Thursday 2 May 2013

My Little Accident

ngeeeengg.....brum...brum...kotek...kotek
Aku mengayuh sepeda mini dengan membonceng temanku. Waktu itu sekitar pukul 16.00. Tujuan kami adalah kandang bebek. Ya, piket harian memberi pakan bebek (Oh bebek, secara tidak langsung, Anda-Andalah yang sebenarnya harus bertanggung jawab)
Itu adalah kali pertama aku mengendarai sepeda di Bogor (biasanya naek onta). Sudah lama aku tak bersepeda, semenjak lulus MTs. Aku senang sekali, Doraemon. Sepeda kami melaju. Wush....angin membuat kerudung kami berkibar-kibar seperti bendera (lebai, sungguh).
Aku dan temanku itu tertawa lepas (lebih cocok untuk kalimat anak kecil yang tertawa lepas dalam gendongan Ayahnya deh) menikmati sore tanpa menyadari akan ada kejadian naas di depan sana.
Ya sobat, sepeda itu semakin melaju tanpa aku mengayuhnya. Jalan menurun. Kami hanya tertawa hingga aku menyadari bahwa rem sepeda itu tak berfungsi sama sekali. Aku mulai panik. Kuminta temanku untuk melompat dari boncengan. Aku sudah yakin, ini pasti akan berakhir sakit. Di ujung sana ada pertigaan dengan bundaran pohon besar di tengah-tengahnya. Aku tetap tak menemukan cara untuk menghentikan laju sepeda. Sudah kucoba dengan cara menggesekkan kakiku di aspal, namun gagal. Aku semakin panik. Sepeda melaju lurus. Aku tak bisa membelokkan sepeda saat tiba di pertigaan. Sepeda itu melaju lurus, memotong jalan. Aku bisa menghindari satu sepeda motor yang melintas sebelum akhirnya sepeda itu menabrak tepian jalan. Aku terpental dan tidak mampu mengingat apa-apa lagi (tragis juga). Aku mengetahui kejadian selanjutnya dari teman yang kubonceng, ia menceritakannya padaku sepulang dari RS (masak iya, dia cerita waktu aku pinksun). Untunglah ia baik-baik saja (sok dewasa deh).

Ia bercerita, aku jatuh dalam posisi telungkup. Wajahku membentur batu. Hal ini membuat bibir kananku luka dan mengeluarkan banyak darah, pipiku juga memar lho. Orang-orang berbondong-bondong mendekati. Ada yang prihatin, marah, dan sebagainya. Namun, mereka tetap tak memberikan solusi untuk temanku yang kebingungan. Hampir setengah jam berlalu (kelamaan tuh) datanglah seorang Bapak yang mengendarai sepeda motor (kok bukan pangeran berkuda? Atau cowok cakep bawa mobil sih? Kayak di pilem gitu) dengan tegas Bapak itu menawarkan pilihan "Ini mau dibawa ke RS atau dibawa pulang? Ayo saya antar" Ucapnya (coba aja akhir kalimat si Bapak 'Ayo saya antar dan saya bayar biayanya' Hihi) Temanku memutuskan untuk membawaku ke RS PMI yang tidak terlalu jauh dari tempat itu.

Aku baru sadar saat sudah dibawa masuk ke ruang UGD. Waw, banyak sekali darah yang memerahkan kerudungku (berasa di daerah peperangan). Seorang Dokter membersihkan lukaku. Meminta persetujuan untuk menjahit luka yang ada di bibirku.

"Kalau gak dijahit, darahnya keluar terus, nanti lukanya lama sembuh" Ucapnya manis (cakep lagi). Aku bingung. Ah, yang benar saja. Dijahit? Sakitnya kayak apa. Duh, seumur-umur disuntik aja aku tidak berani. Aku sudah membayangkan bibirku ditusuk lalu diikat dengan benang dijadikan layang-layang, hehe. Aku tak berani! (ya jangan diulang-ulang juga kali).

Hampir satu jam aku belum memberikan jawaban (untung gak keburu ditundung sama Mas Dokter). Teman-teman sekontrakan sudah berkumpul di luar (perhatian juga ya? Gak nyangka deh). Aku bingung, hingga akhirnya temanku masuk dan memberikan kekuatan (kayak di pilem-pilem robot gitu 'MEMBERIKAN KEKUATAN')

"Okay Dok. Do it" Kataku (yang ada hanya mengangguk ketakutan). Dokter itu seketika mengangkat tangan dan berucap "Alhamdulillah" (cakepnya naik jadi 100,00001%). Wah, seneng banget ni dokter melihat aku bakal menderita.

Semua peralatan disiapkan, gunting, suntikan, kapas (bukan kapak), jarum, benang, obat bius dan entah apa lagi, yang jelas suasana lebih terasa mencekam.

"Ready?" Tanya pak dokter sumringah, ia seperti menemukan mainan baru saja.

"O ready dok. Asal gak sakit aja" jawabku dalam hati. Lah.... Iya, aslinya aku hanya bisa memejamkan mata. Wong mau ngomong aja sakitnya minta tolong.

Okay guys! Pertama-tama dan paling utama, ambil suntikan bius lalu suntikkanlah di beberapa titik sekitar luka. Ini tidak sakit, sungguh. Hanya seperti digigit semut api bertaring. Hehe

Serius, tidak sakit. Applouse untuk Mas Dokter yang baik hati. Selanjutnya, darah akan semakin banyak keluar. So don't worry, it's too normal. Hanya perlu waktu sebentar hingga darah berhenti, efek obat bius cuy!

Next agenda is.... Jait-menjait deh. Persis menjahit baju gitu. Okenya, ini sama sekali gak sakit. Kamu bakal merasakan benang yang berjalan mulus dijalan yang telah dirintis oleh jarum. Hmm....ada sensasi cool deh alias adem panas ketakutan. But, i'm sure, it's pretty simple and gorgeous sensation. You must try it (no, i wish not).

Udah gitu, benangnya tinggal diikat and beres deh. Paling-paling hanya perlu melewati satu penyuntikan lagi, yaitu suntik tetanus (bener kan tulisannya?). Suntikan yang satu ini cukup membuat merem melek-lah. Suntikan yang dalam dengan waktu lebih panjang. Dijamin bikin meringis! Hehe, kali ini sungguh aku berbohong, suntikan tetanus gak sakit kok. Cuma tergantung obat bius yang dipakai aja. Jadi, kalau mau masuk RS, pastikan itu adalah RS berkualitas agar proses pengobatannya juga tidak menyiksa (walau harus bayar mahal, sist).

Hmm....itulah dia sekelumit cerita pengalamanku yang menyakitkan. Pesanku untuk guys semua setelah membaca tulisan ini adalah:

- Periksa keadaan sepeda atau kendaraan lain yang akan anda kendarai sebelum bepergian.
- Jangan lupa berdoa (ini nih yang utama)
- the last, hindarilah jalan yang berbahaya.

I wish u all never feel what i felt. That's so frightening. Tapi, seru juga lho, kalau dokternya cakep and ramah pangkat lima (hehe, just a joke).

Yayaya, at least, selalu ada manfaat di setiap kejadian. You just to find it.

Thanks for reading :)

1 comment:

  1. Aduhhh sofyy...
    kasiian bgtt...
    sampe pingsan gituu..

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...