Saturday, 6 April 2013

Cerpen: Andai Semua Muslimah Sepertimu


Hi guys....! Cerpen ini adalah cerpen yang memenangi lomba menulis cerpen islami Januari lalu. Enjoy it :)

“Huh... Tetangga baru lagi!!!”Aku mendengus kesal. 
Yaa...perkenalkan namaku Julia, seorang sekretaris disebuah perusahaan multinasional yang berada di Jakarta. Saat ini aku nge-kost disebuah kompleks perumahan yang dekat dengan kantorku. Tapi sialnya, aku harus se-kost dengan seorang wanita berjilbab yang sangat kubenci. Memang masalah kamar, kita punya masing-masing. tapi, aku tidak suka berbagi dapur dan ruang tamu dengan wanita seperti dia. Apalagi jika harus berbagi suami ya? Hiii... 
Baik, kuperkenalkan saja siapa makhluk menjijikkan yang mengisi setiap hariku di kost. Namanya Emily. Tuh, dari namanya saja sudah ketahuan bagaimana tampang plus sikapnya. Yups...betul sekali, Emily adalah gadis berjilbab yang amatiran. Kok? nanti juga tau sendiri. Dia bekerja di kantor yang sama denganku sebagai asisten direktur. Aku benci denganya karena dia disenangi oleh banyak orang, semua tampak akrab jika sudah berbicara denganya, termasuk buk kost. Kamarnya tepat berhadapan dengan kamarku, meski begitu kami jarang bertegur sapa. Aku iri karena dia memiliki banyak fans.
Emily, huh... tidak hanya karena dia punya banyak penggemar. Tapi dia juga paling senang cari muka, terlebih didepan buk kost. Pagi-pagi dia sudah menyapu lantai lalu menyiram bunga dihalaman rumah. Awalnya aku berfikir dia memang sosok gadis yang rajin, eh... sewaktu ibu kost ada urusan keluar kota, toh Emily tidak menyentuh batang sapu sampai hari dimana Bu Kost kembali. Dia membersihkan rumah saat suara mobil bu kost sudah masuk ke halaman rumah, kan biar bu kost melihat kalau dia lagi bersih-bersih. Kalau sudah begitu,Bu Kost pasti akan langsung menuji-mujinya.
“Aduh...Emily nih ya, rajinya minta ampuuuunnn... coba aja ibu punya anak cowok, pasti sudah Ibu jodohin dech. Seandainya semua anak yang ngekost disini rajin kayak Emily, pasti enak” kalau Bu Kost sudah berucap seperti itu, ujung-ujungnya aku yang tersindir. Ya iya lah... orang yang nge-kost disini cuma aku dan  Emily. Akibat kejeniusan Emily dalam hal cari perhatian, dia selalu di beri oleh-oleh, diajak makan ke Restoran, dan hal-hal lain yang sifatnya menyenangkan dari Bu Kost. 
Gitu doank? No!!! Selain kejelekan di atas, ternyata Emily juga paling sering buang sampah ke dalam tong sampah yang ada di depan kamarku. Padahal, kita punya tong sampah masing-masing lho. Dasar pemalas, bilang aja dia malas jika harus membuang sampah jauh-jauh ke tempat sampah yang ada di ujung gang. Aku tak mau tinggal diam. Suatu siang, kebetulan aku pulang lebih awal dari Emily. Hmm...kesempatan perak ini aku manfaatkan untuk membalas budi gadis berjilbab amatir yang tinggal satu rumah denganku itu. Aku sengaja mengumpulkan sampah dari rumah makan di depan kost, mulai dari nasi yang sisa hingga nasi busuk ku ambil. Untuk apa? Tentu saja aku masukkan ke dalam tong sampah yang ada di depan kamar Emily. Lalu apa dia kapok? Walhasil, keesokan paginya aku mendapati tong sampah yang ada di depan kamarku mengeluarkan bau yang sangat busuk, sampai-sampai aku dimarahi oleh Ibu Kost.
“Jorok banget sih kamu Jul?!!! Anak cewek kok joroknya minta ampun!!!Gerutu Bu Kost.
