“Ya
Tuhanku, sesungguhnya aku menazarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku
menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat. Karena itu, terimalah nazar itu
dariku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui. Dan aku memohon
perlindungan untuknya dan keturunannya kepada pemeliharaan Engkau dari setan
yang terkutuk.” (QS Ali ‘Imran: 35-36)
Inilah doa yang
senantiasa dipanjatkan istri Imran demi mengharapkan anak yang saleh, anak yang
bertakwa. Ia bernazar kepada Allah dengan hati yang teguh dan niat penuh untuk
memberi pendidikan terbaik dan asuhan terbagus bila kelak mendapatkan
keturunan. Ia bahkan berjanji akan mendidiknya sejak janin mengeram di
rahimnya. Ia pun menghabiskan waktunya untuk beribadah demi sang anak yang
dikandungnya.
Dalam sebuah hadis
yang diriwayatkan oleh Ibnu Hamid, Muhammad bin Ja’far bin Zubeir berkata:
“Bahwa ucapan istri Imran yang berbunyi ‘Ya
Tuhanku, sesungguhnya aku menazarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku
menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat’ itu maksudnya ‘aku bertekad akan
menjadikannya sebagai orang yang menyembah Allah dengan sepenuh hati, sehingga
segala sesuatu yang ada di dunia ini tak berarti baginya.”
Dan sejarah mencatat,
dari rahimnya lahirlah Maryam, ibunda Nabi Isa as, perempuan suci yang
menghabiskan waktunya hanya untuk ibadah kepada Allah di mihrab-mihrab guna
melawan nafsu dan tipu muslihat setan. Syahdan, sebagaimana disabdakan
Rasulullah saw bahwa: “Setiap anak yang
dilahirkan akan selalu dicengkeram kuat-kuat oleh setan, karena itu kemudian ia
menangis dengan keras, kecuali Isa dan Maryam” (HR Ibnu Jarir). Maka tak
aneh bila Rasulullah saw menganjurkan doa istri Imran ini untuk dibaca para ibu
juga ayah yang tengah menanti sang permata hati.
Hikayat istri Imran
inilah, barangkali, yang menginspirasi orangtua Sayyid Muhammad Husein
Tabataba’i, peraih gelar dokter honoris causa ketika usianya 7 tahun. Kala itu
di tahun 1998, sang anak, di hadapan para profesor dan pakar Al quran tampil
begitu cemerlang dan memukaunya ketika ditanya seputar hapalan dan
pemahamannya seputar Al quran.
Alkisah, sebelum
kelahiran Husein, sang ayah bersama istrinya bertekad menghapal Al quran
bersama-sama. Sementara selama hamil, sang ibu kerap membaca Al quran sebanyak
1 juz. Begitu Husein lahir, si ibu pun membiasakan diri berwudhu sebelum
menyusuinya.
Berikut saya kutipkan penuturan ibu Husein: “Selama masa kehamilan, saya selalu berdoa kepada Allah agar dikaruniai anak yang saleh dan cerdas. Ketika Husein lahir, saya selalu berwudhu dulu sebelum menyusuinya. Saya juga sangat rajin pergi ke masjid dan membaca Al quran. Pendidikan anak harus dilakukan jauh sebelum anak lahir. Nabi Muhammad saw pernah bersabda: ‘orang yang menderita, menderita di perut ibunya; orang yang bahagia, bahagia di perut ibunya.’ Karena itu, akar kebahagiaan atau kesengsaraan seorang anak itu berawal dari kondisi ibunya. Keimanan dan amal-amal saleh ibu sangat berperan dalam pendidikan anak. Saya selama hamil selalu berusaha menghapal, membaca, dan memahami Al quran. Ketika saya sedang menyusuinya, saya juga selalu membacakan Al quran untuknya. Saya mengajaknya ke kelas-kelas Al quran dimana saya menjadi pengajarnya. Saya meyakini bahwa segala kegiatan saya yang terkait dengan Al quran itu memberi pengaruh besar kepada Husein. Selain itu, saya juga menjauhi acara-acara yang tidak Islami.”
