa masuk ke kamar yang pernah kutinggali bersama tiga temanku yang lain, hanya bisa melihat pintunya yang terkunci. Andai saat itu aku tidak ditemani Bapak dan Ibu, tentu aku sudah menangis.

Kosanku ada di salah satu gang, sekitar 70 m dari jalan utama Malabar. Bagiku kosan itu sudah seperti rumah sendiri. Dulu, saat aku kelelahan dari kampus, aku akan berjalan tergesa-gesa menuju kosan, kemudian merasa sangat lega bila sudah sampai di kamar. Rasanya semua kelelahan menguap. Kosan itu sudah seperti rumah sendiri. Setiap sudut, tangga, dan ruangannya pernah kujamah. Tempatku mencuci piring, menjemur pakaian, menyendiri, bergulat dengan teman-teman sekamar, curhat, teriak-teriak saat nonton serial favorit, semua, membuatku seperti tidak percaya kalau sekarang adalah waktu untuk meninggalkannya. Kenapa kenangan selalu saja terasa indah ketika dikenang? Tidak peduli kenangan itu saat kita jatuh, jungkal, menangis, tertawa, bahagia, semuanya terasa indah. Lalu, kita akan bergumam, andai bisa mengulang semuanya kembali walau hanya sebentar.

Di jalan Malabar, aku tidak akan pernah lupa pada warung bakso Bantolo yang bapak penjualnya tidak pernah sekali pun bermuka masam saat melayani pembeli. Aku suka baksonya, pop ice-nya, mi ayamnya, juga jus buahnya. Selain itu, anak-anak Bapak Bantolo—begitu kami memanggil—sangat menggemaskan. Aku melihat pertumbuhan anak kedua Bapak Bantolo sejak ia masih belajar merangkak hingga kini sudah berlarian ke sana ke mari bersama teman-temannya, hingga kini Pak Bantolo sudah punya anak ketiga yang besarnya sama dengan anak kedua saat pertama kali aku datang. 

Di antara deretan warnet yang berjejer di sepanjang jalan Malabar, aku sangat menyukai warnet di samping warung piscok (pisang goreng cokelat). Tiap kali butuh koneksi internet cepat, nge-print, dan burning, aku tidak akan pergi ke warnet lain selagi warnet yang ini buka. Bapak pemilik warnet berumur sekitar 40-an, kulitnya putih, berkumis, wajahnya selalu teduh dan menentramkan. Jika di warnet lain USB kami tidak terbaca akibat ulah virus, seringkali si pemilik warnet tidak sabar membantu, namun bapak berwajah teduh tidak pernah sekali pun marah. 

Masa-masa mengerjakan Tugas Akhir, hampir tiap hari aku datang ke warnet bapak baik hati untuk nge-print, dan tiap hari pula dia selalu membantu. Bahkan bapak ini sering membantuku merapikan format tulisan. Soal kesopanan dan tutur bahasa yang halus, aku merasa wajib belajar dari bapak ini. Dia selalu tersenyum dan mempersilakan kita menggunakan fasilitasnya dengan sangat hormat. Pernah suatu siang ia dibantu anak lelakinya yang berumur sekitar 20-an, dan ternyata ada di moment tertentu si anak terlihat sebal mengurusi printer yang macet, si bapak langsung mengingatkan dengan lembut, “Yang sabar, Aa... Pelan-pelan saja memperbaikinya.” Lalu suatu siang yang lain, bapak ini memerintahkan si anak membeli sesuatu, hingga beberapa menit kemudian si anak menelepon untuk bertanya sesuatu yang kurang jelas, bapak tersebut menjawab, “Bukan, sayang. Aa cari yang lain, yang bla bla bla...” dan semua itu dijelaskan dengan sabar. Bayangkan, anak lelakinya bukan bocah lagi, sudah cocok menikah, tapi bapak itu tetap memanggil ‘sayang’. Aku sedang mengetik saat mendengar pembicaraan Bapak Baik Hati bersama anaknya itu, namun kata ‘sayang’ yang ia ucapkan membuat jari-jariku terhenti sejenak. Detik itu, kekagumanku pada Bapak tersebut bertambah sepuluh kali lipat.

Bogor, untuk mall-mallnya, aku paling sering berkunjung ke Bogor Trade Mall (BTM) dan Botani Square karena dua mall inilah yang paling dekat dengan kosan. Di BTM, aku menyukai balkon belakang lantai empatnya. Dari balkon tersebut setiap mata bisa menyaksikan hamparan rumah penduduk yang terlihat menjadi sangat kecil, sedangkan di waktu malam pemandangan akan berubah menjadi lautan kerlap-kerlip cahaya lampu. Di Botani Square, aku suka Gramedia-nya yang selalu menggoda dengan koleksi buku-bukunya. Tiap kali menerima uang bulanan, aku selalu menyisihkan sedikit untuk membeli satu atau dua buku di sana. 

