Tuesday, 30 April 2013

Kisahku Bersama ‘Angin’




Aku menyebutnya, ‘angin’!

Sejak tiga minggu yang lalu, aku mulai merasakan tanda-tanda kedatangan ‘angin’ ini. Kepalaku yang sakit seperti tengkuk dicengkeram erat oleh cakar elang raksasa, kalau sudah begitu selanjutnya ‘angin’ itu berhembus membuat bulu romaku berdiri hingga kedinginan dan panas tubuhku merangkak naik. Ya, ‘angin’ ini membuatku demam. Aku hanya membeli bodrex dan meminumnya. Alhamdulillah, kepalaku perlahan ringan, pun panasku mulai menurun.

‘Angin’ ini mendatangiku dalam dua hari sekali, tiga hari sekali, empat hari sekali, tak pasti. Begitu terus. Terkadang sewaktu ‘angin’ ini mendatangiku di pagi hari (hari kuliah) aku harus memaksakan diri untuk bisa mencapai kampus. Dalam dua minggu itu, aku sedang Ujian Tengah Semester. Jadi, aku benar-benar tak bisa belajar di waktu malam. ‘Angin’ itu semakin rajin mengunjungiku. Aku hanya bisa melirik modul kuliah sejenak.

Hingga, pada hari rabu, 17 April kemaren, aku mendatangi klinik. Aku mulai panik, sekarang memasuki minggu ke-3, ‘angin’ ini benar-benar mendatangiku setiap saat, setiap jam, selama tiga hari sudah, dan lebih aku jauh kedinginan saat sore hari hingga sering juga ‘angin’ ini membuatku menggigil ketika terbangun sekitar pukul 24.00.

‘Takutnya gejala typus dek, banyak minum ya….’ Kata Bu Dokter. Aku sendiri tidak percaya, orang dokternya hanya memeriksa lidahku. Menurutku, seorang dokter harus mampu memastikan penyakit pasiennya, bukan pakai kata ‘takutnya’.

Aku pulang dengan membawa beberapa tablet obat, aku berjalan sendirian. Memang, akhir-akhir ini aku selalu tidak tahan berdiri lama. Jadilah, perjalanan itu kucepat-cepatkan.

Sesampai di Rumah, aku langsung mencuci kaki, minum obat lalu segera menyelimuti tubuhku sendiri. Sambil menunggu tubuhku mengeluarkan keringat, aku membuka ponsel. Aku coba mencari tentang typus di internet. Aku ingin memastikan kata-kata Bu Dokter yang menggantung itu. Ah, aku sendiri tak tau apa itu penyakit typus, apa penyakit dari tikus ya?

Ini dia, aku dapat. Gejala typus itu di antaranya : bibir kering pecah-pecah, demam pada malam hari dan bisa juga panas-turun-panas berulang, urine berwarna seperti teh pekat, BAB jarang, tubuh terasa lemas, ada selaput putih di lidah dan kemerahan di tepi-tepinya dan gejala-gejala lain lagi. Aku sungguh tak habis pikir, semua gejala itu kualami.

Aku dicekam rasa takut. Mataku terus menyusuri artikel tersebut, kudapatkan alasan mengapa penderita typus harus dirawat inap, hal itu karena dokter bisa memastikan pasien tidak dehidrasi (pantas saja Bu Dokter memberikan berbungkus-bungkus oralit) yang bisa berakibat pendarahan pada usus, dengan terus diinfus, memastikan pasien makan bubur, dan memastikan pasien minum obat. Aku berfikir tak perlulah check ke RS, kan bisa gawat kalau harus dirawat, aku tak mau membebani orangtuaku dengan biaya yang mahal.

Aku menjalani masa penyembuhan sendiri. Tanpa waktu libur. Meskipun aku hanya bisa duduk sambil menyandarkan kepala di dinding atau meja kelas. Pernah, sewaktu praktikum peternakan unggas, aku dan teman sekelas harus mencuci bersih kandang bebek yang dipenuhi kotoran di mana-mana. Karena tak sanggup berdiri terlalu lama, aku terpaksa jongkok di kandang yang kotor dan bau itu.

Aku rutin makan bubur, minum obat dan antibiotik, dan banyak minum air putih. Alhamdulillah, hari ini keadaanku terasa membaik. Semoga berkelanjutan.

Nah, saat ‘angin’ ini datang, jangan dikira aku wanita tegar yang mengatakan baik-baik saja kepada orangtua. Aku cengeng. Aku selalu menelepon Ibu atau Ayah saat panas kembali datang. Bagiku, mereka kekuatanku. Dengan mendengar ucapan mereka, aku memiliki semangat untuk sembuh. Rindu ini semakin menyesak saja ketika sakit. Masakan Ibu menjadi hal yang paling dinanti lidah ini. Bahkan akhir-akhir ini, aku sering mencium aroma masakan Ibu seperti melintas di hidungku. Aku sungguh rindu.

Suatu pagi saat praktikum di laboratorium, aku sungguh tak sanggup lagi duduk dengan kursi tanpa sandaran. Kepalaku seperti mau jatuh ke lantai. Tanpa izin, aku berjalan terhuyung-huyung menuju musola. Menelepon Bapak.

