Seperti
kemarin,
pagi
ini aku terbangun
dan
menemukan wajahnya
di
sisi pembaringan.
Seperti
kemarin,
dia
mengejutkanku dengan senyum
dan
dengan nada yang nyaris sama
ditikamnya
rasa percayaku, “Saya suamimu!” katanya.
Dan
seperti kemarin,
aku
memandangnya dengan keraguan yang terus menggelepar.
Jika
benar laki-laki itu takdirku,
kenapa
potretnya tak membekas dalam ingatan?
Novel dengan sampul
depan menampilkan gambar seorang wanita yang tengah menyusuri The Great Wall
ini, kubeli sehari yang lalu, tepatnya di bazarnya Bunda Asma Nadia. Sabtu, 25
Januari kemaren Bunda Asma membedah bukunya Twitografi Asma Nadia di kampus AKA
Bogor, jadinya beliau juga menggelar bazar buku dan ransel seusai menyampaikan
materi.
Kabar yang lebih
menyenangkan lagi, Pak Isa Alamsyah juga turut hadir. Selain menemani Bunda
Asma, beliau juga sudah punya jadwal kopdaran bareng anggota Komunitas Bisa
Menulis yang berdomisili di Bogor dan sekitarnya. Rasanya belum hilang nih
seneng dalam hati ketika bisa ngobrol dalam jarak tak lebih dari satu meter
dengan keduanya, sharing secara intens antar sesama anggota KBM, foto-foto
bareng, dan dapat tanda tangannya Bunda.
Komunitas Bisa Menulis |
Asma Nadia sedang menjelaskan kualitas ransel |
Sebelumnya aku ingin
memberi tahu terlebih dahulu, bahwa aku tidak menyinopsiskan Assalamualaikum
Beijing dalam tulisan ini, jika ingin tahu sinopsisnya, silakan klik di sini. BACA JUGA: FILM RELIGI TERBARU TENTANG ISLAM & TERORISME, BULAN TERBELAH DI LANGIT AMERIKA (SYUTING DI NEW YORK).
Saat menyampaikan
materi, Bunda Asma telah memberi tahu bahwa novel ini adalah satu-satunya novel
cinta yang beliau tulis. Aku membenarkan. Coba lihat novel-novel Bunda yang
sebelumnya, seperti Cinta di Ujung Sajadah, Emak Ingin Naik Haji, Rumah Tanpa
Jendela, dan lain-lain. Meskipun ada selipan tentang cinta di dalamnya, tetap
saja cinta bukan menjadi main theme dalam novel-novel tersebut. Dan Assalamualaikum
Beijing benar-benar novel cinta murni! Tentang bagaimana seseorang mengolah patah
hati, tentang cinta sepihak, tentang kebutaan cinta, dan tentunya tentang
kesetiaan. Ya, kesetiaan, sesuatu yang sulit dipercaya adanya oleh banyak orang
di abad ini.
Siapa
saja tokohnya?
Asma, seorang gadis
yang disebut-sebut sangat enerjik, cerdas, punya prinsip yang tegas, pandai
mengolah cuaca hati, pandai mengambil sikap, dan memiliki fisik: ayu [tetapi
tidak cantik], berkulit cokelat, tidak tinggi, dan bermata besar.
Ra, mantan kekasihnya Dewa.
Ra, mantan kekasihnya Dewa.
Zhongwen, seorang
pemuda China yang ditemui Asma saat ia melakukan perjalanan kerja ke Beijing. Sekaligus
laki-laki yang memiliki kesetiaan yang menakjubkan itu.
Dewa, laki-laki yang
sebenarnya luar biasa setia, hanya nasib membawa jalan hidupnya pada sebuah
pernikahan yang menjadi mimpi buruk. Menurutku Dewa ini terlalu ambisius dan
egois.
Anita, wanita cantik
yang menjadi istri Dewa. Aduh, meskipun aku tidak pernah membenarkan Anita,
sebagai wanita aku cukup prihatin dengan kenyataan yang diterimanya.
Tokoh-tokoh kecil
lainnya ada Sekar, Ridwan, Bayu, dan para orangtua dari berbagai pihak.
Alurnya
bagaimana?
Alurnya maju. Hanya saja
dikemas dalam metode penceritaan yang zigzag. Dari setiap bab bagian awal
ceritanya masih acak, begitu. Bab pertama tentang Dewa yang mengungkapkan
penghianatannya, lalu bab dua tentang kedatangan Asma di Beijing. Kelihatan tidak
nyambung memang, tapi nanti semua kisah akan disatukan, kok.
Sebenarnya
ini novel sedih, happy, lucu atau datar aja, sih?
Haru. Ya, menurutku
begitu. Sepanjang jalan cerita, hatiku terasa rintik-rintik menikmati alur dan
pergolakan batin setiap tokohnya. Aku menangis pada saat kisah Mush’ab
bin Umair. Tentu aku sudah pernah membaca kisah ini, tapi tetap saja ketika
diingatkan kembali aku tak kuat membendung aliran sungai yang berhulu di
mataku. Lagipula memang semua kisah para syahid dalam perang uhud sangat menguras
air mata.
Bagian
mana yang membuatmu paling terkesan?
