Wednesday, 6 February 2013

Ray, inilah 9 hariku itu- Suka Duka Diksar Resimen Mahasiswa


Saya dan Menwa
Ray, sepertinya kau kesepian selama 9 hari ini. Maaf aku tak sempat untuk sekedar menjenguk dan menyapamu barang sejenak. Kau tau, selama hari-hari itu aku bahkan seperti hidup di neraka saja, serasa aku ingin mengambil tali dan gantung diri di lemari. Belum habis pegal-pegal disekujur tubuhku akibat latihan 3 hari di Pusat Pendidikan Zeni, kini harus bertambah 9 hari lagi, bahkan kali ini harus menginap. Jadi, kau tak usah marah lah karena untuk sejenak aku melupakanmu.

Tapi, jika kau masih tetap ngoyo ingin mendengar alasan mengapa aku meninggalkanmu tanpa kabar selama itu, baiklah. Akan kujelaskan panjang lebar agar tak ada dusta di antara kita. Kau tau Diksar untuk masuk ke dalam Organisasi Resimen Mahasiswa kan? Ah, kau pasti tidak tau. Bukankah selama ini kau hanya berkutat dengan tulisan dan tulisan, mana mungkin kau mengerti masalah militer. Nah, jujur ray. Aku terpaksa sungguh sangat terpaksa mengikuti Diksar ini karena diwajibkan oleh Profesor Bintoro, Ketua Program Keahlianku. Kau pasti tau, selama ini aku sangat benci dengan olah raga apalagi bina fisik. Aku bisa makin kurus jika harus lari di tengah hari. 

Aku juga paling benci dibentak-bentak dan diperintah mengerjakan sesuatu dengan limit yang singkat sekali. Membayangkanya saja aku sudah mau muntah. Seperti semua curahan hatiku padamu, bahwa aku mencintai sastra bukan Dunia Tentara. Aku selalu membayangkan diriku berada disebuah Auditorium dan duduk manis memaparkan buku-bukuku, menandatangani buku-buku yang akan dibeli oleh pembaca setiaku. Bukan seorang aku yang berpakaian seperti laki-laki dengan senjata SS1 di tangan, Sepatu PDL yang berat, dan embel-embel lain yang membuatku terlihat semacam seorang Wonderwoman. Latihan semacam ini tak akan ada gunanya untukku. 

Tapi, kau tau lah konsekuensinya jika aku tidak mengikuti kegiatan ini, bisa-bisa nilai Pendidikan Bela Negaraku berada di bawah standar, dan tentunya aku harus tetap mengikutinya di semester depan. Jadi, lebih baik aku bersusah-susah sekarang lalu berhappy-happy kemudian.

Ray, kau masih diam saja? Okay, barangkali penjelasanku belum cukup membuatmu faham. Meski begitu, aku akan tetap melanjutkan ceritaku. Kau tak melihat kobaran api dimataku ray, pertanda aku sangat membenci 9 hari itu? Ah, kau mana tau tentang kobaran api yang ada di mata itu, itu majas ray. Katanya sih majas itu bisa membantu kita mengungkapkan sesuatu yang sulit di ungkapkan. Baiklah, tak usah kita membahas tentang majas-majas lagi, aku takut kau semakin pusing. Selama 9 hari Diksar, aku di latih oleh belasan TNI-AD di Bataliyon Infanteri 315 Garuda ray. 

Wuih, seharusnya aku bangga bisa tinggal beberapa hari di Bataliyon ternama. Tapi, aku tak bangga sama sekali ray. Kau tau, aku dan ke-22 temanku harus jalan kaki dari kampusku yang berada di Cilibende menuju bataliyon yang jaraknya jauh sekali, dengar-dengar istilah jalan jauh itu adalah long march. kakiku lecet dan perih ray. Kau tak sedihkah mendengarnya? Belum lagi panas dan polusi akut ditengah jalan raya. Aku semacam frustasi, ingin menangis tapi takut dibilang cengeng. Dan, kau tau apa yang terjadi selanjutnya? Sesampai di gerbang, kami langsung disambut dengan bentakan-bentakan dan muka garang, ingin rasanya kucakar-cakar para TNI yang kasar-kasar itu. Belum usai penderitaanku ray, kami harus jalan jongkok sambil menyanyikan lagu Syukur. 

