Wednesday, 3 September 2014

Bagaimana Nanti Setelah Menikah?

Kisah sejoli pertama

Siang itu sangat panas. Setelah mengunjungi Taman Boneka dan Anjungan Sulawesi (lupa Sulawesi mananya), aku dan seorang temanku bernama Rifa duduk di kaki lima gedung yang menghadap Tugu Pancasila. Itu adalah kali pertama aku menginjakkan kaki di TMII, sebenarnya sebuah kunjungan nebeng. Rifa harus menemani Paman (paket komplit: bawa istri, anak umur 2 tahun dan adik sang istri) berkeliling Jakarta, jadi mau nggak mau akupun ikut. Tentu banyak gratisannya (red—dibayarin).

Merasa tahu diri, kami berdua pun memilih menunggu, sementara keluarga sang paman naik kereta gantung (Skyway—kalau di Genting) untuk menikmati TMII dari ketinggian. Kan mahal tuh tiketnya, daripada ngabisin budget Sang Paman yang mau liburan bersama keluarga, mending kita memisahkan diri aja. Alasan tentu super banyak, bilang sudah sering naik Skyway-lah, capek jalanlah, pengen beli es-lah, de es be yang intinya cuma satu ‘sayang keluar duit’. Hehe

Di tengah ketermenungan kami berdua itulah, datang sepasang muda-mudi yang kemudian duduk sekitar tujuh depa di depan kami. Sang wanita mengenakan rok hitam lebar, baju lebar, plus kerudung lebar juga. Sedangkan sang laki-laki mengenakan celana bahan warna hitam plus kemeja. Kalau kamu sering main ke Masjid Kampus, pasti sangat familiar dengan gerak-gerik dan cara berpakaian mereka, ala aktivis ROHIS banget.

Tapi bukan hal tersebut yang membuat mereka menarik perhatianku, karena akupun suka dengan gaya anak-anak Rohis, terkesan adem. Melainkan keduanya duduk sangat dekat sehingga aku menyimpulkan mereka adalah pasutri muda. Mustahil, sepasang Adam dan Hawa yang berpenampilan seperti mereka jalan berdua dan duduk sedekat itu jika belum ada ikatan yang sah.

Duduk bersebelahan, bergandengan tangan, bercengkerama ria, saling pandang. Ah, pasti seperti itu yang sering kita bayangkan perihal pasangan muda. Namun pasangan yang ini sangat berbeda. Sejauh pengamatanku, ditambah antena pendengaran yang sengaja kupertajam untuk tujuan ‘nguping’, mereka hanya diam. Barangkali hanya satu atau dua patah saja yang keluar. Menariknya, di space tak sampai sepuluh senti antara keduanya itu terdapat kumpulan bunga krisan kuning, terbungkus rapi dalam plastik bunga dan ditambah pita merah jambu. Sang bunga tergeletak begitu saja, menjadi saksi kebisuan mereka.


“Fa, lihat itu.” Aku memberi kode pada temanku agar ikut melihat. “Sejak tadi mereka hanya diam. Sibuk dengan ponsel masing-masing. Bahkan seringkali masing-masing dari mereka tersenyum, bukan karena saling bercengkerama, tapi karena ada sesuatu yang menarik dari layar ponselnya. Mereka sibuk sendiri-sendiri. Atau apa mungkin mereka ngobrol via chatt BBM?”

Temanku hanya tersenyum. Memandangi beberapa saat kemudian kembali pada ponselnya. Sementara aku sendiri? Sungguh, hatiku seperti berkelana ke masa depan. Membayangkan diri ini menjadi sang wanita. Menikah dengan laki-laki sedingin itu, jarang bicara, dan matanya seperti kehilangan cinta. Istri di samping seperti kalah menarik dibandingkan status teman di media sosial. Ternyata nih setelah aku baca dari sebuah sumber, istilah untuk seseorang yang lebih memilih gadget ketimbang memperhatikan pasangannya disebut phubbing, berasal dari kata snubbing (mengejek). Bahkan sebuah hasil survei menyebutkan 45% orang selingkuh karena kekasih terlalu asik main smartphone. Duh!