Perkenalan Asma
dengan Zhongwen dan pembicaraan mereka ketika di kafe.
“Yes,
you have a gift in learning new language, Ashima.”
“Asma.”
“Ashima,”
Lelaki
itu tersenyum lembut, bersikeras tidak mengubah panggilannya. Tidak juga
memberitahu arti kalimat terakhir yang diajarkannya, walaupun Asma meminta
berulang kali. Yang penting, menurut Zhongwen, kalimat itu bukan sesuatu yang
tidak pantas diucapkan seorang gadis terhormat.
“Just
practise, Ashima.”
“Asma.”
“No,”
lelaki itu menggeleng,
“Forever
you are Ashima, for me.”
Senyum
simpatiknya muncul. Perdebatan selesai.
Seandainya
novel ini difilmkan?
Ya, kemaren Bunda
Asma juga memberi tahu kalau novel ini sudah menjadi incaran beberapa PH film.
Nah, aku jadi berandai-andai nih, siapa yang cocok jadi pemerannya?
Hmm...kayaknya
yang jadi Asma bagusnya Nirina Zubir,
deh. Soalnya ketika Bunda Asma menuliskan
tentang Asma yang “...tinggi tidak, putih tidak, cantik
tidak...” dan salah satu narasi yang menggambarkan Asma: ayu, tetapi tidak
cantik, spontan imajinasiku tertuju pada sosok Nirina Zubir. Lagipula Nirina
masih cocok kok memerankan wanita 25 tahun yang belum menikah.
Kalau yang jadi
Zhongwen siapa, ya? Aku nggak suka film Korea, China atau Thailand soalnya. Dan
aku juga nggak pengagum cowok bermata sipit. Malah yang muncul dalam bayanganku
adalah mukanya Jackie Chan dan Bruce lee. Haduh!
Tapi biarpun begitu, kayaknya aku punya satu kandidat deh [hasil googling], dan dia adalah Jon Foo [hahaha]. You know why? Soalnya
wajahnya nggak Cina-Cina amat, malah mirip sama Orlando Bloom [itu lho yang
jadi Legolas di film The Lord of The Ring].
Selanjutnya yang jadi
Dewa itu??? Hmm...Boy Hamzah. Yeah! Tepat sekali. Ganteng, jangkung, rambut panjang menyentuh
bahu, semua kriteria masuk, deh! Om Boy
jadi cowok egoisan dikit dalam Assalamualaikum Beijing nggak apa-apa, ya?
[merasa jadi sutradara, hoho].
Terakhir, who wants to be Anita? Loading...jeng, jeng,
jeng, server error [hihihi].
Kalau Rianti Catwright? Meskipun
awalnya sebel sama si Anita, tapi dia istri yang berbakti kok. Dan Rianti sendiri
udah pernah ngebuktiin akting kerennya di Ayat-Ayat Cinta, saat dipoligami itu,
lho. Kayaknya feel-nya nggak jauh-jauh bedalah sama gejolak batinnya Anita yang
tidak pernah dicintai. Selain itu kriteria tubuhnya Rianti kayaknya memang cocok sebagai Anita.
Okay, at last, apa sih kelemahan novel ini?
Narasi yang
kebanyakan. Penilaian ini bersifat opini pribadi aja lho, ya. Kalau kamu tipe
penyuka novel dengan narasi panjang dan sedikit dialog, tampaknya kamu bakal
cinta mati sama novel ini. Aku sendiri nggak terlalu suka novel yang banyak
narasi, bagiku dialog lebih mendekatkan pembaca pada masing-masing tokoh. Aku sekalian
bisa ngebayangin saat mereka ngomong. Kalau kepanjangan narasi dan deskripsi,
malahan aku bacanya loncat-loncat nggak jelas.
Ide cerita yang biasa
aja. Ya soal kesetiaan seperti kesetiaannya Zhongwen ini aku sudah pernah tahu
beberapa tahun lalu. Saat secara nggak sengaja jalan ke kamar teman [masih di
Pesantren dulu], mereka lagi nonton film Korea, jadinya ikutan lihat juga
sebentar, ya ceritanya tentang betapa setianya sang suami mengurusi istrinya
yang sakit-sakitan dan gampang hilang ingatan.
Finally?
Kamu harus baca novel
ini juga, kawan! Biar nggak gampang galau, bisa move-on dengan cepat, nggak bunuh diri ketika mendapati kenyataan
pernikahan yang telah siap justru dibatalkan, nggak asal menerima tawaran
cewek, nggak berpikir instan, nggak pengecut, dan tentunya percaya kalau cinta
sejati itu masih ada!
aiihhhh... maknyus review nya , complete n full :)
ReplyDeletehoho....gimana sama pilihan artis hasil casting-ku di atas? hihihi
DeleteHarga novelnya berapa ya mbak ?
ReplyDeletetq
Wah saya lupa Mbak.. bisa dicek di gramedia. Sekitar 45-50 kalau nggak salah yaa...
DeleteSaya malah belum bc novelnya mb. lebih enak langsung nonton filmnya..hehe
ReplyDeleteapakah novel assalamualaikum beijing ada unsur intrinsik atau ekstrinsiknya ?
ReplyDelete