Bisakah kau membayangkan betapa sakitnya kaki ini setelah perjalanan jauh kemudian dilanjutkan dengan jalan jongkok, apalagi diiringi dengan lagu Syukur. Ah, aku merasa seperti tawanan perang yang hinaaaa sekali. Aku marah setengah mati, dan itu hanya bisa kupendam rapat dalam hati hingga terasa sakiitt ray. Dan, selanjutnya dilanjutkan dengan Upacara pembukaan yang panasnya minta payung. Masalah upacara, kau tau sendirilah. Aku sejak kecil tidak memiliki skill untuk berdiri diam dengan tempo yang lama, apalagi jika cuaca panas. Sudah dipastikan aku akan bisa melihat puluhan kunang-kunang menari-nari memutari kepalaku, jika sudah seperti itu pandanganku akan kabur, wajah para pelatih yang ganteng-ganteng bak Leonardo D’caprio pun jadi semacam tak ada bedanya dengan wajahnya om Sule. 

Kau sudah mampu menyimpulkan kejadian selanjutnya? Apa? Belum? Ah, payah kau Ray, kau kurang peka sekali. Aku memang belum sampai pingsan, tetapi aku mundur dari barisan. Terserahlah mereka mau menyimpulkan apa, kalau tidak percaya mangga tanya sama ibu ku dikampung tentang hal ini. Ray? Kenapa kau masih saja diam? Apa penjelasanku belum cukup? Oh iya, barangkali kau membutuhkan cerita yang sempurna. Sesempurna cintaku padamu. Ciehh...

At the Last, I completed it

Ray, jika aku ceritakan kronologis kegiatanku dari jam ke jam, kurasa butuh ratusan halaman untuk menyelesaikanya. Jadi, aku harus meng-compress nya. Tak apa kan? Okay ray,aku ingin bertanya sesuatu, kau pernah memakan muntahan temanmu kah? Belum? Pasti belum. Kau mau tau rasanya? Rasanya sama saja dengan nasi biasa ray, hanya terasa sedikit berlendir saja. 

Nah, kita harus menghabiskan muntahan teman akibat dia tidak bisa makan dengan waktu cepat. Untung saja aku bisa melewatinya. Masalah makan cepat, syukurnya aku tidak mempermasalahkanya. Aku jalani semuanya dengan biasa saja  selagi aku mampu. Selama disana, aku tak banyak bicara. Yah, mungkin karena memang aku sama sekali tak bernafsu mengikuti kegiatan ini, kau tau lah bagaimana aku. Apalagi, aku kan seorang pendiam dan kalem ray (tepok jidat).

Kau mau tau apa lagi hal-hal yang paling menyiksa selama disana? Senam senjata. Ini bukan bicara tentang senjata yang sama seperti milik adikku ray, yang apabila kugunakan untuk melempar semut, bukanya semut itu mati tapi malah menertawakanku. Ini beda ray. Senjata SS1 P3 namanya. Beratnya 3,8 Kg. Bayangkanlah jika kamu harus memegangnya dengan satu tangan dan mengangkat tinggi-tinggi dalam waktu lama plus dibawah terik matahari. Rasanya sudah pasti sakit, tapi ternyata ada yang lebih sakit lagi, yaitu hati ray. 

