Hari ini salah
satu sahabatku berulang tahun.
Masih teringat
jelas bagaimana kebersamaan kami dulu ketika awal-awal masuk pesantren. Pertengkaran
karena tidak ada yang mau mengalah terjadi berulang-ulang, bahkan orangtua
pernah kami telepon hanya karena pertengkaran sepele. Menangis,
teriakan-teriakan benci, saling menulis surat, menjelekkan satu sama lain, dan hal-hal sejenis yang
hampir terjadi setiap hari. Tidak ada yang mau disalahkan. Aku dengan keegoisanku,
dan kamu dengan sifatmu yang menurutku—ketika itu—selalu saja menaikkan emosi.
Kini kita
telah beranjak dewasa, sahabat. Kita bukan lagi dua orang gadis kecil berumur 13 atau
14 tahun. Aku dengan jalanku, lingkunganku, dan sederet mimpi yang kugantungkan
setinggi langit. Sementara kamu juga dengan jalanmu, lingkunganmu, dan
sederet mimpi mulia yang pastinya juga kamu gantungkan setinggi langit.
Setamat dari
pesantren, kamu memilih melanjutkan ke Institut Ilmu Al-Quran di Jakarta. Ibu
dan Kakak laki-laki mengantarkanmu setahun yang lalu. Di sana kamu tinggal di
asrama bersama beberapa perempuan saleha lain, mereka hafidzah 30 juz Al-Quran,
dan ada juga yang baru memulai untuk menghapal lembar demi lembar kitab Allah
sepertimu. Kamu pernah bercerita, usia teman-temanmu di sana sangat beragam,
ada yang masih belasan, di atas 20, di atas 30, ada yang sudah berkeluarga, ada
juga yang telah menjadi seorang Ibu. Berkali-kali decak kagum itu meluncur dari
lisanmu mengingat betapa para perempuan itu terus menimba ilmu agama, tanpa
mempedulikan soal umur mereka.
Aku di sini,
sahabat. Tentu saja aku tengah menjalani pilihanku di masa lalu, ketika Institut
Pertanian Bogor kutuliskan dalam formulir beasiswa, hingga tes demi tes kulalui. Aku selalu kehabisan kata ketika harus menceritakan keadaanku, sahabat.
Berkali-kali Bapak menasehatiku “Ketika seseorang mengejar akhirat, maka dunia
akan ikut di belakangnya. Tapi ketika seseorang hanya mengejar dunia setiap
waktunya, mengabaikan akhirat, maka akhirat tidak akan pernah ikut di
belakangnya.”
Apa yang
kucari sekarang? Shalatku sering di akhir waktu, hanya karena mengikuti jam
kuliah dan praktikum dari kampus yang selalu mengabaikan waktu shalat. Tahajud
tidak lagi rutin, dhuha apalagi.
Kudengar
sekarang kamu sudah hapal beberapa juz ayat-ayat Al-Quran. Aku iri, sahabat. Aku
ingin sepertimu. Aku ingin sekali hidup di lingkungan yang bisa membawaku
kembali, bersama sahabat-sahabat yang ucapan mereka selalu mengingatkanku pada
Tuhan, yang pakaian mereka sesuai tuntunan dalam Al-Quran dan pesan Rasulullah
saw. Aku juga ingin sekali menghapal selembar demi selembar kalimat cinta Allah
swt seperti kamu dan sahabat-sahabatmu di sana.
Sahabat, tadi
kukirimkan sebuah ucapan selamat atas bertambahnya umurmu, bersama senarai doa
untukmu.
Aminn... Terimakasih Sofi.... Semoga doa yang
Sofi tujukan buat Rifa,,, Allah berikan kemudahan untuk Sofi juga... Amiin,,,,
Begitulah
kalimat balasanmu yang membuatku begitu terharu. Aamiiin...semoga Allah
mengabulkan doamu dan doaku, sahabat...