Ya,ya,ya... siapa lagi? Kalian pasti sudah tau apa yang dilakukan gadis itu kan?
Cuma itu? Ohh... belum sempurna rasanya aku mendeskripsikan Sang Emily (terdengar semacam nama seorang putri yaa?) kepada kalian. Ada satu lagi tabiat nih cewek, dia juga hobby banget memakai sabun dan peralatan mandiku tanpa izin. Gak banget kan? Masak seorang asisten direktur, sabun aja nyolong. Darimana aku tau kalau  Emily memakai sabun dan peralatan mandiku? Yaps, semua berawal dari kecurigaanku padanya. Masak sih sabun cair yang biasanya bisa tahan dua minggu, setelah si anak kunti (baca:Emily) datang, sabun cairku hanya bisa untuk lima hari. Masak iya ada tikus minum sabun cair? Akhirnya, setelah berulang-ulang begitu, aku memutuskan untuk memasukkan cairan asing kedalam botol sabun cairku, efek samping dari cairan ini adalah gatal-gatal apabila terkena kulit. Tentunya aku tidak memakai sabun ini, aku membawa sabun yang steril ke dalam kamar.
Dan... ternyata benar dugaanku, beberapa menit setelah Emily mandi, dia teriak-teriak minta tolong. Ia meminta Bu Kost untuk menaburkan bedak kepunggungnya. Aku cekikikan sendiri mendengar rintihanya, tapi... bukan Emily namanya kalau tidak bisa memanfaatkan keadaan.
“kok bisa sih Em?” tanya Bu Kost
“gak tau ni Bu, tadi kan sabunku habis dan lupa beli. Jadi aku minta sabunya Julia. Eh... ini nih akibatnya, mungkin Julia ada masukin sesuatu kedalam sabun” katanya menjelek-jelekkanku. Kapan tuh anak kunti bilang minta?
“heh...!!1 emang kamu pernah bilang minta?!!” aku keluar kamar dengan mata melotot.
“ya ampuuunnn Julia, masak kamu gak denger tadi kan aku ketuk pintu kamar kamu dan bilang minta sabun”Jawabnya santai tanpa dosa.
“dasar maling!!!”Kataku ketus
“Heh Julia, jangan asal nuduh Emily donk. Baru juga sekali Emily minta sabun udah kamu masukkin cairan gak jelas. Sudah Em, ntar Ibu beliin sabun yang banyak” Ibu Kost mulai deh membela anak kunti, dasar ibu kunti. Daripada dikeroyok, lebih baik aku kembali masuk kamar.
Hubunganku dengan Emily memang tidak akan pernah baik. Dan sekarang, harus ditambah satu lagi penghuni rumah ini. Memang rumah mewah ini memiliki tiga kamar kosong yang di sewakan, dan saat ini masih ada satu yang belum terisi. Tapi, sekarang sudah datang tuh si penghuni kamar. Seorang gadis dengan tinggi semampai dan berkerudung. Waks... berkerudung? Aku seperti sudah trauma dengan wanita berkerudung. Ya, mungkin karena wanita berkerudung yang satu kost denganku (Emily) sungguh memiliki tabiat jelek. Dan sekarang harus bertambah satu lagi. Bagiku, jilbab saat ini hanya seperti trend saja. Sepertinya hidupku akan lebih menderita dengan bertambahnya penghuni kost ini. Oh ya, dengar-dengar namanya Naela. Kampungan banget tuh nama, ya gak?
Setelah beberapa minggu Naela bergabung di rumah ini, semua ketakutanku tidak benar-benar terjadi. Naela tidak seperti Emily, hanya dia selalu menjagak aku dan Emily mengaji bersama pada malam jumat. Tentu saja kami berdua menolak dengan berbagai alasan.
“Aduh... perutku mules nih”Teriakku
“Aku haid nih” alasanya si anak kunti gak kalah hebat, perasan udah tiga jum’at alasanya haid terus, lancar banget tuh. Kalau sudah begitu, naela hanya diam dan mengaji sendiri di ruang tengah.
