Monday, 13 July 2015

Hikmah: Kak Salimah dan Pernikahan dengan Bule Pemilik Kapal Pesiar


@selvinazkrsmn
“Bagaimana kabar Kak Salimah dan anak-anaknya, Nek?” tanyaku pada nenek sore kemaren. Entah mengapa, tiba-tiba aku teringat istri pemilik toko kelontong paling maju di kompleks tempat nenekku tinggal.
Ya, selama tiga hari sejak kepulanganku di rumah ini, nenek masih belum pulang. Dia sengaja menunggu aku pulang hanya untuk bertemu dengan cucu sulungnya ini. Barulah tadi pagi nenek kembali ke rumahnya di Selat Panjang.
Sore itu nenek sedang memotong daging ayam di dapur, mungkin akan diolah jadi opor, sementara aku sibuk menimba air dengan ember besar. Ibuku sedang pergi belanja bersama Bapak, jadi hanya kami berdua saja yang berbincang kali itu.
“Duh, Cu... Nenek sering kasihan lihat anak-anaknya Salimah. Kadang mau beli lontong pecal pun mereka tidak punya uang. Kadang nenek yang belikan.” Cerita nenekku.
Aku diam sambil berpikir. Betapa kejamnya waktu menggilas kehidupan seseorang, dan betapa roda kehidupan itu benar-benar terus berputar. Itu sudah hukum alam. Siapa pun yang tidak mau berjuang keras, mereka pasti akan menjadi pecundang.

Masih teringat jelas saat masa kanak-kanak hingga umurku 12 atau 13 ketika aku berlibur ke rumah nenek satu kali dalam setahun, atau saat aku pindah sekolah di sana selama masa persalinan adikku, toko kelontong milik keluarga Kak Salimah adalah toko yang paling maju di sana. Barang dagangannya banyak, segalanya dijual di sana, mulai dari beras, minyak, gula, kue-kue kering, sayur-mayur, hingga peralatan besar seperti oven, kulkas, dsb.  Setiap hari tokonya selalu ramai, pelanggannya tak terhitung, terlebih saat menjelang lebaran seperti sekarang. Walhasil kehidupan Kak Salimah dan keluarga pun terbilang di atas rata-rata. Rumahnya yang besar seluruhnya terbuat dari beton, halamannya dikelilingi pagar, sepeda motornya lebih dari tiga, perhiasannya bejibun, dan anak-anaknya terbiasa dengan makanan serta mainan mahal. 
Kue kering (pinterest)
Tapi beberapa tahun lalu, sang suami yang biasa kami panggil Bang Regar wafat di usia muda, setelah itu jalan hidup Kak Salimah dan anak-anak pun berubah 180 derajat. Aku baru tahu kalau toko kelontong mlik mereka jadi begitu majunya berkat kepiwaian Bang Regar dalam berbisnis, sepeninggal dia, sang istri tidak bisa melanjutkan usaha tersebut. Perlahan-lahan tokonya bangkrut dan tinggallah sang istri yang tanpa penghasilan harus menghidupi anak-anak.

Oh, kehidupan. Terkadang aku tidak mengerti hukum apa saja yang ditulis Tuhan untuk nasib setiap ummat-Nya, namun yang jelas kehidupan itu bisa berubah tanpa pernah kita sangka-sangka. Seperti yang pernah diceritakan seorang temanku asal Bandung mengenai bibiknya yang sekarang hidup di Batam. 

Bermula dari niatnya untuk mencari pekerjaan di Batam hingga menumpang sebuah kapal yang bisa mengantarnya ke kota tersebut, ternyata di kapal itulah pertemuan sederhana antara dia dan seorang pengusaha sukses asal Inggris. Keduanya saling cocok, cinta saling terbalas, dan akhirnya si lelaki memutuskan menjadi mualaf lalu datang melamar. Kini, mereka hidup bahagia di kota Batam. Si lelaki punya pelabuhan dan kapal pesiar, jadi sudah pasti mereka bisa hidup mewah. Bahkan kata temanku itu, saat dia berkunjung ke Batam, pamannya itu sudah menyiapkan itinerary yang diatur langsung oleh sekretaris kantor. Jadwal perjalanan, restoran, hotel, dan sebagainya sudah diagendakan.
Pinterest

Begitulah.

Nasib seseorang memang tidak ada yang tahu, tidak juga bisa diterka-terka. Jangan terlalu bermimpi nasib baik akan menyambangi setiap kita begitu mudah seperti pada cerita kedua. Jangan niatnya mau mendapat suami kaya, lalu mengandalkan pesona fisik untuk menggaet laki-laki kaya. Tidak semua kita bisa bernasib seperti itu. Mungkin di antara seribu perempuan, hanya satu saja yang seperti itu. Selebihnya, mungkin sebagian adalah mereka bernasib seperti Kak Salimah.

Tapi percayalah, setiap kita punya kesempatan masing-masing untuk meraih impian, untuk hidup berkecukupan. Tidak perlulah pakai siasat licik, cukup dengan memperkaya pengetahuan dan terus bekerja keras, insya Allah Tuhan akan melihat kerja kita. Seseorang tidak mendapatkan kecuali apa yang sudah diusahakannya. Itulah hukum alam yang sebenar-benarnya. Sisanya adalah nasib baik, pun cerita seperti bibinya temanku, kita juga tidak bisa segera menyimpulkan itu sebuah keberuntungan. Mungkin selama ini, dia sudah berjuang keras melatih bahasa Inggrisnya, sampai-sampai si bule bisa nyaman bicara dengannya pada pertemuan pertama tanpa sengaja tersebut. Bukankah itu juga berarti pernikahannya adalah balasan dari kerja kerasnya? 

Ya, bekerja keraslah, ikutkan Tuhan di dalamnya. Insya Allah pada saat yang tepat, keberuntungan itu akan datang.


4 comments:

  1. Jadi anak2 kak salimah hidup tanpa ibunya?, iya roda hidup itu berputar semoga Allahswt senantiasa melimpahkan rahmadNYA untuk kita ya.

    ReplyDelete
  2. bener tuh pada saat yang tepat keberuntungan itu akan datang

    ReplyDelete
  3. kita tidak tahu kehdupan ada di atas atau bawah ya

    ReplyDelete
  4. Mudah2an kita selalu ingat dan bertawakal

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...