Saat itulah Bapak berkata lembut ‘Ikhlas Nak, sakit panas itu menggugurkan dosa-dosa seperti daun yang berguguran. Bapak sama Ibu jauh, hanya bisa mendoakan. Terus berdzikir dan shalawat’ Aku menangis mendengar kalimat itu.

Bapak memang tak mengerti apa itu typus, baginya itu sama dengan penyakit demam biasa. Tapi, kata-kata yang ia ucapkan menyadarkanku satu hal yang tidak diucapkan dokter ‘penyakit ini adalah pertanda Allah menyayangiku’.

Bapak, banyak kisahku tentang sakit bersamanya. Sejak kecil aku memang sakit-sakitan. Batuk berbulan-bulan lamanya, deman dan asma. Bapaklah yang selalu mengantarku ke RS. Satu hari saja penyakitku belum membaik dengan obat-obat herbal dan obat-obat warung, Bapak akan langsung memaksaku ke dokter. Ia mengantarkan walau ke ujung dunia. Lalu, sesampai di rumah Ibu sudah menyiapkan makanan yang kuinginkan. Sayur bening. Ia juga memijiti tengkukku apabila aku tampak kesakitan. Ia memakaikan kaus kaki hangat, menunggu hingga aku tertidur bahkan menungguiku tidur.

Aku merindukan itu semua.

Dari adikku, aku belajar rasa persaudaraan. Suatu hari, ia harus dirawat inap akibat gejala step. Sepulang dari perawatan di RS, ia sempat mengingatkan Ibuku untuk membeli setoples sosiz untukku ‘Mbak suka sosiz, beli’in ya’. Aku sendiri ingin menangis saat memakan sosiz itu.

Malam hari saat aku menjenguknya ke RS (aku menunggu rumah ditemani sepupu,hanya Bapak dan Ibu yang menunggu adikku) aku sempat bercanda dengannya dan menyentuh selang infusnya, ia meringis sebentar tapi kemudian ia tersenyum kembali. Padahal saat pulang kondisinya lemas sekali akibat infus, belum lagi nyeri karena penyakitnya. Meskipun begitu, ia ingat kesukaanku. Ia ingat aku.

Inilah ceritaku dengan ‘angin’. Mengapa angin? Karena sakit bisa menggugurkan dosa-dosa sebagaimana angin menggugurkan dedaunan.

Tentang Rindu






They are everything

Hati ini perih. Perih menanggung rindu. Air mataku pun tak mampu tertahan saat aku mendengar lagu Ibu yang dijadikan sound track dalam film Hafalan Shalat Delisa. Bukan hanya kepada Ibu rindu ini menumpuk, namun jua kepada Ayah, Adik, sanak keluarga, tetangga dan kampung halaman. Setiap hari, Orangtuaku selalu menelepon, dan setiap hari juga rindu itu semakin bertambah, bertumpuk-tumpuk.

Rabu, 24 April lalu, aku mengalami kecelakaan kecil yang menyebabkan bibirku harus dijahit dan tubuhku memar. Aku tak memberitahu orangtuaku hingga mereka tau keadaanku dari orang lain. Merekalah dua orang yang ada di dunia ini yang mendoakanku, yang merelakan air matanya untukku, yang mengorbankan waktu tidur hanya untuk sejenak mengingatku. Luka dan sakit ini tak seberapa, tapi sakit saat aku harus mengatakan nominal untuk mengganti biaya Rumah Sakit, jauh menyayat hatiku. Aku ingin sekali tidak membebani mereka dengan biaya ini dan itu. Hal inilah yang menjadi alasanku tidak mau memeriksakan penyakit typus ku ke Rumah Sakit. Aku tak mau minta uang ke orang tua. Sudah cukup mereka membiayai hidupku, seharusnya kini giliran aku yang membahagiakan mereka.

Aku ikut menangis saat mendengar tangis Ibu di ujung telepon. Ia mencemaskanku. “Ya Allah, hanya Ibulah wanita satu-satunya yang merasakan sakitku saat ini”. Sahabat, jangan pernah sakiti Ibu. Sungguh, hanya dia wanita yang paling mencintaimu di dunia ini.

Ayahku memang tak menangis. Tapi, ia mengingatkanku akan satu hal. Ia mengingatkanku untuk jangan lupa berdoa saat akan bepergian dan itu yang kulupa akhir-akhir ini. Padahal Ayah mengajarkanku berdoa sejak aku masih kecil, sejak aku masih terbata-bata ketika mengucap kata. Oh Ayah, aku lupa. Aku lupa hal kecil itu.

Right????
Sakit ini sungguh penuh hikmah. Sakit ini membuatku menyadari betapa besarnya cinta orang tuaku. Sakit ini membuatku memperbaiki langkahku yang salah. Sakit ini mengajarkanku untuk memenuhi hatiku dengan cinta saat bertemu, karena saat berjauhan begini, cinta itu begitu dibutuhkan untuk meredam rindu.

