Sumber: klik di sini |
Ini adalah sepotong mozaik ceritaku tentang manfaat membaca. Salah satu mozaik telah kutulis pada postingan beberapa waktu lalu.
Mengapa mozaik? Karena cerita dan kesan yang kudapatkan dari membaca tak akan sempurna sebelum napas meninggalkan badan. Setiap aku selesai membaca suatu tulisan, di sana aku menemukan hal yang baru, begitu seterusnya.
Dari membaca, aku mengenali orang lain. Jujur saja, aku lebih memahami diri seseorang melalui tulisannya. Aku sering membuka blog-blog teman dan dinding media sosial mereka, untuk sekadar mengetahui tentang mereka. Menurutku, manusia lebih jujur dalam tulisannya.
Melalui lisan, manusia terkesan hanya mau bercerita tentang kebenaran hatinya, kesedihannya, doanya, citanya, dan hal lain, hanya pada orang-orang tertentu, itupun tidak lepas semuanya. Namun pada tulisan, meskipun hanya sepotong status facebook atau tweeter, manusia lebih terbuka, meskipun terkadang apa yang ingin diluapkan hanya berupa quote, bahasa sindiran, doa, dll. Tetap saja, semua itu membawa penjelasan tentang jiwa si penulis, karena seseorang tidak mungkin menuliskan hal tersebut, jika hal itu tidak ada dalam hati dan pikirannya. Untuk sebuah quote dan doa, biasanya seseorang tersebut ingin menyampaikan perasaan dan citanya, namun ia tidak mau terkesan curhat. Jadilah ia mengutip tulisan-tulisan atau doa yang bisa mengekspresikan jiwanya. Nah, sebagai pembaca, kita perlu menginterprestasikannya terlebih dahulu, walaupun ada beberapa tulisan yang langsung mampu kita pahami maksud sebenarnya sang penulis.
Ya, itu tadi tentang membaca dan mengenali orang lain. Selanjutnya, manfaat membaca adalah sebagai transportasiku untuk melihat dunia. Memang, aku belum pernah menginjakkan tumit ini di negeri asing. Tapi bukan berarti aku hanya tahu hal-hal yang melulu tentang tanah sendiri. Tulisan membawaku menyusuri tebing-tebing tinggi menjulang di kota kecil Etretat. Aku bisa melihat siluetku yang berdiri di ujung tebing, memandangi jurang-jurang curam di bawahnya, bersedekap tangan karena kencangnya angin bertiup. Tebing-tebing itu membawa pesan, bahwa sejatinya waktu hidup seseorang di dunia ini, sama dengan waktu yang dibutuhkan seseorang yang terjun dari tebing ini hingga tubuhnya menghantam bebatuan di bawah sana. Hanya sekelebatan, tak lama.
Tulisan membawaku kembali pada masa beberapa tahun silam. Ketika pasukan Serbia melangsungkan pembantaian keji terhadap muslim Bosnia. Aku kembali melihat para tentara itu bermain bola dengan kepala seorang muslim sebagai bolanya. Aku melihat para wanita hamil di belah perutnya, para gadis muslimah dinodai di depan mata kepala sang Ayah, para Imam Masjid dibunuh dengan keji setelah tubuhnya disiram arak dan disayat dengan pisau untuk digambar tanda salib.
Melewati kejadian-kejadian itu, akan bertambah rasa syukurku. Betapa selama ini, nikmat Allah begitu besar dicurahkan padaku dan muslim Indonesia. Aku bebas beribadah, aku bebas berhijab, tak ada yang mengintimidasi ketika aku menjalankan kewajiban yang diperintahkan Agamaku.
Al Hambra (sumber: klik di sini) |
Membaca membawaku menyusuri setiap sisi Al Hambra. Benteng pertahanan terakhir dinasti Islam di Andalusia. Aku bisa melihat betapa Al Hambra adalah bukti tingginya peradaban Islam kala itu. Air gemericik di mana-mana, mengalir segar dari pegunungan Sierra Nevada. Aku juga bisa merasakan perasaan haru ketika kakiku menginjak ruangan utama Nasrid Palace, ada dua belas patung singa yang sangat indah menghiasi tengah ruangan. Aku menyusuri setiap tingkatan taman Generalife yang dipenuhi bunga, sayur-mayur, buah, dan tempat berburu.
Membaca membawaku menyusuri jalanan sepi di desa kecil bernama Ipsach. Dari jalan itu aku menyaksikan lanskap yang hijau dan biru luas membentang. Seperti lukisan. Lalu di tengah-tengah padang, aku melihat segerombol domba sedang merumput. Rumah-rumah penduduk saling berjauhan satu sama lain. Tak jarang ada yang memencil di tengah ladang pertanian. Terkadang aku melihat satu dua orang keluar masuk rumah, atau bersepeda ke mana pun jalan membentang, rasanya mereka tak punya beban hidup. Mereka menikmati embusan angin dan bunga-bunga liar aneka warna. Ah, seandainya aku benar-benar bisa ke sana suatu hari nanti.
Tulisan mengajariku untuk mencapai citaku. Betapa berpuluh-puluh cerpen kubaca perminggunya. Selain menikmati cerita, aku juga mempelajari teknik menulis cerita yang baik dari cerpen-cerpen itu. Doakan saja, semoga suatu hari nanti, ketika ilmuku sudah memadai, aku bisa menuliskan sebuah novel yang kuinkubasi di kepala dan hatiku.
Itulah sepotong mozaik yang kudapatkan dari membaca. Semoga dengan membaca ini teman-temanku yang tidak suka membaca, sedikit demi sedikit mulai tertarik untuk membaca.
Bacalah, teman...
Lalu bacaan itu akan menjelma kuda terbang yang akan membawamu melihat dan mempelajari banyak hal.
Bacalah, lalu temukan keajaiban.
No comments:
Post a Comment