Kisah teladan lainnya
tentang seorang ibu yang mendidik anaknya juga pernah saya baca pada novel Api
Tauhid karya Habiburrahman El Shirazy. Novel yang berkisah tentang biografi
ulama besar dari Turki bernama Said Nursi. Sejarah telah mencatat tentang
kecerdasan dan kuatnya daya ingat ulama yang lahir pada tahun 1293 H (1876 M) di desa Nurs, daerah
Bitlis, di sebelah timur Anatolia ini. Beliau mampu
menghapal buku Jam’ul
Jawami’ pada bidang ushul fikih hanya dalam satu minggu, ia melahap
kandungan kitab-kitab yang tersedia di zamannya semisal tafsir, hadits, nahwu,
ilmu kalam, fiqh, maupun mantiq, dan ia berhasil menghafal hampir 90 judul
buku referensial. Setelah memiliki kesiapan dengan ilmu-ilmu, ia memulai munâzarah (adu argumentasi dan
debat) dengan para ulama. Beberapa forum munazarah dibuka, dimana ia telah
berdebat dengan banyak tokoh pembesar dan ulama di beberapa kawasan, dan ia
selalu tampil sebagai pemenang.
Pada 1894, Said Nursi pergi ke kota Van. Di sana ia sibuk
menelaah buku-buku matematika, falak, kimia, fisika, geologi, filsafat, dan
sejarah. Ia benar-benar mendalami semua ilmu tersebut hingga bisa menulis
tentang sebagiannya. Karena itulah ia kemudian disebut dengan “Badiuzzaman”
sebagai bentuk pengakuan para ulama dan ilmuwan terhadap kecerdasannya yang
tajam, pengetahuannya yang melimpah, serta wawasannya yang luas.
Apa rahasianya? Apakah salah satu faktor penting yang bisa membentuk seseorang secerdas dan sesaleh Said Nursi?
Jawabannya adalah pendidikan kedua orangtua. Dikisahkan
dalam novel, bahwa ibu dari Said Nursi yang bernama Nuriye adalah seorang
wanita yang sangat menjaga kehormatan, taat kepada suami, hapal Al quran,
selalu menjaga wudhu, dan selalu membacakan Al quran untuk para buah hatinya.
Lalu sang ayah, Mirza, adalah seorang laki-laki yang selalu menjaga
kesederhanaan dan keikhlasan. Sejak muda ia dikenal sebagai laki-laki yang memiliki
keteguhan jiwa dalam menjaga yang halal dan haram, bahkan berusaha meninggalkan
syubhat meski sekecil apa pun syubhat tersebut. Maka tidak heran, melalui
pasangan ini lahirlah seorang Said Nursi yang kemudian mendapat gelar
‘keajaiban zamannya’.
Semoga saya dan teman-teman yang salih-saliha di luar
sana, nanti bisa meneladani cara mendidik anak dari dua kisah di atas. Insya
Allah...
References:
Novel Api Tauhid
Buku Doa-Doa yang Menjawab Impian
References:
Novel Api Tauhid
Buku Doa-Doa yang Menjawab Impian
aamiin Allohumma aamiin. terharu dengan perjuangan dan kisah mereka yang mengandung hingga melahirkan anak dengan asupan Al-Qur'an. sangat berat pastinya, kecuali ikhlas, bersabar, dan istiqomah. :))
ReplyDeleteWah wah seru eui. Kucinya memang DISIPLIN dan KESABARAN juga ya. Saya ayah dari dua anak anak yang masih BALITA, saya akan pelajari artikel ini. Ini informasi yan penting untuk para ayah se Indonesia. Terima kasih sudah berbagi ilmunya Salam dari Pontianak
ReplyDeleteMencerahkan sekali tulisan ini. Betul, kalo mau membentuk anak yang baik itu jauh sebelum dia lahir.
ReplyDeleteMakasih sudah berbagi.
salam
Insyaallah ,semoga bisa nantinya mendidik anak,mungkin seperti dalam artikel ini.
ReplyDeleteBahkan pertmuan Nuriye dan Mirza juga unik. Maka tak heran bila anak yang dilahirkan dari dua orang soleh ini bergelar Badiuzzaman
ReplyDelete