Source: click here |
Aku ingin melihat wajahmu pada sebatang pohon,
pada matahari pagi, dan pada langit yang tanpa warna—Jalaluddin Rumi
Siang itu di kotaku sedang berada di puncak musim panas,
ketika seorang gadis berlari ke arahku. Debu dan dedaunan kering yang tersapu
oleh kakinya beterbangan.
“Seorang laki-laki sangat setia menantiku, bahkan ia sudah
terang-terangan mengatakan untuk datang melamar. Keluargaku sudah mengenalnya
karena memang dia adalah tetanggaku. Dan, dia adalah ustadzku dulu ketika di
Pesantren.” Ceritanya tanpa diminta. Aku menutup halaman sebuah buku yang sejak
tadi kubaca, melihat ke wajahnya yang sembab. Sepertinya ia sudah memikirkan
masalah ini selama beberapa hari terakhir.
“Lalu masalahnya? Bukankah seharusnya kamu bahagia?” aku
bertanya. Dalam hati aku justru menganggap hal yang dialami sahabatku itu
sebuah anugerah. Perempuan mana yang tidak bahagia jika mendapat kemuliaan dan
penghargaan setinggi itu dari seorang laki-laki?
“Tidak sedikit pun aku mencintainya. Sungguh sejak
bertahun-tahun lamanya dia terus mencoba, tapi selama itu pula hatiku tidak
pernah tersentuh olehnya. Sofi, aku wanita sederhana dan juga menginginkan
cinta yang sederhana. Aku hanya ingin suatu hari laki-laki yang kucintai juga
mencintaiku dan datang pada orang tuaku. Pengorbanan, pembuktian cinta, atau
segala macam pernak-pernik seperti yang sudah diberikan laki-laki yang tadi
kuceritakan sama sekali tidak kubutuhkan. Aku hanya ingin hidup dan mengabdikan
diriku kelak pada laki-laki yang kucintai. Itu saja.” Ceritanya dengan mata
yang penuh harapan.
“Itu bukan perkara sederhana. Aku sendiri tidak memiliki
kepandaian yang cukup untuk bisa menyederhanakan walau sekadar lewat kata-kata.
Terkadang, kita memang harus mengikhlaskan dia yang kita harapkan. Bukan karena
tidak mencintainya, tapi seperti itulah cara untuk menghargai. Menghargai
takdir, menghargai pilihannya, dan menghargai kehidupan kita sendiri.”
Aku bukan seorang yang ahli dalam masalah seperti ini. Lebih
sering jawaban yang kuberikan hanya diam dan lebih banyak mendengarkan. Namun
dalam tulisan, aku merasa memiliki sedikit waktu lapang untuk berpikir sebelum
menjawab atau mengungkapkan sesuatu. Itulah sebabnya kuberanikan untuk
menuliskan cerita sahabatku ini, seorang gadis manis yang menurutku memang
benar sangat sederhana.
“Lalu aku harus menerima laki-laki itu?” tanyanya kembali.
“Jika aku menjawab pertanyaanmu, akan ada pertanggung jawaban
yang berat saat jawaban itu kamu tunaikan. Aku tidak bisa memberikan jawaban
apapun. Namun, kamu bisa memantapkan hatimu dengan cara meminta petunjuk pada-Nya.
Petunjuk dari-Nya adalah jaminan untukmu agar tidak ada penyesalan.”
“Baiklah...” ucapnya sambil melayangkan pandangan ke langit
biru yang sangat cerah sekligus menyilaukan.
"Lalu, apakah kamu menyimpan seseorang dalam hatimu kini?" aku bertanya lagi.
Ia mengangguk kecil, "Tapi dia tidak pernah tahu dan aku pun tidak memiliki cukup keberanian untuk memberi tahu..."
Aku menelan ludah, tidak tahu harus menimpali seperti apa. Pembicaraan kami berakhir setelah beberapa kalimat lagi. Ia harus
pergi untuk mengikuti perkuliahan selanjutnya dan meninggalkan aku sendiri
dengan seribu pertanyaan.
Berapa banyak wanita yang memiliki masalah sama seperti
sahabatku itu, ketika ia yang diharapkan tidak pernah menyadarinya, sebaliknya
yang tidak dikagumi justru datang berkali-kali? Dan untuk laki-laki yang setiap
saat namanya disebut-sebut oleh sang wanita, yang sosoknya dikenang meski tanpa
berani menyapa, tidak bisakah hatinya tersentuh sedikit saja? Lalu untuk ia
para wanita yang menyimpan rapat-rapat rasanya, tidak jugakah laut dan daratan
mau membantu menyampaikan perasaan itu?
Sahabatku, barangkali sekali lagi kita harus tersadar. Apa
yang tersimpan dalam hati seorang anak manusia di luar kendali manusia yang
lain. Jika rasa itu memang tidak pernah sampai, tidak ada salahnya kita
menuruti kalimat Rumi, yaitu dengan melihat wajahnya pada sebatang pohon, pada
matahari pagi, dan pada langit yang tanpa warna. Semoga suatu saat kelak, wajah
yang selalu kamu hadirkan itu mau tersenyum padamu, atau kamu yang sudah bisa
mengganti wajah itu dengan ia yang selama ini menghadirkanmu dalam doa-doanya.
Bogor, 16 Oktober 2014
Undangan Menjadi Peserta Lomba Review Website berhadiah 30 Juta.
ReplyDeleteSelamat Siang, setelah kami memperhatikan kualitas tulisan di Blog ini.
Kami akan senang sekali, jika Blog ini berkenan mengikuti Lomba review
Websitedari babastudio.
Untuk Lebih jelas dan detail mohon kunjungi http://www.babastudio.com/review2014
Salam
Baba Studio
aaaahhhh aq sedih bacanya sofiiiiiii hiks hiks
ReplyDelete