Kisah sejoli pertama
Siang itu sangat
panas. Setelah mengunjungi Taman Boneka dan Anjungan Sulawesi (lupa Sulawesi
mananya), aku dan seorang temanku bernama Rifa duduk di kaki lima gedung yang menghadap Tugu Pancasila. Itu adalah kali pertama aku
menginjakkan kaki di TMII, sebenarnya sebuah kunjungan nebeng. Rifa harus
menemani Paman (paket komplit: bawa istri, anak umur 2 tahun dan adik sang
istri) berkeliling Jakarta, jadi mau nggak mau akupun ikut. Tentu banyak
gratisannya (red—dibayarin).
Merasa tahu diri,
kami berdua pun memilih menunggu, sementara keluarga sang paman naik
kereta gantung (Skyway—kalau di Genting) untuk menikmati TMII dari ketinggian.
Kan mahal tuh tiketnya, daripada ngabisin budget Sang Paman yang mau liburan
bersama keluarga, mending kita memisahkan diri aja. Alasan tentu super banyak,
bilang sudah sering naik Skyway-lah, capek jalanlah, pengen beli es-lah, de es
be yang intinya cuma satu ‘sayang keluar duit’. Hehe
Di tengah
ketermenungan kami berdua itulah, datang sepasang muda-mudi yang kemudian duduk
sekitar tujuh depa di depan kami. Sang wanita mengenakan rok hitam lebar, baju
lebar, plus kerudung lebar juga. Sedangkan sang laki-laki mengenakan celana
bahan warna hitam plus kemeja. Kalau kamu sering main ke Masjid Kampus, pasti
sangat familiar dengan gerak-gerik dan cara berpakaian mereka, ala aktivis
ROHIS banget.
Tapi bukan hal
tersebut yang membuat mereka menarik perhatianku, karena akupun suka dengan
gaya anak-anak Rohis, terkesan adem. Melainkan keduanya duduk sangat dekat
sehingga aku menyimpulkan mereka adalah pasutri muda. Mustahil, sepasang Adam
dan Hawa yang berpenampilan seperti mereka jalan berdua dan duduk sedekat itu
jika belum ada ikatan yang sah.
Duduk bersebelahan,
bergandengan tangan, bercengkerama ria, saling pandang. Ah, pasti seperti itu
yang sering kita bayangkan perihal pasangan muda. Namun pasangan yang ini
sangat berbeda. Sejauh pengamatanku, ditambah antena pendengaran yang sengaja
kupertajam untuk tujuan ‘nguping’, mereka hanya diam. Barangkali hanya satu
atau dua patah saja yang keluar. Menariknya, di space tak sampai sepuluh senti
antara keduanya itu terdapat kumpulan bunga krisan kuning, terbungkus rapi
dalam plastik bunga dan ditambah pita merah jambu. Sang bunga tergeletak begitu
saja, menjadi saksi kebisuan mereka.
“Fa, lihat itu.” Aku
memberi kode pada temanku agar ikut melihat.
“Sejak tadi mereka hanya diam. Sibuk dengan ponsel masing-masing. Bahkan seringkali
masing-masing dari mereka tersenyum, bukan karena saling bercengkerama, tapi
karena ada sesuatu yang menarik dari layar ponselnya. Mereka sibuk
sendiri-sendiri. Atau apa mungkin mereka ngobrol via chatt BBM?”
Temanku hanya
tersenyum. Memandangi beberapa saat kemudian kembali pada ponselnya. Sementara
aku sendiri? Sungguh, hatiku seperti berkelana ke masa depan. Membayangkan diri
ini menjadi sang wanita. Menikah dengan laki-laki sedingin itu, jarang bicara,
dan matanya seperti kehilangan cinta. Istri di samping seperti kalah menarik
dibandingkan status teman di media sosial. Ternyata nih setelah aku baca dari sebuah sumber, istilah untuk seseorang yang lebih memilih gadget ketimbang memperhatikan pasangannya disebut phubbing, berasal dari kata snubbing (mengejek). Bahkan sebuah hasil survei menyebutkan 45% orang selingkuh karena kekasih terlalu asik main smartphone. Duh!
