Friday, 15 May 2015

Doa Mendamba Permata Hati yang Saleh



“Ya Tuhanku, sesungguhnya aku menazarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat. Karena itu, terimalah nazar itu dariku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui. Dan aku memohon perlindungan untuknya dan keturunannya kepada pemeliharaan Engkau dari setan yang terkutuk.” (QS Ali ‘Imran: 35-36)

Inilah doa yang senantiasa dipanjatkan istri Imran demi mengharapkan anak yang saleh, anak yang bertakwa. Ia bernazar kepada Allah dengan hati yang teguh dan niat penuh untuk memberi pendidikan terbaik dan asuhan terbagus bila kelak mendapatkan keturunan. Ia bahkan berjanji akan mendidiknya sejak janin mengeram di rahimnya. Ia pun menghabiskan waktunya untuk beribadah demi sang anak yang dikandungnya.
 
http://www.alquranclasses.com
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Hamid, Muhammad bin Ja’far bin Zubeir berkata: “Bahwa ucapan istri Imran yang berbunyi ‘Ya Tuhanku, sesungguhnya aku menazarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat’ itu maksudnya ‘aku bertekad akan menjadikannya sebagai orang yang menyembah Allah dengan sepenuh hati, sehingga segala sesuatu yang ada di dunia ini tak berarti baginya.”

Dan sejarah mencatat, dari rahimnya lahirlah Maryam, ibunda Nabi Isa as, perempuan suci yang menghabiskan waktunya hanya untuk ibadah kepada Allah di mihrab-mihrab guna melawan nafsu dan tipu muslihat setan. Syahdan, sebagaimana disabdakan Rasulullah saw bahwa: “Setiap anak yang dilahirkan akan selalu dicengkeram kuat-kuat oleh setan, karena itu kemudian ia menangis dengan keras, kecuali Isa dan Maryam” (HR Ibnu Jarir). Maka tak aneh bila Rasulullah saw menganjurkan doa istri Imran ini untuk dibaca para ibu juga ayah yang tengah menanti sang permata hati.

Hikayat istri Imran inilah, barangkali, yang menginspirasi orangtua Sayyid Muhammad Husein Tabataba’i, peraih gelar dokter honoris causa ketika usianya 7 tahun. Kala itu di tahun 1998, sang anak, di hadapan para profesor dan pakar Al quran tampil begitu cemerlang dan memukaunya ketika ditanya seputar hapalan dan pemahamannya seputar Al quran. 
 
Sayyid Muhammad Husein Tabataba’i
Alkisah, sebelum kelahiran Husein, sang ayah bersama istrinya bertekad menghapal Al quran bersama-sama. Sementara selama hamil, sang ibu kerap membaca Al quran sebanyak 1 juz. Begitu Husein lahir, si ibu pun membiasakan diri berwudhu sebelum menyusuinya.

Berikut saya kutipkan penuturan ibu Husein: “Selama masa kehamilan, saya selalu berdoa kepada Allah agar dikaruniai anak yang saleh dan cerdas. Ketika Husein lahir, saya selalu berwudhu dulu sebelum menyusuinya. Saya juga sangat rajin pergi ke masjid dan membaca Al quran. Pendidikan anak harus dilakukan jauh sebelum anak lahir. Nabi Muhammad saw pernah bersabda: ‘orang yang menderita, menderita di perut ibunya; orang yang bahagia, bahagia di perut ibunya.’ Karena itu, akar kebahagiaan atau kesengsaraan seorang anak itu berawal dari kondisi ibunya. Keimanan dan amal-amal saleh ibu sangat berperan dalam pendidikan anak. Saya selama hamil selalu berusaha menghapal, membaca, dan memahami Al quran. Ketika saya sedang menyusuinya, saya juga selalu membacakan Al quran untuknya. Saya mengajaknya ke kelas-kelas Al quran dimana saya menjadi pengajarnya. Saya meyakini bahwa segala kegiatan saya yang terkait dengan Al quran itu memberi pengaruh besar kepada Husein. Selain itu, saya juga menjauhi acara-acara yang tidak Islami.”

