Friday 7 July 2017

Untukmu yang akan Menghafalkan Al Quran



Teruntuk adik-adikku, Taufik Ilham dan Taufik Hidayat...

Adik-adikku tersayang... Tahu kah bahwa kehadiran kalian adalah berkah bagi kami sejak hari kalian dilahirkan?

Aku tahu betapa cemas kau saat ini. Aku tahu kau selalu tersenyum tiap kali orang-orang menganggap pilihanmu adalah sesuatu yang salah.

Adik-adikku, aku melihat ada mutiara yang begitu indah di dalam hatimu. Kau berbeda dari yang lain. Hatimu begitu lembut. Kau memperlakukanku sebagai kakak dengan begitu baik. Kau tak pernah berkata dengan suara tinggi kepadaku. Kau selalu menurut pada segala ucapan dan permintaanku.

Adik-adikku, berteguh hati lah. Kau berada pada pilihan yang benar, insyaAllah... Belajar lah di sana dengan tekun, niatkan segalanya hanya untuk Allah subhanahu wata’ala semata. Jika kau telah menggenggam ilmu untuk akhiratmu, jika kau telah memenuhi bekal dan jaminan untuk hidup sesudah matimu, insyaAllah dunia akan takluk di bawah kakimu. Ingat lah, dunia akan datang kepada kita dengan hina apabila kita memperlakukannya seumpama budak yang hina. Sebaliknya, dunia akan duduk di singgasana dengan angkuh dan apabila kita menyanjung dan memujinya.

Jangan kau takut akan susah berjalan di muka bumi ini hanya karena kau lebih mengutamakan ilmu Allah. Jangan lah hatimu condong pada perkataan dan bujukan orang-orang di sekelilingmu yang selalu mengatakan bahwa ilmu dunia itu jauh lebih penting. Jangan menjadi lemah karena itu. 

Aku tidak bisa menjadi penjamin bagi dirimu. Namun aku akan menunjukkan beberapa jaminan yang telah diberikan Allah dan Rasulullah salallahu ‘alaihi wassalam sejak ribuan tahun lalu.

“Barangsiapa yang membaca (menghafal) Al Quran, maka sungguh dirinya telah menyamai derajat kenabian hanya saja tidak ada wahyu baginya (penghafal)...” (HR. Hakim).

“Sesungguhnya Allah itu mempunyai keluarga yang terdiri daripada manusia." Kemudian Anas berkata lagi, “Siapakah mereka itu wahai Rasulullah?” Baginda manjawab, “yaitu ahli Qu'ran (orang yang membaca atau menghafal Qur'an dan mengamalkannya). Mereka adalah keluarga Allah dan orang-orang yang istimewa bagi Allah.” (HR. Ahmad).

Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu ia berkata, “Baginda bersabda, orang yang hafal Al Quran kelak akan datang dan Al Quran akan berkata: “Wahai Tuhan, pakaikan lah dia dengan pakaian yang baik lagi baru.” Maka orang tersebut diberi mahkota kehormatan. Al Quran berkata lagi: “Wahai Tuhan tambahkan lah pakaiannya.” Kemudian orang itu diberi pakaian kehormatannya. Al Quran berkata lagi: “Wahai Tuhan, ridhailah dia.” Maka kepadanya dikatakan, “Baca dan naik lah.” Dan untuk setiap ayat, ia diberi tambahan satu kebajikan.” (HR. At Tirmidzi).

“Dan perumpamaan orang yang membaca Quran sedangkan ia hafal ayat-ayatNya bersama para malaikat yang mulia dan taat.” (Muttafaqun ‘alaih).
Sekarang coba pikirkan, itu adalah jaminan dari Allah bahwa ahlul Quran akan diangkat sebagai keluarganya-Nya.  Adakah keistimewaan yang lebih mulia melebihi itu? Jika Allah telah menganggap kita sebagai keluarga, maka Dia subhanahu wa Ta’ala akan melindungi kita, mencukupi kita, meridhoi kita. Sama halnya seperti Bapak dan Ibu yang sejak kecil selalu melindungi dan membelamu.

 Apa yang bisa kita lakukan sekarang adalah yakin. Jangan cemas dan takut kelak kau tak bisa menjadi apa-apa hanya karena tak mempelajari matematika, fisika, kimia, dan biologi. Jika Al Quran ada dalam jiwamu, insya Allah kemuliaan pun tak pernah meninggalkanmu. Berusaha dengan sabar dan hati yang teguh, selebihnya Allah yang akan menentukan akhirnya.

Aku tak mampu sepertimu. Hafalanku tak kunjung bertambah. Dulu aku tak kuat untuk tinggal selama dua tahun di rumah Quran. Jika dulu tak ada seorang pun yang meneguhkan hatiku ketika goyah, maka aku berjanji akan menjadi peneguh bagimu nanti. Jika dulu aku tak pernah memperoleh ketegasan, maka aku berjanji akan berlaku tegas padamu. 

