Hi guys....! Cerpen ini adalah cerpen yang memenangi lomba menulis cerpen islami Januari lalu. Enjoy it :)
Yaa...perkenalkan
namaku Julia, seorang sekretaris disebuah perusahaan multinasional yang berada
di Jakarta. Saat ini aku nge-kost disebuah kompleks perumahan yang dekat dengan
kantorku. Tapi sialnya, aku harus se-kost dengan seorang wanita berjilbab yang
sangat kubenci. Memang masalah kamar, kita punya masing-masing. tapi, aku tidak
suka berbagi dapur dan ruang tamu dengan wanita seperti dia. Apalagi jika harus
berbagi suami ya? Hiii...
Baik,
kuperkenalkan saja siapa makhluk menjijikkan yang mengisi setiap hariku di
kost. Namanya Emily. Tuh, dari namanya
saja sudah ketahuan bagaimana tampang plus sikapnya. Yups...betul sekali, Emily
adalah gadis berjilbab yang amatiran. Kok? nanti juga tau sendiri. Dia bekerja
di kantor yang sama denganku sebagai asisten direktur. Aku benci denganya
karena dia disenangi oleh banyak orang, semua tampak akrab jika sudah berbicara
denganya, termasuk buk kost. Kamarnya tepat berhadapan dengan kamarku, meski
begitu kami jarang bertegur sapa. Aku iri karena dia memiliki banyak fans.
Emily,
huh... tidak hanya karena dia punya banyak penggemar. Tapi dia juga paling
senang cari muka, terlebih didepan buk kost. Pagi-pagi dia sudah menyapu lantai
lalu menyiram bunga dihalaman rumah. Awalnya aku berfikir dia memang sosok
gadis yang rajin, eh... sewaktu ibu kost ada urusan keluar kota, toh Emily
tidak menyentuh batang sapu sampai hari dimana Bu Kost kembali. Dia
membersihkan rumah saat suara mobil bu kost sudah masuk ke halaman rumah, kan
biar bu kost melihat kalau dia lagi bersih-bersih. Kalau sudah begitu,Bu Kost pasti akan langsung
menuji-mujinya.
“Aduh...Emily
nih ya, rajinya minta ampuuuunnn... coba aja ibu punya anak cowok, pasti sudah Ibu
jodohin dech. Seandainya semua anak yang ngekost disini rajin kayak Emily,
pasti enak” kalau Bu Kost
sudah berucap seperti itu, ujung-ujungnya aku yang tersindir. Ya iya lah...
orang yang nge-kost disini cuma aku dan Emily. Akibat kejeniusan Emily
dalam hal cari perhatian, dia selalu di beri oleh-oleh, diajak makan ke
Restoran, dan hal-hal lain yang sifatnya menyenangkan dari Bu Kost.
Gitu
doank? No!!! Selain kejelekan di atas, ternyata Emily juga paling sering buang sampah ke
dalam tong sampah yang ada di depan kamarku. Padahal, kita punya tong sampah
masing-masing lho. Dasar pemalas, bilang aja dia malas jika harus membuang
sampah jauh-jauh ke tempat sampah yang ada di ujung gang. Aku tak mau tinggal
diam. Suatu siang, kebetulan aku pulang lebih awal dari Emily. Hmm...kesempatan
perak ini aku manfaatkan untuk membalas budi gadis berjilbab amatir yang
tinggal satu rumah denganku itu. Aku sengaja mengumpulkan sampah dari rumah
makan di depan kost, mulai dari nasi yang sisa hingga nasi busuk ku ambil.
Untuk apa? Tentu saja aku masukkan ke dalam tong sampah yang ada di depan kamar Emily. Lalu apa dia
kapok? Walhasil, keesokan paginya aku mendapati tong sampah yang ada di depan
kamarku mengeluarkan bau yang sangat busuk, sampai-sampai aku dimarahi oleh Ibu Kost.
“Jorok banget sih kamu Jul?!!! Anak cewek kok
joroknya minta ampun!!!”Gerutu Bu Kost.
Ya,ya,ya...
siapa lagi? Kalian pasti sudah tau apa yang dilakukan gadis itu kan?