Di Gramedia Botani Square, aku punya pengalaman yang berkesan yang masih saja teringat hingga sekarang. Hari itu cuaca sedang terik, usai kuliah di salah satu kelas di kampus Baranang Siang, aku sengaja pergi seorang diri ke Gramedia. Tujuannya sudah jelas, aku ingin membeli buku terbaru dari Hanum Rais dengan judul ‘Berjalan di Atas Cahaya’. Namun sebelum menuju kasir, aku terlebih dahulu melihat-lihat buku yang lain. Hingga akhirnya aku sampai di depan rak yang memajang sebuah novel berjudul ‘Ayah’ (aku lupa apakah novel ini karangan Andrea Hirata atau yang lain). Lama aku diam di sana, namun tidak sedikit pun hatiku tergerak untuk mengambil novel tersebut. Mataku lebih asik menyusuri tulisan singkat di sampul belakang novel yang lain.
“Mbak sudah baca novel ini?” pertanyaan sekaligus kehadirannya yang tiba-tiba membuatku tersentak, hampir saja novel di tanganku jatuh. Dia adalah seorang lelaki muda, salah satu karyawan di sana.
“Aa, maaf?” aku masih gugup.
“Sudah pernah baca novel yang ini?” ia tersenyum sambil tangannya menarik novel berjudul ‘Ayah’, kemudian menunjukkan padaku.
Aku menggeleng sambil terus berusaha menguasai diri.
“Saya baca dalam waktu tidak sampai dua hari. Ceritanya mengharukan. Saya yang lelaki saja sampai menangis.” Ia terus berbicara menceritakan jalan cerita yang tertulis dalam novel tersebut, sementara aku hanya manggut-manggut sambil sesekali menanggapi, “Oh, benarkah?”.
Novel yang ia ceritakan itu tetap tidak kubeli, karena sejak awal aku sudah bertekad untuk membeli buku karangan Hanum Rais. Lagipula budget-ku tidak cukup jika harus menambah beli yang lain lagi. Aku hanya mengucapkan permohonan maaf karena tidak bisa membeli buku berjudul Ayah, dan lelaki tersebut mengangkat tangan, menggeleng, seraya tersenyum, “Oh, saya nggak seperti sales atau pebisnis MLM, Mbak. Tugas saya menyusun buku. Saya hanya ingin menceritakan isi buku yang telah menarik hati saya kepada Mbak.” Ucapnya.

Aku sangat mengapresiasi karyawan baik hati itu. Andai semua toko buku memiliki karyawan sepertinya, tentu akan sangat menyenangkan. Semoga nanti ada orang-orang yang mau membuat sebuah toko buku homey dengan karyawan-karyawan yang paham mengenai buku-buku yang dijual. Mereka tidak hanya menjual buku, namun juga membacanya. 

Kembali pada Bogor, sebuah kota dengan deretan pohon hijau, juga angkot-angkotnya yang hijau. Kota yang tidak hanya menyimpan kenangan, namun juga cinta yang menakutkan. Cinta yang tidak pernah diceritakan, atau ditunjukkan dengan kode-kode maupun sandi. Cinta yang sejak dulu hanya bersemayam dalam hati dan mati-matian kujaga agar tidak merebak keluar. Cinta pada seseorang yang baik hatinya, juga indah tutur bahasanya, yang menarik hatiku sejak bertahun-tahun lalu. Dan mungkin, hingga nanti cinta ini akan tetap menjadi ceritaku sendiri saja. Apapun yang ditakdirkan Allah, percayalah itu yang terbaik. Baik baginya, dan baik bagiku. 

Kenangan tentang Bogor tidak akan habis jika dituliskan dalam sekali duduk. Jika nanti ada kesempatan, insya Allah akan dilanjutkan kembali. Semoga Allah memperindah Bogor dengan hujan yang mendatangkan rahmat.                                                               

NOTE: Maaf untuk teman-teman bloggerku yang baik hati, selama beberapa bulan terakhir aku tidak pernah meninggalkan komentar di blog kalian, jaringan di kampung halaman sangat terbatas, bahkan untuk posting satu tulisan saja aku butuh waktu hampir satu jam. Terimakasih karena masih setia berkunjung ke blog sederhana ini.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...