“Aamiiin Ya Rabb...doain aku juga ya Fa,
biar suatu saat bisa segera kayak Ifa, menemukan lingkungan yang tepat, bisa
menghafal Quran sedikit demi sedikit.”
“Amiinn,,, insya Allah Sof selagi tujuan
kita adalah
untuk mencapai suatu kebaikan... Insya Allah
Allah berikan kemudahan....”
Insya Allah... jalan itu akan segera kulihat,
sahabat...
Semoga kamu
selalu berada dalam lindungan Allah swt,
Semoga
hapalanmu semakin dilancarkan oleh-Nya,
Semoga
kebahagiaan dalam iman selalu memenuhi ruang-ruang hatimu...
Aamiiin...
Sofi
Bogor, 23
Februari 2014
Sebagai pengingat buat aku juga nih yang masih banyak hafalan yang tertunda
ReplyDeleteAlhamdulillah kalau bisa saling mengingatkan. terimakasih udah berkunjung, mak :)
DeleteWah banyak pelajaran yang bisa diambil dari tulisany,
ReplyDeleteyang dulu sama yang sekarang emang beda,
terlebih jika lingkungannya,
Kalo tepat pasti beruntung, he
Tapi dimanapun tempat itu, selama masih bisa membawa diri moga2 selalu di Ridhai Allah,
Alhamdulillah kalau bisa diambil pelajaran dari tulisan sederhana di atas. Aamiiin...insya Allah :)
DeleteMenyentuh sekali tulisannya, Mbak... Memang kita biasa baru tersadar betapa berharganya lingkungan yang baik yang pernah kita tempati ketika kita sudah merasakan kehilangannya. Dulu saya juga mesantren. Dan selalu diingatkan sama ustaz bahwa kelak kalau sudah lulus bakal nyesel, bakal pengen balik lagi ke masa nyantri. Awalnya nggak ah, biasa aja. Eh, ternyata lama2 aku baru merasakan benarnya perkataan ustaz itu. Tentu setelah aku merasakan bagaimana ganas atau keringnya sebuah lingkungan buat kehidupan kita. Suka aneh, ketika berada di lingkungan yg baik aku malah suka lupa, berleha-leha. Begitu ketemu lingkungan yg kurang kondusif, baru aja nyadar betapa inginnya kembali ke lingkungan yg kondusif itu...
ReplyDeleteBenar, Mbak.... Setuju atau tidak setuju, lingkungan memang berperan besar dalam membentuk sikap kita. Terimakasih sudah berkunjung :)
Deletesangat menyentuh kak. mari sama-sama kita berusaha menghapal Al-Qur'an :D
ReplyDeleteMari...
DeleteSemoga Allah memudahkan. Aamiiin..
Terimakasih sudah berkunjung :)
Selalu merasa kagum dengan perempuan2 penghafal Al-Qur'an. Semoga kekal cita2 menjadi hafidzoh tercapai ya, Mba Sof. :)
ReplyDeleteAamiiin Ya Rabb...
DeleteTerimakasih :)))))
Betapa senangnya orang yang mempunya sahabat seperti Mbak Sofia—membuat postingan khusus untuk teman lama yg sedang ulang tahun. Semoga semakin rutin salat tahajud dan salat duha. Buat Mbak Rifa semoga cepat hafal Alquran 30 juz.
ReplyDeleteAamiin, terimakasih buat doanya, terimakasih juga buat kunjungannya :)
DeleteSama-sama :)
DeleteAah rindunya dispesialkan seperti ini dalam tulisan. Semoga ada y menuliskan utk saya juga nanti, ehhehe... :)
ReplyDeleteAamiiin...
Deleteterimakasih udah berkunjung :)))
Wahh, spesial bgt untuk kk Rifa. dy tau soff postingan ini?? klo aku yg digambarkan dlam cerita, alngkah senangnya. hehe :D
ReplyDeleteAku suka semua cerita sofy, apapun isinya. hebatt bgtt sofy :)
Seakan membaca cerita kehidupan sendiri, mirip :')
ReplyDelete