Kembali pada cerita tentang aku yang seketika berteriak jauh di dalam hati, mengatakan aku tidak akan sanggup menjalani kehidupan pasca nikah seperti pasangan yang kulihat. Bukan seperti
itu pernikahan yang kuimpikan. Namun barangkali, Allah ingin menegurku saat
itu, mengingatkanku agar jangan memiliki ekspekstasi tinggi tentang kehidupan
setelah menikah. Semuanya memang sudah berusaha maksimal untuk menemukan yang
terbaik, tapi siapa yang bisa memastikan?
“Ya
Allah, nikahkanlah aku dengan lelaki yang shalih yang menyejukkan hatiku
(tenang dipandang) dan aku pun membahagiakan hatinya, wahai Dzat yang Mahaluhur
dan mulia.”
Setelah hampir
setengah jam, kami berdua beranjak meninggalkan kaki lima bangunan.
“Selamat siang.” Sebuah
sapaan membuatku menoleh seketika.
Oh
my God! Could you guess who?
Dia adalah pemuda
Negro yang fisiknya...nggak perlu deh aku jabarin panjang lebar. Pernah nonton
di televisi kan? Nah, nggak jauh beda kok.
Senyumnya ramah. Aku hanya
membalas ‘selamat siang’ lirih. Benar-benar tanpa senyuman, kemudian berlalu
begitu saja.
Kenapa di saat aku
membayangkan perihal jodoh, malah pemuda Negro yang datang? Pertanda apa?
Hehe... We never know what will happen in
the future. But, Turkishman still be number one in my heart at this time
(nyengir).
Kisah Sejoli Kedua
Usai mengelilingi
TMII, perjalanan selanjutnya adalah Ancol. Sama seperti TMII, ini adalah
kunjugan pertamaku ke Ancol. Sungguh kasihan...
Cerita dimulai saat
kami masuk ke dalam gedung Sea World (kali ini bayar setengah harga,
setengahnya lagi dibayarin). Banyak ikan-ikan cantik pastinya, berasa jalan-jalan
di bawah laut. Adem juga di sana. Dan yang lebih spesial banyak orang asing di
sana. Bule-bule ganteng bawa kamera sampai saudagar minyak dari Timur Tengah
yang bawa paket combo keluarga juga ada.
Begitu selesai
keliling-keliling, pose-pose nempel di aquarium, akhirnya kelelahan juga dan
memilih duduk di lantai berundak yang menghadap aquarium super jumbo, banyak
karang dan bener-bener mirip laut. Sampai-sampai ada beberapa penyelam di sana,
asik aja mereka selfie dalam air. Terus kita jadi penontonnya. Mau ikutan
nyelam, eh masak harus bayar 500 ribu. Lagi-lagi sayang duit!
Saat itulah mataku
menangkap sepasang muda-mudi berwajah Arab. Laki-lakinya tinggi jangkung dengan
jambang tipis dan bergaya maskulin gitulah. Sedangkan si wanita berpakaian
tertutup (bukan abaya), maksudnya pakai baju kaos panjang dan celana panjang
plus pashmina hitam. Cantik udah pasti. Hidungnya yang mancung itu aja udah
bisa bikin mata laki-laki Indonesia sebesar globe di ruang kepala sekolah. Belum
lagi maskara yang membuat matanya terkesan punya sihir. Ah, pokoknya pasangan
yang ideal banget.
Source: click here |
Terus aja aku
mengamati mereka dari kejauhan. Para penyelam yang salto-jungkir balik, pakai
gaya bebek sampai gaya ikan kekurangan oksigen pun kalah menarik dibanding
keromantisan mereka. Bukan romantis pakai peluk-pelukkan di depan umum seperti
pasangan yang ada di pojok lain, karena aku menyimpulkan kedekatan mereka ini
seperti dua orang sahabat atau kakak-adik. Atau jangan-jangan memang iya?
Tapi rasanya mustahil
mereka sahabatan atau saudara kandung, ‘cause
i saw their chemistry clearly. Saling bergantian mengambil gambar, selfie
berdua, jalan beriringan sambil melihat foto-foto hasil bidikan, tertawa lepas,
dan kalau salah satu dari mereka dirasa kurang cocok posenya, satu yang lain akan
memberi tahu sebelum membidikkan kamera.
Sepertinya jangankan
di Sea World, mereka jalan-jalan di hutan dan semak belukar pun kalau bisa
seasik itu, tetap bikin iri makhluk lain, minimal orang utan. Wajar aja kalau
spontan hatiku berteriak kegirangan, aku ingin kehidupan rumah tanggaku nanti
seperti pasangan itu. Kamu juga maunya begitu kan?