Kisah teladan lainnya tentang seorang ibu yang mendidik anaknya juga pernah saya baca pada novel Api Tauhid karya Habiburrahman El Shirazy. Novel yang berkisah tentang biografi ulama besar dari Turki bernama Said Nursi. Sejarah telah mencatat tentang kecerdasan dan kuatnya daya ingat ulama yang lahir pada tahun 1293 H (1876 M) di desa Nurs, daerah Bitlis, di sebelah timur Anatolia ini. Beliau mampu menghapal buku Jam’ul Jawami’ pada bidang ushul fikih hanya dalam satu minggu, ia melahap kandungan kitab-kitab yang terse­dia di zamannya semisal tafsir, hadits, nahwu, ilmu kalam, fiqh, maupun mantiq, dan ia berhasil menghafal hampir 90 judul buku referensial. Setelah memiliki kesiapan dengan ilmu-ilmu, ia  memulai munâzarah (adu argumentasi dan debat) dengan para ulama. Beberapa forum munazarah dibuka, dimana ia telah berdebat dengan banyak tokoh pembesar dan ulama di beberapa kawasan, dan ia selalu tampil sebagai pemenang.

Pada 1894, Said Nursi pergi ke kota Van. Di sana ia sibuk menelaah buku-buku matematika, falak, kimia, fisika, geologi, filsafat, dan sejarah. Ia benar-benar mendalami semua ilmu tersebut hingga bisa menulis tentang sebagiannya. Karena itulah ia kemudian disebut dengan “Badiuzzaman” sebagai ben­tuk pengakuan para ulama dan ilmuwan terhadap kecerdasannya yang tajam, pengetahuannya yang melimpah, serta wawasannya yang luas.
Apa rahasianya? Apakah salah satu faktor penting yang bisa membentuk seseorang secerdas dan sesaleh Said Nursi?
Jawabannya adalah pendidikan kedua orangtua. Dikisahkan dalam novel, bahwa ibu dari Said Nursi yang bernama Nuriye adalah seorang wanita yang sangat menjaga kehormatan, taat kepada suami, hapal Al quran, selalu menjaga wudhu, dan selalu membacakan Al quran untuk para buah hatinya. Lalu sang ayah, Mirza, adalah seorang laki-laki yang selalu menjaga kesederhanaan dan keikhlasan. Sejak muda ia dikenal sebagai laki-laki yang memiliki keteguhan jiwa dalam menjaga yang halal dan haram, bahkan berusaha meninggalkan syubhat meski sekecil apa pun syubhat tersebut. Maka tidak heran, melalui pasangan ini lahirlah seorang Said Nursi yang kemudian mendapat gelar ‘keajaiban zamannya’.

Semoga saya dan teman-teman yang salih-saliha di luar sana, nanti bisa meneladani cara mendidik anak dari dua kisah di atas. Insya Allah...

References:
Novel Api Tauhid
Buku Doa-Doa yang Menjawab Impian

5 comments:

  1. aamiin Allohumma aamiin. terharu dengan perjuangan dan kisah mereka yang mengandung hingga melahirkan anak dengan asupan Al-Qur'an. sangat berat pastinya, kecuali ikhlas, bersabar, dan istiqomah. :))

    ReplyDelete
  2. Wah wah seru eui. Kucinya memang DISIPLIN dan KESABARAN juga ya. Saya ayah dari dua anak anak yang masih BALITA, saya akan pelajari artikel ini. Ini informasi yan penting untuk para ayah se Indonesia. Terima kasih sudah berbagi ilmunya Salam dari Pontianak

    ReplyDelete
  3. Mencerahkan sekali tulisan ini. Betul, kalo mau membentuk anak yang baik itu jauh sebelum dia lahir.
    Makasih sudah berbagi.
    salam

    ReplyDelete
  4. Insyaallah ,semoga bisa nantinya mendidik anak,mungkin seperti dalam artikel ini.

    ReplyDelete
  5. Bahkan pertmuan Nuriye dan Mirza juga unik. Maka tak heran bila anak yang dilahirkan dari dua orang soleh ini bergelar Badiuzzaman

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...