Cuma
itu? Ohh... belum sempurna rasanya aku mendeskripsikan Sang Emily (terdengar semacam
nama seorang putri yaa?) kepada kalian. Ada satu lagi tabiat nih cewek, dia
juga hobby banget memakai sabun dan peralatan mandiku tanpa izin. Gak banget
kan? Masak seorang asisten direktur, sabun aja nyolong. Darimana aku tau kalau Emily
memakai sabun dan peralatan mandiku? Yaps, semua berawal dari kecurigaanku
padanya. Masak sih sabun cair yang biasanya bisa tahan dua minggu, setelah si
anak kunti (baca:Emily) datang, sabun
cairku hanya bisa untuk lima hari. Masak iya ada tikus minum sabun cair?
Akhirnya, setelah berulang-ulang begitu, aku memutuskan untuk memasukkan cairan
asing kedalam botol sabun cairku, efek samping dari cairan ini adalah
gatal-gatal apabila terkena kulit. Tentunya aku tidak memakai sabun ini, aku
membawa sabun yang steril ke dalam kamar.
Dan...
ternyata benar dugaanku, beberapa menit setelah Emily
mandi, dia teriak-teriak minta tolong. Ia meminta Bu
Kost untuk menaburkan bedak kepunggungnya. Aku
cekikikan sendiri mendengar rintihanya, tapi... bukan Emily namanya kalau
tidak bisa memanfaatkan keadaan.
“kok
bisa sih Em?” tanya Bu Kost
“gak
tau ni Bu, tadi kan sabunku
habis dan lupa beli. Jadi aku minta sabunya
Julia. Eh... ini nih akibatnya, mungkin Julia ada masukin
sesuatu kedalam sabun” katanya menjelek-jelekkanku. Kapan tuh anak kunti bilang
minta?
“heh...!!1
emang kamu pernah bilang minta?!!” aku keluar kamar dengan mata melotot.
“ya
ampuuunnn Julia,
masak kamu gak denger tadi kan aku ketuk pintu kamar kamu dan bilang minta
sabun”Jawabnya santai tanpa
dosa.
“dasar
maling!!!”Kataku
ketus
“Heh Julia, jangan asal nuduh Emily donk. Baru juga
sekali Emily minta sabun udah
kamu masukkin cairan gak jelas. Sudah
Em, ntar
Ibu beliin sabun yang banyak” Ibu Kost mulai deh membela
anak kunti, dasar ibu kunti. Daripada dikeroyok, lebih baik aku kembali masuk
kamar.
Hubunganku
dengan Emily memang tidak akan
pernah baik. Dan sekarang, harus ditambah satu lagi penghuni rumah ini. Memang
rumah mewah ini memiliki tiga kamar kosong yang di sewakan, dan saat ini masih
ada satu yang belum terisi. Tapi, sekarang sudah datang tuh si penghuni kamar.
Seorang gadis dengan tinggi semampai dan berkerudung. Waks... berkerudung? Aku
seperti sudah trauma dengan wanita berkerudung. Ya, mungkin karena wanita
berkerudung yang satu kost denganku (Emily) sungguh memiliki tabiat jelek. Dan
sekarang harus bertambah satu lagi. Bagiku, jilbab saat ini hanya seperti trend
saja. Sepertinya hidupku akan lebih menderita dengan bertambahnya penghuni kost
ini. Oh ya, dengar-dengar namanya Naela. Kampungan banget tuh nama, ya gak?
Setelah
beberapa minggu Naela bergabung di rumah ini, semua ketakutanku tidak
benar-benar terjadi. Naela tidak seperti
Emily, hanya dia selalu menjagak aku dan Emily mengaji bersama
pada malam jumat.
Tentu saja kami berdua menolak dengan berbagai alasan.
“Aduh...
perutku mules nih”Teriakku
“Aku
haid nih” alasanya si anak kunti gak kalah hebat, perasan udah tiga jum’at alasanya
haid terus, lancar banget tuh. Kalau sudah begitu, naela hanya diam dan mengaji
sendiri di ruang tengah.
Sekarang,
jabatan sebagai anak kesayangan Bu Kost sudah tidak
diduduki Sang Emily melainkan
digantikan oleh Naela.