Kembali pada cerita tentang aku yang seketika berteriak jauh di dalam hati, mengatakan aku tidak akan sanggup menjalani kehidupan pasca nikah seperti pasangan yang kulihat. Bukan seperti itu pernikahan yang kuimpikan. Namun barangkali, Allah ingin menegurku saat itu, mengingatkanku agar jangan memiliki ekspekstasi tinggi tentang kehidupan setelah menikah. Semuanya memang sudah berusaha maksimal untuk menemukan yang terbaik, tapi siapa yang bisa memastikan?

“Ya Allah, nikahkanlah aku dengan lelaki yang shalih yang menyejukkan hatiku (tenang dipandang) dan aku pun membahagiakan hatinya, wahai Dzat yang Mahaluhur dan mulia.”

Setelah hampir setengah jam, kami berdua beranjak meninggalkan kaki lima bangunan.

“Selamat siang.” Sebuah sapaan membuatku menoleh seketika.

Oh my God! Could you guess who?

Dia adalah pemuda Negro yang fisiknya...nggak perlu deh aku jabarin panjang lebar. Pernah nonton di televisi kan? Nah, nggak jauh beda kok.

Senyumnya ramah. Aku hanya membalas ‘selamat siang’ lirih. Benar-benar tanpa senyuman, kemudian berlalu begitu saja.

Kenapa di saat aku membayangkan perihal jodoh, malah pemuda Negro yang datang? Pertanda apa? Hehe... We never know what will happen in the future. But, Turkishman still be number one in my heart at this time (nyengir).


Kisah Sejoli Kedua

Usai mengelilingi TMII, perjalanan selanjutnya adalah Ancol. Sama seperti TMII, ini adalah kunjugan pertamaku ke Ancol. Sungguh kasihan...

Cerita dimulai saat kami masuk ke dalam gedung Sea World (kali ini bayar setengah harga, setengahnya lagi dibayarin). Banyak ikan-ikan cantik pastinya, berasa jalan-jalan di bawah laut. Adem juga di sana. Dan yang lebih spesial banyak orang asing di sana. Bule-bule ganteng bawa kamera sampai saudagar minyak dari Timur Tengah yang bawa paket combo keluarga juga ada.

Begitu selesai keliling-keliling, pose-pose nempel di aquarium, akhirnya kelelahan juga dan memilih duduk di lantai berundak yang menghadap aquarium super jumbo, banyak karang dan bener-bener mirip laut. Sampai-sampai ada beberapa penyelam di sana, asik aja mereka selfie dalam air. Terus kita jadi penontonnya. Mau ikutan nyelam, eh masak harus bayar 500 ribu. Lagi-lagi sayang duit!

Saat itulah mataku menangkap sepasang muda-mudi berwajah Arab. Laki-lakinya tinggi jangkung dengan jambang tipis dan bergaya maskulin gitulah. Sedangkan si wanita berpakaian tertutup (bukan abaya), maksudnya pakai baju kaos panjang dan celana panjang plus pashmina hitam. Cantik udah pasti. Hidungnya yang mancung itu aja udah bisa bikin mata laki-laki Indonesia sebesar globe di ruang kepala sekolah. Belum lagi maskara yang membuat matanya terkesan punya sihir. Ah, pokoknya pasangan yang ideal banget.

Source: click here
Terus aja aku mengamati mereka dari kejauhan. Para penyelam yang salto-jungkir balik, pakai gaya bebek sampai gaya ikan kekurangan oksigen pun kalah menarik dibanding keromantisan mereka. Bukan romantis pakai peluk-pelukkan di depan umum seperti pasangan yang ada di pojok lain, karena aku menyimpulkan kedekatan mereka ini seperti dua orang sahabat atau kakak-adik. Atau jangan-jangan memang iya?

Tapi rasanya mustahil mereka sahabatan atau saudara kandung, ‘cause i saw their chemistry clearly. Saling bergantian mengambil gambar, selfie berdua, jalan beriringan sambil melihat foto-foto hasil bidikan, tertawa lepas, dan kalau salah satu dari mereka dirasa kurang cocok posenya, satu yang lain akan memberi tahu sebelum membidikkan kamera.

Sepertinya jangankan di Sea World, mereka jalan-jalan di hutan dan semak belukar pun kalau bisa seasik itu, tetap bikin iri makhluk lain, minimal orang utan. Wajar aja kalau spontan hatiku berteriak kegirangan, aku ingin kehidupan rumah tanggaku nanti seperti pasangan itu. Kamu juga maunya begitu kan?