Sekarang, jabatan sebagai anak kesayangan Bu Kost sudah tidak diduduki Sang Emily melainkan digantikan oleh Naela. Ibu kost meminta Naela mengajarkan sara, anak bungsu Ibu Kost untuk mengaji. Bu kost juga sering mengajak naela ke pengajian dan sebagainya. Bapak Kost yang berprofesi sebagai dosen pun sering bertanya masalah agama ke Naela. Gadis itu ku akui murah senyum dan ramah, aku pun harus mikir kalau mau iri padanya. Tampaknya saat ini Emily yang terlihat benci setengah mati ke gadis berkerudung itu.
Sekarang, tabiat buruk Emily tak lagi kudapati. Sudah tobat ya? Siapa bilang! Emily sudah berpindah klien, dia sekarang berpindah jail ke gadis baru itu. Kasian juga, gadis baik-baik harus kenal dengan anak kunti. Tapi setidaknya, aku sekarang merasa lebih nyaman tanpa gangguan Sang Emily. Sudah selesai donk ceritanya? Belum.
Setiap pagi, aku selalu berpapasan dengan  Naela yang dengan susah payah mengangkat tong sampahnya yang penuh menuju kotak sampah di ujung gang. Aku tau pasti setengah dari sampah yang memenuhi tong sampah yang dibawanya adalah sampah-sampah produk anak kunti. Seingatku, si anak kunti hanya sekali membuang sampah selama ngekos di rumah ini. itu saat hari pertama ia datang. Meski begitu, Naela tak pernah mengeluh apa-apa, malahan ia selalu menawariku dan Emily untuk membantu membuang sampah kami apabila kami tampak bangun kesiangan. Aku sih sebisa mungkin menolak, begitu juga si anak kunti. Ya iyalah, orang setiap malam sang kunti sudah kelayapan mengekspor sampah-sampahnya.
Masalah sabun, aku tidak tau persis apakah Emily tetap nyolong sabun. Yang jelas sekarang sabunku tampak aman. Suatu sore, saat naela baru pulang dari kuliah. Ia membeli berbotol-botol sabun cair.
“Julia, Emily... nanti kalau mau pakai sabun, pakai saja ya. Aku taruh di kamar mandi” ucapnya menawari kami. Aku hanya tersenyum, berfikir. Aku yakin, pasti selama ini E mily beralih memakai sabun Naela.Tapi kenapa tak ada keinginan gadis itu untuk membalas sebagaimana aku membalas kejelekan Emily padaku?
Beberapa hari setelah itu, aku tak melihat Emily kelayapan sejak pagi tadi. Kemana dia? Kangen juga (sambil ngeludah). Saat aku keluar kamar untuk membuat mie instan sehabis maghrib, aku mendapati Naela sedang memasak sesuatu di dapur.
“Masak?” Tanyaku
“Iya, Emily sakit. Aku memasak sup jamur untuknya. Kasian dari pagi ternyata dia dikamar dan belum makan. Ayo bareng kita jenguk ke kamarnya” jawab gadis baik itu.
Aku tersentuh mendengar jawaban  Naela. Betapa jernihnya hati gadis itu, sehingga tak ada secuil pun dendam dalam hatinya apalagi niat untuk membalas kejahatan orang lain padanya.
Malam itu, adalah kali pertama aku melihat si anak kunti terbaring lemah di tempat tidur. Saat kami masuk, ia terlihat kaget. Aku sempat melihat embun di sana, di matanya. Naela dengan ikhlas menyuapi gadis itu dan membantunya minum obat. Ah, Naela. Aku tak bisa membayangkan jika kamu tidak datang, pasti si anak kunti sudah ku beri racun tikus. Tapi, darimu kini aku tau. Bahwa kejahatan memang tak harus dibalas kejahatan. Bukan begitu ajaran agama kita? Ajaran agama yang sempat kulupakan.
Dan sekarang, Emily sudah sembuh. Sembuh dari sakit dan sembuh dari tabiat buruknya. Kita sudah hidup rukun. Pun pada malam jumat kita juga mengaji bersama di ruang tamu. Naela, kamulah cermin dari wanita muslimah sesungguhnya. Muslimah yang memang seharusnya menyebarkan kelemahlembutan dan persaudaraan.

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...