Malam ini sebenarnya sudah kuagendakan untuk tidur lebih awal, seharian penuh kegiatan cukup padat dan lumayan melelahkan. Sepulang praktikum dan piket kandang bebek pukul 15.00 WIB, aku dan beberapa teman langsung hunting kontrakan, walaupun cuma muter-muter Lodaya tapi kuhitung-hitung kita sudah berjalan sejauh 2 km lebih. Sesampai di kontrakan pukul 17.30 WIB. Kaki pegal semua. Capek so pasti.
Aku bersukur sekali karena besok hari libur, meski besok adalah waktuku dan beberapa teman mengunjungi LBSM Parung, aku tak peduli. Toh, aku tetap memiliki pagi yang lebih santai daripada pagi-pagi dihari kuliah. Tapi, perasaan senang itu sedikit meluntur ketika mendengar teman-teman dari ruang lain akan datang untuk sebuah rapat kepanitiaan . Aku sendiri telah berencana dari awal untuk tak terlibat dalam kepanitiaan, aku mau bantu-bantu sewaktu hari H saja. Itu pikirku. Semua bukan tanpa alasan, ahir-ahir ini aku memang memiliki masalah dengan kesehatan dan mood. Aku sedang berada pada titik terjenuh, ogah. Aku hanya menanti waktu pulang kampung. Itu saja. Bahkan kuliahpun sejujurnya aku ogah-ogahan belakangan ini. Ternyata rencanaku ini tidak terealisasi, aku dimasukkan menjadi anggota divisi acara. Timku hanya beranggotakan lima orang saja. Aku jadi tak tega. Jujur, aku baru tau kalau aku berada di divisi ini saat Rapat malam ini, Rapat ke-3 kalau tak salah.
Bukan persoalan kontrakan baru yang tak kunjung ditemukan, bukan pula persoalan divisi acara yang ingin aku uraikan dalam tulisan ini. Itu bukan masalah, kontrakan tidak akan terlalu sulit dan aku pasti akan bekerja kok di divisi asal tunjuk ini. Jadi, leave it. Tak penting. Aku hanya ingin menguraikan tentang mereka, kawan sejawat seangkatan dari ruang lain. Entahlah, aku selalu lupa bahwa kami berjumlah 40 orang. Jika ditanya tentang sebab, aku punya dua alasan, yang pertama adalah ruang dan yang kedua adalah program pendidikan. Ruang membuat kami tak bisa selalu berpapasan dan bertegur sapa. Ruang membuat kami tak memiliki cukup waktu untuk sekedar berbincang ringan. Mungkin Anda bisa membantah dengan kata dan kalimat basi yang sejujurnya membuatku mual. 'Manfaatkan waktu ketemu'-lah, 'jarak itu bukan masalah' dan lain-lain. Sejatinya itu hanya kalimat dari bibir orang-orang yang ingin terlihat solutif, sok memimpin atau apalah Anda menyebutnya. Basi, ya basi. Hanya indah terdengar, seperti sebuah solusi. Tapi taukah, itu tak lebih dari kicauan beo, berlalu tanpa sisa, tanpa bekas.
kenapa? Anda marah? Sudahlah, untuk apa marah jika memang Anda merasa tak pernah mengeluarkan kalimat basi itu.
Iya friends, mereka berkoar-koar tentang solusi, tapi kenyataannya semua tak semudah mengucapkan kalimat. Di satu ruang, kami hidup berkoloni, punya kegiatan sendiri. di satu ruang lainpun begitu. Lalu, ada ruang dan ruang lain yang membentang di antara keduanya. Apa mungkin kedua dunia itu bisa membaur tanpa cela. Sempurna akrab, kata mereka. Tak bisa kawan, bahkan di buku biologi pun membahas masalah isolasi jarak ini. Pikirkanlah.
Sebab yang kedua adalah persoalan program study. Aku sulit menjelaskan, tapi faktanya ini mempengaruhi. Ah, sekali lagi aku tak mampu mengurainya, nanti akan terlalu banyak yang akan menghujaniku dengan panah-panah tajam mereka. Aku malas, cari aman saja.
Intinya, aku sering lupa bahwa kami berjumlah 40. Aku lupa bahwa kami dianggap satu kelompok. Aku baru menyadari bahwa aku memiliki 39 teman lainnya dalam kelompok ini saat kita berkumpul saja. Selebihnya tidak. Mau diapakan? Jangan lagi memaksa, kalau ingin mencari solusi paksaan silahkan. Dengan syarat, jelas dan pasti. Jika tak mampu, usah berkoar. kalian ingin tau solusi jelas dan pasti itu seperti apa, pindahkan saja ruang yang satu kemudian masukkan ke ruang yang satunya lagi. Ini yang paling real. Mudah bukan aku menuliskan? Coba saja lakukan, mudahkah?
(Ditulis Minggu malam, 5 Mei 2013)
No comments:
Post a Comment