Jadi pertanyaannya, sahabat semua pilih cerita sejoli pertama atau kedua?

16 comments:

  1. hahahahaha, saya sih udah berkeluarga ya sof jadi sudah ditetapkan pilihannya hehehe, smoga sofy dan perempuan lainnya di bumi ini kelak diberi jodoh yang terbaik juga oleh Allah SWT aamiin :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hehe iya juga ya Mak. Aamiin untuk doanya....

      Delete
  2. Lagi asyik membayangkan jodoh, tiba-tiba disapa orang Negro, he-he.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kita hanya bisa berusaha mencari. Mencari dalam artian berusaha untuk menemukan seseorang yang bisa menjadi pendamping hidup. Namun disebalik itu, tidak dapat dipungkiri bahwa jodoh sudah ditentukan oleh-Nya. Setiap wanita pasti menginginkan pria yang bisa membawa dab membimbingnya menjadi lebih baik. Begitu juga sebaliknya pria pasti menginginkan wanita yang bisa menjadi bidadari di dunia maupun diakhirat.

      Delete
    2. Muhammad Lutfi: Wah ngejekin dia....

      Yuni: Aaaa....Yuni??? seneng banget begitu tau ini kamu. Bener banget semua yang Yuni tulis di atas. semoga jodoh yang nantinya ditetapkan untuk kita adalah lelaki saleh yang sangat peduli dan penuh tanggung jawab. Thanks udah berkunjung ya :)))

      Delete
    3. Siapa tahu orang Negro itu adalah seorang wali yang kebetulan lewat dan mengamini doa Mbak Sofi.

      Delete
    4. Ya Allah....Gak kepikiran ke sana. Tapi Si Negro bawa rombongan, terus mereka foto-foto narsis abis itu. Semoga aja ya, siapa yang tahu. Hehe

      Delete
  3. hahahhahahaa,,,, Negro negrooooo.... sungguh malang nasib mu ditinggal begitu saja sama si lembut Dek Sofy..
    Andaisaja Anda tau kalo dek sofy itu sejak dulu mengimpikan Turkishman, pasti Anda tak memberanikan diri menyapanya :D Pergiiiii... jangan coba-coba lagi yaaa

    Mari kita seiya sekata memilih yang berjambang itu nan mancung. Semoga segera berjodoh sesuai impiannya ya adeku manis :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hihihi....Kak Aida bisa aja bikin lawakan. Aamiiin Kakak... doa yang sama untuk Kakak juga ;) *peluuukk

      Delete
  4. eh kalo orang negronya baik hati dan sangat sholeh giman hayooo? daripada cakep tapi maenan HP di samping kita hehe, ah saya mah tetep lee ming hoo #eh

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hehe....penawaran yang sulit mbakku? dipikir2 alias dibayangi nggak mungkin bisa bahagia hidup sama negro. Hiks

      Delete
  5. Iyaaaa sof sama2,,,,,!!!!!!!!! sering2 ajaa nulis lagi yaaa seneng baca nyaaa!!!!!!!!
    Success always for U :)

    ReplyDelete
  6. Kisah yg pertama, mereka masih pertama kencan atau belum jauh saling mengenal shob. makanya msih gaya pasif. soalnya aku dulu gitu. :) wkwk
    kisah kedua, bisa jadi mreka telah lama mmbina hubungan. ahahay. :D :D makanya seakrab itu.
    Hebat penulisan cerita nya sob, aku terkagum. :) keren.
    sering-sering mampir ahh.. :)

    ReplyDelete
  7. aku gak bisa milih lagi dong hehehe

    ReplyDelete
  8. Hai Mbak Sofy :)
    Tentu pilih yang kedua dong yaaa.. Pasangan yang baik adalah yang mampu memancarkan kebahagiaan mereka, biasanya keliatan kok kualitas hubungan dari yang terlihat. Mudah-mudahan dirimu dapat jodoh yang seperti keinginanmu ya, aamiin. Yang penting dia muslim dan akhlak islamnya baik :) bukan hanya pintar agamanya tapi yg benar-benar memahami agama sampai ke hati. Nah, itu..

    ReplyDelete
  9. Siapa tahu yg pasangan sejoli pertama tadi, komunikasi mrk dg sms / bbm an mbak... takut kalau bicara langsung jd menimbulkan syahwat.... hehe...

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...