Sunday, 8 December 2013

Resensi Buku: Berjalan di Atas Cahaya



Judul Buku     : Berjalan di Atas Cahaya-Kisah 99 Cahaya di Langit Eropa
Penulis            : Hanum Salsabiela Rais, dkk
Penerbit         : Gramedia Pustaka Utama
Tebal               : 224 halaman
Terbit              : Maret, 2013
Harga              : Rp.50.000
Kategori         : Inspirasional


Eropa lebih sering menawarkan tempat-tempat eksotik, makanan enak dan jalan-jalan yang memberi kesan mewah. Padahal, Eropa memiliki keindahan yang lebih dalam lagi bagi mereka yang memaknai perjalanan dengan tidak hanya sekedar sebuah jalan-jalan. Hal inilah yang jarang dimiliki oleh pecinta Eropa, mereka mengunjungi Eropa sekedar untuk melihat tempat-tempat indah, berfoto narsis, hingga pembuktian bahwa mereka memiliki materi yang berlimpah. 

Hanum Rais

Buku sederhana ini padu dengan buku karya Hanum sebelumnya yaitu ‘99 Cahaya di Langit Eropa’ adalah buku yang beredar di antara puluhan buku yang juga berkisah tentang Eropa. Namun, buku ini mampu memaknai Eropa dengan sisi yang berbeda. Tidak hanya tempat-tempat eksotik, melainkan berisi internalisasi yang dalam sehingga pembaca mampu menarik ribuan hikmah dan pengetahuan dari kisah-kisah yang disajikan. 

Tidak heran jika buku sebelumnya ’99 Cahaya di Langit Eropa’ menuai sukses dan menjadi bestseller nasional, bahkan telah diangkat ke layar lebar. Jika buku sebelumnya Hanum menulis bersama suaminya, Rangga Almahendra. Di buku ketiga ini Hanum melengkapi kisah-kisahnya bersama kedua rekannya, yaitu Tutie Amaliah dan Wardatul Ula. Keduanya tentu saja pernah mencicipi hidup di Benua Biru itu.




Terdapat sembilan belas potongan pengalaman yang tertulis dalam buku ini yang semuanya tertulis menarik dan inspiratif. Kisah pertama dalam buku ini menceritakan perjuangan keberangkatan Hanum dan kru ke Eropa. Mereka mendapat tugas dari sebuah stasiun televisi swasta untuk meliput profil muslim di Eropa untuk bulan Ramadhan. Sebenarnya permasalan terbesar adalah karena anggaran dana yang hanya disiapkan sebesar USD3000 untuk tiga orang selama delapan belas hari di Eropa.

Tentu saja ini sebuah masalah mengingat Eropa adalah benua termahal di dunia. Hal inilah yang membuat Hanum membayangkan peliputan itu akan menjadi kisah yang menyeramkan. Hingga jalan itupun terbuka, semua tampak cerah ketika Hanum mendapat ide dari A Man Kutzenberger, wanita 66 tahun yang dianggapnya seperti Ibu selama tiga tahun di Eropa dulu. Ya, Eropa bukanlah benua yang asing bagi Hanum, ia pernah tinggal di sana bertahun-tahun dan selama itu ia sebenarnya sudah memiliki tabungan sosial yang akan membantunya sekarang.

Sebagai kisah pembuka, Hanum berhasil memancing pembaca untuk terus mengikuti buku itu hingga akhir. Beberapa kisah selanjutnya adalah kisah-kisah inspiratif orang-orang yang menjadi talent selama peliputan di Eropa. Ada kisah Bunda Ikoy, wanita Aceh yang bekerja sebagai pembuat jam di Swiss. Kisah Nur Dann, gadis keturunan Turki berjilbab yang jelita, uniknya ia berprofesi sebagai ripper dan mengatakan bahwa nge-rapp adalah caranya untuk berdakwah. Dan juga kisah yang menyentuh hati dari sebuah keluarga muslim di desa kecil bernama Neerach di Swiss. 