Tahu kah kau bahwa hati manusia ini begitu rapuh dan goyah? Dulu, aku begitu semangat di masa-masa awal. Tapi kemudian aku rapuh, jatuh, dan terpuruk. Tapi aku tak memperoleh suatu kekuatan yang bisa membuatku bangkit. Saat aku hampir menyerah, berada di antara persimpangan, aku terus membuka lembaran Al Quran secara acak. Sebelumnya aku berdoa semoga Allah menunjukkan jalan yang terbaik melalui cara itu. Berkali-kali aku membuka mushaf secara acak, ayat yang kutemui selalu saja tentang kisah Yusuf alahissalam dan perintah agar bersabar. Tapi penolakan dalam hatiku jauh lebih besar. Aku tak mampu bersabar. Dan akhirnya menyerah.

Adik-adikku, percaya lah kau tak akan mengalami hal serupa denganku. Saat hatimu goyah, aku tak akan memberikan pilihan sesuai keinginanmu. Maka perlu kau tulis baik-baik ucapanku ini, bahwa nanti aku akan sangat keras padamu. Apapun keluh kesahmu nanti, aku tidak akan pernah memintamu untuk berhenti. Aku tak mau kau mengalami penyesalan di kemudian hari hanya karena kau tak bisa bersabar sedikit saja. 

Adik-adikku, kau akan menyelesaikan hafalanmu. Kau juga bisa belajar bahasa Arab dan Inggris dimana orang-orang pun berduyun-duyun untuk belajar di sana. Jika kau berhasil menyelesaikan hafalan, mampu berbahasa Arab dan Inggris, maka demi Allah tiga hal itu sudah cukup bagi duniamu. Selebihnya bisa kau kejar di kemudian hari. 

Adik-adikku... kebanyakan manusia merasa sayang untuk mengorbankan sedikit waktu bagi kehidupan akhirat mereka. Kebanyakan manusia yang kau saksikan hari ini bagaikan terpisah antara jiwa dan agama mereka. Mereka berkata diri mereka Muslim, tapi mereka tak suka pada Al Quran dan Al Sunnah. Mereka menyebut diri mereka Muslim, tapi mereka menghujat orang-orang yang menunaikan agama dengan baik. Lihat lah hari ini, lihat lah kenyataan yang ada, bahwa benar Islam telah kembali menjadi asing bahkan bagi penganutnya sendiri. Menjalankan Islam dengan baik adalah serupa dengan mengenggam bara api yang menyala. Sulit. Kebanyakan dari kita beriman di pagi hari, kemudian menjadi kafir di sore harinya. Kebanyakan dari kita menyelesaikan ibadah dengan khusyuk, tapi kemudian kembali melakukan maksiat. Itu kenyataan yang sedang terjadi. 

Banyak ulama dunia mengatakan “Demi Allah ini adalah zaman dajjal.”

Tapi kita terlalu terbuai dengan kehidupan yang gemerlap ini. Kita terlena di dalamnya seolah-olah akan hidup selamanya. Kita lupa bahwa dahulu ada peradaban-peradaban besar yang juga pernah mencapai puncaknya, tapi kemudian hancur tanpa bekas. Lalu pikirkan tentang dunia modern yang belum mencapai hitungan satu abad ini, apakah kita merasa semua akan berjalan baik-baik saja tanpa ada ujungnya?

Demi Allah, jika kiamat tak terjadi pada zaman ini, maka pasti akan ada bencana lain yang akan menimpa kita atau beberapa saat sesudah kita. Tugas kita hari ini adalah mencari bekal sebanyak-banyaknya untuk menghadapi semua itu. Biarkan saja manusia lain berlari mengejar dunia, karena apabila apa yang mereka kumpulkan itu tidak digunakan untuk perniagaan dengan Allah, maka saat maut menjemput nanti keadaan mereka akan sama dengan yang tak memiliki harta. 

Aku berkata seperti ini bukan berarti dunia itu tak penting bagimu. Ia penting karena di sinilah hidupmu. Kau harus mencari dunia untuk keberlangsungan hidupmu, untuk kenyamanan ibadahmu, untuk sedekahmu, untuk biayamu ke Baitullah, untuk anak-anak yatim, untuk kepentingan umat. Tapi jangan letakkan ia di puncak hatimu. Bukan kah Bapak pernah mengatakan bahwa siapa pun yang mengejar akhirat, maka dunia akan ikut di belakangnya. Tapi barang siapa yang hanya mengejar dunia, maka akhirat tak akan pernah ikut di belakangnya. Sekarang aku bertanya, menurutmu rumus pertama atau kedua yang lebih menguntungkan? 

Selamat belajar. Hormati guru-gurumu karena dari mereka kau akan mendapatkan keberkahan dalam ilmu. Semoga Allah meneguhkan hatimu, melimpahkan kebahagiaan di dalamnya, menguatkan ingatanmu, menghaluskan tutur bahasamu, memberikan keberkahan dalam setiap usaha dan perjuanganmu. Aku melepasmu dengan salam dan doa.

2 comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...