“Hendaklah kalian saling memberi hadiah, agar kalian saling mencintai.” (HR. al-Bukhari)
Beberapa
bulan lalu aku sudah menuliskan tentang sahabatku Elif di sini. Dan sekarang
adalah kelanjutannya. Seperti yang kutuliskan di sana, Elif memaksa ingin
mengirimkan hadiah kecil dari negaranya, Turki. Setelah melewati tawar menawar
yang cukup sengit, karena aku sungguh tidak mau menyusahkan dia, pada akhirnya
aku menyerah juga. Terlebih setelah di memohon, “Lutfen, Sofia. Please, Sofia.”
Orang
Turki memang terkenal suka memberi hadiah. Aku baca di blog Muslimah yang
sedang kuliah di sana, katanya orang Turki suka nggak naggung-nanggung kalau
kasih hadiah. Pada bulan Ramadhan, mereka saling berlomba-lomba membagikan
makanan buat iftar. Lalu saat menjelang lebaran, ada juga yang memberikan
pakaian dan sebagainya. Bahkan Si Muslimah Indonesia ini pernah menerima paket
pakaian senilai jutaan dan tiket pulang ke Indonesia. Segitunya, ya?
Biar
kata negaranya menganut paham sekuler, tapi jangan lupa, masyarakat Turki itu
punya leluhur yang taat-taat di jaman Ottoman. Jadi tradisi silaturrahim sampai
memberi hadiah seperti sudah turun temurun dalam darah mereka. Memang banyak
yang pilih hidup bergaya Barat, nggak shalat, tapi tetap saja lho, mereka itu
menjunjung tinggi slaturrahim dan saling memberi hadiah. Mereka juga kerap
menyebut ‘Insya Allah, masya Allah, Allah, dsb’ dalam percakapan sehari-hari.
Mungkin lebih sering dari kita. Kalau nggak percaya, kroscek aja di sinetron
Turki yang sekarang lagi ngetren.
Kembali
ke tradisi memberi hadiah, dalam Islam sendiri hukumnya sunnah. Itulah yang
dikatakan Elif ketika aku menolak untuk memberikan alamat padanya.
“Ini
hanya hadiah kecil. Lagipula memberi hadiah itu sunnah. Ayo, berikan alamatmu.”
Tulis Elif di whatsapp.
Apalah
daya, akhirnya aku pun memberikan alamat rumah padanya. Dia mengirim hadiah itu
pada 24 November, dan aku menerimanya pada 31 Desember lalu.
Cukup lama ya...?
Yup,
karena adalah human error di kantor pos Jakarta, jadi paket itu terkirim ke
Pekanbaru. Mungkin mereka pikir Bintan itu ada di provinsi Riau. Saat aku
ngecek sekitar tanggal 21 Desember, petugas pos langsung melakukan penelusuran
dalam sistem mereka, dan memberi tahu kalau paket itu sedang dalam perjalanan
dari Pekanbaru ke Bintan, Kepulauan Riau. Ribet banget. But it’s okay. Selagi paket
itu bisa sampai, aku sudah bersyukur.
Tepat
di penghujung 2015, aku menerima satu buah kardus biasa dari petugas pos. Uh,
biar kata hanya kardus, tapi ini dari Turki. Perjalanan nih kardus lebih jauh
daripada perjalanan yang pernah kulakukan seumur hidup. Aku pun membukanya
dengan super hati-hati, sekaligus nggak sabaran.
Oh,
Elif. Dia memang sangat manis. Di dalam kardus itu, ada sebuah kotak berbentuk ‘love’
dengan warna biru. Motifnya bunga mawar. Aku sampai mbrebes lihatnya. Lagi-lagi
aku bilang, ini kotak love dari Turki. Iya dari Turki. Sebelum tanganku
menyentuhnya, ada sahabatku yang merupakan wanita Turki juga telah
menyentuhnya.
Semua
itu adalah hal yang sangat menakjubkan. Aku tidak pernah menilai apa saja yang
ia kirimkan, karena bagiku kotak itu adalah perwujudan dari cinta, ketulusan,
dan persahabatan.
Aku
membukanya.
Aduuuh...
banyak sekali.
Sepertinya
Elif menyukai pernak-pernik lucu. Dia mengirimkan handuk kecil berenda, sapu
tangan khas Turki, hijab, tasbih, gelang, kalung, kartu pos, cokelat, biskuit,
permen, lilin, kaos kaki, magnet kulkas inisial nama, gantungan kunci, dan krim
pelembab sari mawar. Satu hal yang kusayangkan, cokelatnya sudah rusak karena—mungkin—paket
itu terhempas ke sana sini selama di perjalanan.
Pagi
itu aku dilanda euforia banget. Langsung cekrek foto-foto dan kukirimkan ke
Elif. Sampai sekarang aku sering buka kotaknya, lalu mencium handuk atau hijab
yang dia beri. Baunya khas banget. Terkadang sambil mencium aroma dari dalam
kotak itu, aku membayangkan Istanbul.
Kota
itu, sampai hari ini aku masih bermimpi besar untuk mengunjunginya. Mungkin
sekarang belum bisa, tapi aku yakin, sangat yakin, suatu hari nanti aku akan
datang ke sana. Aku akan bertemu dengan sahabatku Elif. Mungkin kita akan
menikmati segelas teh bersama, dan hmm semangkok ramen.
Ramen
di Turki?
Aneh?
Ya,
ini karena aku pernah memasukkan foto tumis ubur-ubur dalam Instagram. Ada sumpit
di sampingnya. Nah, Elif nyangkanya itu ramen. Dia pun mengirimkan foto satu
cup ramen instan yang sudah diseduh dengan chopstick di atasnya.
“Sofia,
I love ramen too.” Tulisnya.
“Semoga
suatu hari nanti kita bisa makan ramen bersama.” Balasku.
“Oh,
Sofia. Insallah...”
Sahabatku
Elif, kau mungkin tidak tahu betapa aku sangat berterimakasih untuk sagalanya.
Untuk persahabatan dan hadiah yang kau kirimkan. Terimakasih karena kau telah
membuat Turki begitu dekat denganku. Dalam satu kotak biru yang kau kirimkan
itu, kau tidak hanya menyertakan cinta dan persahabatan, namun juga seluruh
impian dan cita-citaku... Kau telah mengirimkan Turki untukku...
Lots of Love
Sofia