Aku ingin menangis, seolah menyalahkan jalan hidupku. Tak pernah aku membayangkan diriku seperti saat itu, aku memang suka berpetualang, tapi aku benci penyiksaan. Ya, bagiku semua itu adalah penyiksaan lahir batin ray. Walau pada akhirnya aku memahami esensinya. Hal yang terberat lainya adalah lari maraton di siang bolong, tidak jauh, hanya 3 kali putaran lapangan, tapi rasanya cukup membuat aku semacam sekarat (lebay). Kemudian, setelah melewati 4 hari 4 malam di Bataliyon, kita move menuju Situ Gede. Perjalanan cukup jauh, aku juga lupa bertanya berapa kilometer perjalanan saat itu. 

Di tengah perjalanan, kita diperintahkan berguling dilumpur, lumayanlah untuk mendinginkan badan. Walau, akhirnya malah tubuhku tidak bisa menerima keadaan. Ya, penyakit lamaku tiba-tiba mengunjungiku kembali. Kau tau ray, aku sakit apa saat itu? Ah, mana pernah kau perduli padaku. Aku tak tau pasti nama penyakitnya, yang jelas badanku gatal seperti digigit nyamuk. Tapi, kau tau ternyata ada hikmah dibalik itu semua. Karena penyakit itu, aku disuruh berjemur menghangatkan badan, sementara teman-temanku mendapat hadiah segelas jus sirsak. 

Kau pasti sudah membayangkan segelas jus manis dan segar bukan? wah bukan itu ray, jus sirsak varian baru rupanya. Yup, segelas air yang di estafet kan dari satu teman ke teman lain dengan syarat setiap orang harus berkumur-kumur dengan air tersebut dan membuang air kumuran itu kembali kedalam gelas, begitu seterusnya. Kau sudah bisa membayangkan sendirilah bagaimana wujud air dalam gelas itu. Nah, itulah segelas jus sirsak varian baru yang wajib dikembangkan saat masa orientasi mahasiswa baru (semacam dendam).

Selama di Situ Gede, kita menjalani berbagai kegiatan yang sangat padat ray. Masalah tidur, kita membuat tenda sederhana. Jangan kau kira, ini sama mengasyikkan dengan camping. Aku sering kedinginan selama disana, ya... karena sering disuruh nyebur ke Danau. Bajuku pun lebih sering kering di Badan. Ada satu kegiatan yang membuatku keki setengah mati, namanya Caraka malam. Ya, kita dibangunkan pada jam 22.00, selanjutnya dipanggil satu persatu, diamanahi sebuah berita lalu dilepas berjalan sendirian di dalam hutan. Kau kenal aku lama ray, jadi kau pasti tau kalau aku seorang penakut stadium akhir. 

Hii... aku selalu membayangkan hal-hal yang menyeramkan mengikuti langkahku, apalagi aku ditakut-takuti bahwa hutan itu dihuni oleh seorang nenek tua yang tiba-tiba bisa memunculkan diri. Kau tau nenek gayung? Aku tidak tau ray karena aku belum nonton film itu, aku memang tidak menyukai film bergenre horor, untung saja. Karena dengan begitu, aku jadi tak bisa membayangkan seremnya si nenek gayung. Sepanjang perjalanan, kita dipandu oleh seutas tali yang dipasang sepanjang jalan, jadi gak bakalan nyasar. Di pos pertama, mataku ditutup dengan kain, pada saat itu topiku diambil oleh pelatih, padahal kita tidak boleh menyerahkan perlengkapan apapun apalagi membongkar berita kecuali pada saat finish. 

Tapi, aku tidak bisa mencegah, wong mataku aja ditutup. Kalau tau kejadianya begini, mending tu topi ku umpetin terlebih dahulu didalam baju. Setelah itu, ada pengujian indera pembau. Ya, aku disuruh menebak bau rempah-rempah yang disodorkan ke ujung hidungku. Aku sudah lama tidak memasak ray, semenjak kelas satu di Pondok Pesantren hingga sekarang. Jadi, aku sudah hampir lupa dengan bau-bau rempah itu. Beberapa yang bisa kutebak hanya aroma kunyit, sambal, dan ketumbar. Untuk sambal, aku malah disuapi dan disuruh nelan. Ah, ini biasa, tidak sulit untuk sekedar menelan sambal. 