Jadi pertanyaannya, sahabat semua pilih cerita sejoli pertama atau kedua?
Jadi pertanyaannya, sahabat semua pilih cerita sejoli pertama atau kedua?
hahahahaha, saya sih udah berkeluarga ya sof jadi sudah ditetapkan pilihannya hehehe, smoga sofy dan perempuan lainnya di bumi ini kelak diberi jodoh yang terbaik juga oleh Allah SWT aamiin :)
ReplyDeleteHehe iya juga ya Mak. Aamiin untuk doanya....
DeleteLagi asyik membayangkan jodoh, tiba-tiba disapa orang Negro, he-he.
ReplyDeleteKita hanya bisa berusaha mencari. Mencari dalam artian berusaha untuk menemukan seseorang yang bisa menjadi pendamping hidup. Namun disebalik itu, tidak dapat dipungkiri bahwa jodoh sudah ditentukan oleh-Nya. Setiap wanita pasti menginginkan pria yang bisa membawa dab membimbingnya menjadi lebih baik. Begitu juga sebaliknya pria pasti menginginkan wanita yang bisa menjadi bidadari di dunia maupun diakhirat.
DeleteMuhammad Lutfi: Wah ngejekin dia....
DeleteYuni: Aaaa....Yuni??? seneng banget begitu tau ini kamu. Bener banget semua yang Yuni tulis di atas. semoga jodoh yang nantinya ditetapkan untuk kita adalah lelaki saleh yang sangat peduli dan penuh tanggung jawab. Thanks udah berkunjung ya :)))
Siapa tahu orang Negro itu adalah seorang wali yang kebetulan lewat dan mengamini doa Mbak Sofi.
DeleteYa Allah....Gak kepikiran ke sana. Tapi Si Negro bawa rombongan, terus mereka foto-foto narsis abis itu. Semoga aja ya, siapa yang tahu. Hehe
Deletehahahhahahaa,,,, Negro negrooooo.... sungguh malang nasib mu ditinggal begitu saja sama si lembut Dek Sofy..
ReplyDeleteAndaisaja Anda tau kalo dek sofy itu sejak dulu mengimpikan Turkishman, pasti Anda tak memberanikan diri menyapanya :D Pergiiiii... jangan coba-coba lagi yaaa
Mari kita seiya sekata memilih yang berjambang itu nan mancung. Semoga segera berjodoh sesuai impiannya ya adeku manis :D
Hihihi....Kak Aida bisa aja bikin lawakan. Aamiiin Kakak... doa yang sama untuk Kakak juga ;) *peluuukk
Deleteeh kalo orang negronya baik hati dan sangat sholeh giman hayooo? daripada cakep tapi maenan HP di samping kita hehe, ah saya mah tetep lee ming hoo #eh
ReplyDeleteHehe....penawaran yang sulit mbakku? dipikir2 alias dibayangi nggak mungkin bisa bahagia hidup sama negro. Hiks
DeleteIyaaaa sof sama2,,,,,!!!!!!!!! sering2 ajaa nulis lagi yaaa seneng baca nyaaa!!!!!!!!
ReplyDeleteSuccess always for U :)
Kisah yg pertama, mereka masih pertama kencan atau belum jauh saling mengenal shob. makanya msih gaya pasif. soalnya aku dulu gitu. :) wkwk
ReplyDeletekisah kedua, bisa jadi mreka telah lama mmbina hubungan. ahahay. :D :D makanya seakrab itu.
Hebat penulisan cerita nya sob, aku terkagum. :) keren.
sering-sering mampir ahh.. :)
aku gak bisa milih lagi dong hehehe
ReplyDeleteHai Mbak Sofy :)
ReplyDeleteTentu pilih yang kedua dong yaaa.. Pasangan yang baik adalah yang mampu memancarkan kebahagiaan mereka, biasanya keliatan kok kualitas hubungan dari yang terlihat. Mudah-mudahan dirimu dapat jodoh yang seperti keinginanmu ya, aamiin. Yang penting dia muslim dan akhlak islamnya baik :) bukan hanya pintar agamanya tapi yg benar-benar memahami agama sampai ke hati. Nah, itu..
Siapa tahu yg pasangan sejoli pertama tadi, komunikasi mrk dg sms / bbm an mbak... takut kalau bicara langsung jd menimbulkan syahwat.... hehe...
ReplyDelete