Ibu kost meminta Naela
mengajarkan sara, anak bungsu Ibu Kost untuk mengaji. Bu
kost juga sering mengajak naela ke pengajian dan sebagainya. Bapak Kost yang berprofesi
sebagai dosen pun sering bertanya masalah agama ke Naela. Gadis itu ku akui
murah senyum dan ramah, aku pun harus mikir kalau mau iri padanya. Tampaknya
saat ini Emily yang terlihat
benci setengah mati ke gadis berkerudung itu.
Sekarang,
tabiat buruk Emily
tak lagi kudapati. Sudah tobat ya? Siapa bilang! Emily sudah berpindah klien,
dia sekarang berpindah jail ke gadis baru itu. Kasian juga, gadis baik-baik
harus kenal dengan anak kunti. Tapi setidaknya, aku sekarang merasa lebih
nyaman tanpa gangguan Sang Emily. Sudah selesai
donk ceritanya? Belum.
Setiap
pagi, aku selalu berpapasan dengan Naela yang dengan susah
payah mengangkat tong sampahnya yang penuh menuju kotak sampah di ujung gang.
Aku tau pasti setengah dari sampah yang memenuhi tong sampah yang dibawanya
adalah sampah-sampah produk anak kunti. Seingatku, si anak kunti hanya sekali
membuang sampah selama ngekos di rumah ini. itu saat hari pertama ia datang.
Meski begitu, Naela
tak pernah mengeluh apa-apa, malahan ia selalu menawariku dan Emily untuk membantu
membuang sampah kami apabila kami tampak bangun kesiangan. Aku sih sebisa
mungkin menolak, begitu juga si anak kunti. Ya iyalah, orang setiap malam sang
kunti sudah kelayapan mengekspor sampah-sampahnya.
Masalah
sabun, aku tidak tau persis apakah
Emily tetap nyolong sabun. Yang jelas sekarang
sabunku tampak aman. Suatu sore, saat naela baru pulang dari kuliah. Ia membeli
berbotol-botol sabun cair.
“Julia,
Emily... nanti kalau mau pakai sabun, pakai saja ya. Aku taruh di kamar mandi”
ucapnya menawari kami. Aku hanya tersenyum, berfikir. Aku yakin, pasti selama ini E mily beralih memakai
sabun Naela.Tapi kenapa tak
ada keinginan gadis itu untuk membalas sebagaimana aku membalas kejelekan Emily padaku?
Beberapa
hari setelah itu, aku tak melihat
Emily kelayapan sejak pagi tadi. Kemana dia? Kangen
juga (sambil ngeludah). Saat aku keluar kamar untuk membuat mie instan sehabis
maghrib, aku mendapati Naela
sedang memasak sesuatu di dapur.
“Masak?” Tanyaku
“Iya, Emily sakit. Aku memasak
sup jamur untuknya. Kasian dari pagi ternyata dia dikamar dan belum makan. Ayo
bareng kita jenguk ke kamarnya” jawab gadis baik itu.
Aku
tersentuh mendengar jawaban Naela. Betapa jernihnya
hati gadis itu, sehingga tak ada secuil pun dendam dalam hatinya apalagi niat
untuk membalas kejahatan orang lain padanya.
Malam
itu, adalah kali pertama aku melihat si anak kunti terbaring lemah di tempat
tidur. Saat kami masuk, ia terlihat kaget. Aku sempat melihat embun di sana, di
matanya. Naela dengan ikhlas menyuapi gadis itu dan membantunya minum obat. Ah, Naela. Aku tak bisa
membayangkan jika kamu tidak datang, pasti si anak kunti sudah ku beri racun
tikus. Tapi, darimu kini aku tau. Bahwa kejahatan memang tak harus dibalas
kejahatan. Bukan begitu ajaran agama kita? Ajaran agama yang sempat kulupakan.
Dan
sekarang, Emily
sudah sembuh. Sembuh dari sakit dan sembuh dari tabiat buruknya. Kita sudah hidup
rukun. Pun pada malam jumat kita juga mengaji bersama di ruang tamu. Naela,
kamulah cermin dari wanita muslimah sesungguhnya. Muslimah yang memang
seharusnya menyebarkan kelemahlembutan dan persaudaraan.
No comments:
Post a Comment