Di pos kedua, aku diperintahkan untuk PBB, disana ada perintah “letak senjata”, tanpa pikir panjang aku langsung meletakkan di samping kakiku. Yah, sebuah kebodohan memang, karena senjata itu langsung diambil. Aku tidak berfikir sampai kesana. Jadilah aku melanjutkan perjalanan tanpa senjata, ini kesalahan fatal ray, kalau dalam peperangan kau bisa mati ditengah jalan. Pos tiga hanya beberapa meter lagi, namun aku dibuat tertawa oleh sesuatu. Ada pocong kurcaci yang menggantung di tali, dalam hatiku semacam mengejek si sutradara pembuat pocong. Masak ada pocong buntel kayak begitu. Sesampai di pos tiga, terkesan pos yang santai. Ada seorang temanku juga yang duduk disana. Tapi, dibalik santainya pos tiga, justru inilah pos paling munafik disepanjang perjalananku. 

Why? Karena aku tertipu hingga beritakupun terbongkar disana. Di pos itu dijaga oleh pelatih Dodi, Pelatih Kuriansyah dan pelatih Akrom. Pelatih Dodi mengatakan ini pos terakhir, dan ini dia laki-laki berjaket merah putih (pelatih Kuriansyah) orang yang disebutkan ciri-cirinya di awal agar aku membongkar berita hanya pada orang berjaket merah putih. Kemudian, hal lain yang mebuatku tidak curiga, pada pos ini kita disuruh minum dan duduk santai. Apalagi wajah pelatih Dodi dan Pelatih Akrom yang tidak ada tampang jahil sama sekali. Ah, ternyata sama saja ray. 


Ray, sebenarnya masih banyak kegiatan disana yang belum kuceritakan, tapi aku takut kau malah bosan mendengarkan. Ayolah, kau tersenyum dan maafkan aku.

Di hari ke-8, kita move lagi menuju kampus. Masih tetap dengan long march. Kali ini berhasil membuat kakiku lecet semua. Dan, akhirnya sampai juga pada hari ke-9. FREEDOM DAY. Aku benar-benar seperti masuk syurga meskipun kehidupan ini sama saja dengan hidupku yang dulu. Memang benar ray, kau takkan pernah mensyukuri sesuatu sebelum kau merasakan penderitaan.

Aku memang terpaksa mengikuti kegiatan ini, namun sekarang aku bersyukur ray atas jalan hidupku yang membawaku kesana. Aku tak pernah menyangka bisa melewati masa-masa yang bahkan aku tak mampu mengatakan sanggup walau didalam mimpi sekalipun. Dengan pendidikan itu, aku mengerti betapa sulitnya kehidupan disaat penjajahan dulu. 

Bahkan ini belum seberapa, ancaman kematian yang sesungguhnya tentu menjadi tekanan psikis yang berat sekali, bentakan, kekurangan, bau darah, dan itu semua benar, tidak hanya main-main seperti yang ku alami selama pendidikan. Aku bersyukur telah dipertemukan dengan orang-orang hebat di Menwa, yaa... Aku menyimpulkan mereka adalah orang hebat, karena tak semua orang memiliki jiwa besar yang sanggup melewati pendidikan yang penuh penderitaan, apalagi mereka mengikutinya dengan suka rela.

Ray, masih marah kah? Eh, kau tersenyum rupanya.Kau tetap cinta sejatiku ray, mana ada yang menemaniku saat suka dan duka kecuali engkau. Ray, kau catatan harianku yang paling setia, Diaryku yang paling kusayang. Ray, kau jangan marah lagi ya, karena aku kembali lagi menjengukku setiap malam sebelum aku beranjak tidur, menceritakan kejadian-kejadian yang kulalui setiap harinya, Okay.

1 comment:

  1. Ray itu sebutan apa sobb???
    hehe..
    Kamu bercerita dengan siapa sejak awal hingga akhir soff??

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...