Saturday, 19 April 2014

Tentang Cinta, Harapan, Penantian, dan Ketidak Pastian

Sumber: klik di sini
“Berapa banyak hati yang menanti di dunia ini? Lalu berapa banyak pula mereka yang kecewa dengan penantian, merenungi cinta yang mengerikan?”

“Kenapa tiba-tiba kamu bertanya soal itu?”

Aku berusaha tersenyum tipis, mengusap kepala dengan kedua telapak tangan. Laki-laki yang duduk dengan jarak setengah depa di sampingku menoleh, pastilah menanti jawaban dari pertanyaannya. Senja ini kami duduk menghadap selat tenang yang tidak lagi tampak biru, bercerita tentang apapun sambil mengamati kumpulan camar-camar yang terbang rendah, sesekali mereka menukik tajam, menyentuh ombak kecil dan menciptakan percikan putih.

“Aku telah membaca banyak tulisan tentang penantian yang menyesakkan. Tentang mereka yang berharap tanpa berani mengungkapkan. Hanya kesedihan dan rasa sakit yang mampu kutangkap dari tulisan-tulisan itu. Mereka yang menangis setiap senja datang, berharap air mata mampu menghadirkan cinta dalam sebuah hati di ujung sana.” jawabku sedikit menoleh ke arahnya yang mendengarkan takzim.

“Kamu sendiri?”

Sesaat aku tersentak dengan pertanyaan singkatnya, ada sesuatu yang terasa menjatuhi hatiku, sangat berat hingga sulit rasanya untuk sekadar menarik napas. Tentu saja aku merasakannya, dan barangkali, inilah mengapa perasaanku turut sakit saat membaca semua tulisan yang tersiksa itu. Tentu aku tidak akan lupa bagaimana sibuknya aku mengunjungi jejak-jejaknya, walau sebatas jejaknya yang maya. Lalu bagaimana bahagianya aku kala memandangi sosok yang tersenyum diam itu, dan hanya memandang saja, tak sekalipun berani menyapa.

“Tapi kamu tidak pernah paham.” jawabku akhirnya. Menutupi wajah yang pias, lelah.

“Lalu apa yang bisa kulakukan jika kudatangi kamu di waktu sekarang? Bukankah kamu telah menulis ratusan catatan ingin menyelesaikan pendidikan, pengabdian, dan mencukupi segala kebutuhan keluargamu sebelum waktu itu datang? Aku hanya tidak ingin kamu meleburkan semua mimpi yang telah kau bangun.”

Langit jauh di depan sana mulai kemerahan, membawa embusan angin yang lebih kencang dari sebelumnya. Aku tahu dia memasukkan kedua tangannya ke dalam saku jaket dengan pandangan jauh ke depan, entah memikirkan apa. Atau mungkin, entah menyembunyikan apa yang tidak diucapkan, meminta aku kembali membuat perandaian.

“Jawabanmu barusan adalah harapanku. Hanya saja masalahnya, tak semua dari pemilik tulisan itu menjumpai jawaban terang. Hanya mampu menerka-nerka, melemparkan banyak tanya, dan semuanya semakin menyakitkan.”

“Jangan khawatirkan mereka, bukankah cinta akan menemukan sendiri jalannya? Mereka hanya butuh untuk berbahagia dengan segala harapan dan ketidak pastian itu.”

“Ya, semoga...” Aku menyambung lirih.

Semoga aku bisa begitu...

Beberapa detik kemudian kami berdiri, berjalan dengan arah yang berbeda, meninggalkan bangku panjang bercat putih yang sejak tadi mendengarkan. Matahari sudah merangkak semakin dekat dengan garis di ujung sana. Kilauan bewarna emas di atas selat itu memang cantik, sekaligus membuat nyilu.

Duhai hati, sungguh akupun tidak tahu kalimat apa yang keluar dari lisannya nanti. Di sini kita berteman, bercerita tentang penantian dan perasaan yang ditahan. Di sini juga kita membuat berbagai pernyataan, berbagai kemungkinan, yang semuanya hanya berubah pertanyaan. Semakin menumpuk, dan tidak mengerti kapan akan terjawab.


Bogor, 20 April 2014, 1.39 dini hari

*Untuk siapa saja yang saat ini sedang berharap, mendoakan, dan menanti dengan kemungkinan tak pasti. Bersabarlah duhai hati, bersabarlah...Karena setiap musim dingin, akan ada musim seminya...


22 comments:

  1. "...menanti dengan kemungkinan tak pasti..." itulah yang saya rasakan saat ini. Di tempat saya sekarang, negara Yaman, sedang memasuki musim panas.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Semoga penantian dan kesabarannya akan berbuah manis...

      Delete
  2. Jika itu tentang ketidakpastian, maka itulah aku saat ini :)

    ReplyDelete
  3. Habis bacanya saya jadi galau.. Tapi benar tuh, setelah musim dingin yang menggigit akan ada musim semi.. In sya Allah :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ya Mbak, menggalaukan hati yang sudah galau memang kesannya. Hehe
      Insya Allah.....

      Delete
  4. sabar ,kalau sudah waktunya pasti tiba ya :)

    ReplyDelete
  5. tetap semangat ya kak, semua masalah dan cobaan pasti ada jalan keluarnya ;)

    ReplyDelete
  6. aaah, bener banget kak. harus sabar dalam penantian. keep spirit for us :)

    ReplyDelete
  7. tenang saja...suatu waktu semuanya bakalan terjawab....
    namun tidak menjamin jawaban yg ada sesuai dengan harapan....
    keep happy blogging always...salam dari makassar :-)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Begitulah....Allah tahu apa yang kita butuhkan. :) Salam kembali....

      Delete
  8. cie ciee... setiap musim dingin, pasti akan ada musim semi...
    sungguh terbayang indahnya

    ReplyDelete
  9. Mbak Sofia puitis ya :) hobi baca novel roman ya :p hehe..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nggak pernah punya novel roman Mbak, selain roman Islaminya Habiburrahman, Asma Nadia, dan beberapa yg lain. Kalau memang beber puitis, mungkin akibat baca-baca tulisan puitis di blog teman. Makasih Mbak kunjungannya :)

      Delete
  10. Kalimat penutupnya saya suka. ^^

    ReplyDelete
  11. Aku gak jemu baca dari awal sampe akhir soff. semuanya aku rasain didalam tulisan ini. hehe. melayang***

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah say....jangankan kamu, aku yang nulis aja selalu galau sendiri setiap baca ulang. Makasih ya Shob sudah berkunjung ;)

      Delete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...