Selain itu, masih banyak potongan kisah yang inspiratif baik dari Hanum sendiri maupun kedua penulis lain. Tentang wanita bercadar yang menjadi pahlawan bagi Tutie Amaliah, tentang analogi gajah terbang dari Xiao Wei, dan yang paling menggetarkan adalah fakta mengejutkan di gerbang katedral Palermo. Siapa sangka, ada pembukaan Al-Fatihah yang terukir penuh wibawa di gerbang tersebut. Di sanalah Ivano--sang pemilik cerita--terduduk, menyesali kebenciannya terhadap negaranya Sisilia dan Raja Roger.

Dalam buku ini, Hanum dan kedua penulis lain sebenarnya terus menggemakan pesan agar muslim bisa menjadi agen yang baik. Betapa banyak non-muslim yang justru terpesona dengan Islam melalui keindahan akhlak muslim yang mereka temui. Kisah-kisah kekaguman beberapa dari mereka juga tertulis dalam buku ini. Bagaimana Sylvia, wanita Eropa asli yang tinggal di Austria begitu mengagumi Islam yang damai. Ia juga senang mendengarkan azan.

Hal ini merupakan bukti, bahwa Islam akan lebih mudah diterima apabila muslim memiliki akhlak cinta damai dan kasih sayang. Tak perlu berteriak tentang jihad namun tangan merusak tidak tentu arah yang akhirnya justru salah kaprah dan menimbulkan paradigma buruk tentang Islam.

Ditinjau dari segi bahasa, buku ini terkesan ringan dan mudah dipahami. Ketiga penulis mampu menyajikan pengalaman mereka dengan mengalir dan menarik. Hanum sendiri begitu profesional dalam hal menulis, sebagai seorang jurnalis tentu ia terbiasa dengan style menulis dengan bahasa baku dan njelimet. Namun, hal ini sama sekali tidak berlaku untuk buku-bukunya. Sejak buku pertama, ia pandai memilih bahasa yang ringan dan membumi sehingga karyanya bisa dibaca semua kalangan.

Tak ada gading yang tak retak, begitu kata pepatah. Buku inipun memiliki satu-dua kekurangan yang dirasakan pembaca yang kritis. Pada bagian pengalaman yang ditulis Wardatul Ula, ada kesan cerita yang salah penempatan sehingga terkesan menjanggal dan datar. Sebaiknya penulis bisa menempatkan potongan pengalamannya lebih runut, tidak menempatkan bagian keberangkatannya ke Turki justru di potongan akhir.

Bagian menggantung lainnya adalah pada tulisan Hanum yang menceritakan tentang temannya yang penasaran ingin bertemu Tuhan. Di sana sang teman ingin diajari bersyahadat namun cerita berakhir sampai di situ, di tengah keterkejutan Hanum. 

Selain hal-hal tersebut, ada baiknya penulis juga mencantumkan peta seperti dalam buku ’99 Cahaya di Langit Eropa’, mengingat peta akan sangat membantu para pembaca untuk masuk dan turut merasakan pengalaman-pengalaman yang diceritakan. Contohnya, saat Hanum menceritakan perjalanannya ke desa-desa kecil di Swiss, tentu akan lebih hidup apabila ada peta yang bisa dijadikan panduan bagi pembaca untuk mengetahui letak desa-desa tersebut di peta Swiss.

Secara keseluruhan, buku ini adalah buku yang sangat berkualitas. Ditulis dengan keikhlasan penulisnya. Sebagai individu yang mengaku sebagai pecinta Eropa, Islam dan kegiatan membaca, maka buku ini menjadi bahan bacaan penuh hikmah yang direkomendasikan. Semoga cahaya manfaatnya terus menyinari hati dan jiwa pembaca maupun penulisnya.


NEWS UPDATE! FILM BULAN TERBELAH DI LANGIT AMERIKA (KELANJUTAN DARI FILM 99 CAHAYA DI LANGIT EROPA ) AKAN SEGERA HADIR DI BIOSKOP SELURUH INDONESIA MULAI TANGGAL 17 DESEMBER 2015. FILM INI MERUPAKAN FILM TERMAHAL YANG PERNAH DIPRODUKSI OLEH MAXIMA PICTURE. 

Pertama kali lihat trailer Bulan Terbelah di Langit Amerika, aku sudah nangis duluan. Kalau sahabat Muslimah penasaran seperti apa trailernya, lihat video di bawah ya :) Baca juga tulisanku tentang Bulan Terbelah di Langit Amerika di sini dan sini.



No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...