Tak sampai dua bulan lagi waktuku untuk menyelesaikan semester dua ini, Aku selalu menghitung hari. Jika jiwa ini berwujud, pastilah saat ini ia tengah merangkak lemah. Ia butuh tenaga dan itu hanya bisa didapat di kampung halaman. Sungguh, hati ini tengah menanggung rindu. Rindu yang tak mampu kusempurnakan dalamnya dengan kata-kata berhias majas apapun jua.

Review Buku Negeri di Ujung Tanduk

Hi guys! Saya kembali dengan review lagi nih, semoga gak bosan ya. 

Buku dengan cover biru donker pekat plus gambar kartun monyet-monyet berpakaian ala pejabat itu kubeli awal April lalu. Aku menemukanya di etalase Gramedia Botani Square setelah seorang pegawai Gramedia memberitahuku. Sebelumnya, aku harus mendengarkan ia bercerita tentang sebuah buku berjudul “Ayah” yang katanya membuatnya menangis. Aku mengapresiasi keramahan pegawai itu. 

Hmm….butuh waktu satu hari untuk menamatkan sekuel Negeri Para Bedebah ini. Ya guys, novel ini adalah lanjutan dari novel Negeri Para Bedebah. Tokoh utamanya juga masih Thomas yang memesona itu. 

Soal penulis, sebaiknya gak perlu dibahas lagi ya. Siapa sih yang gak kenal sama Om Tere Liye. Semua pasti kenal. Jadi kita lewatin aja. Okay?

Novel NUT (Negeri di Ujung Tanduk) ini juga bergenre action yang oke banget. Jika di Negeri Para Bedebah, masalah yang dihadapi Thom adalah persoalan ekonomi, di novel kedua ini masalahnya beralih ke dunia politik. Ya, Thom membuka bidang penasihat ekonomi di perusahaannya. Tentu saja kliennya orang besar, tak tanggung-tanggung, seorang kandidat calon presiden. Semua sudah beres, pendukung banyak dan Thom yakin jika kliennya pasti akan maju ke pemilihan presiden. Namun, masalahnya kliennya tersebut adalah orang jujur yang berkomitmen menegakkan keadilan hukum di Indonesia. Tentu saja ia akan menjadi mimpi buruk bagi para pejabat-pejabat, pengusaha-pengusaha dan petinggi-petinggi ber-otak musang. Ya, banyak ‘orang atas’ yang merasa dirugikan jika si klien menang pemilihan. Have u found the point, guys? Ya, ini masalahnya.

Di novel sebelumnya, Thom mengikuti pertarungan tinju di club Jakarta, ia mengalahkan Rudi (sang petarung sejati). Tidak jauh berbeda deng NUT, Thom juga mengalahkan petinju paling disegani, Lee. Bedanya pertarungan tidak dilakukan di Jakarta melainkan di Makau. 





Alur cerita dan penokohan tidak terlalu berbeda dengan NPB (Negeri Para Bedebah). Thom juga ditemani seorang wartawan wanita (di NPB, wartawan itu adalah Julia) yang bernama Maryam, Thom juga sempat di penjara, dan pertarungan berakhir di kapal. Sebenarnya aktor antagonisnya masih Tuan Shinpei. Dialah otak dari semua kerusuhan yang terjadi. 


Apa sih yang oke banget dari NUT?

Jawabannya adalah karakter si Thom. Ya, karakter Thom sangat memesona bagiku. Ia dingin dan pintar, namun sebenarnya ia hanyalah sosok yang tertutup masa lalu yang kelam. Sejatinya, ia adalah laki-laki yang penuh kasih sayang, ini bisa dilihat dari cara ia memperlakukan sang Kakek.

Kekurangannya?

Alur cerita yang bisa ditebak. Terutama bagi yang sudah membaca NPB. Seharusnya cerita genre action memiliki alur yang membuat pembaca ber-ha, karena ternyata cerita tidak sesuai dengan apa yang ditebak pembaca, sebagai contoh adalah film yang diperankan Jolie berjudul WANTED. Dalam film itu, menceritakan tentang pembunuhan yang sudah ditentukan di sebuah surat. Saya sendiri sampai menangis karena ternyata yang dianggap penjahat no.1 adalah sang Ayah yang selama ini mengawasi dan melindungi. 

Biar begitu secara keseluruhan novel ini tetap oke, semoga di filmkan nantinya.

Oke guys! May be cukup sekian dulu. Biar gak penasaran yang berakibat kejang-kejang, langsung aja beli bukunya. Bisa juga menyewa ke saya dengan tarif Rp.1000; per lima menit. Hehe

Review Buku Hijab I'm in Love

Cover Buku Hijab I'm in Love
Apa kabar, sobat semua? Semoga selalu berada dalam dekapan iman kepada-Nya dan sehat selalu. Amin
Kali ini aku kembali lagi dengan review sebuah buku. Kali ini, khusus buat para kamu-kamu makhluk paling spesial, yaitu Muslimah. Ya, buku ini didedikasikan untuk para Muslimah.

Buku 124 halaman ini berjudul Hijab I’m in Love, artinya kira-kira begini: Hijab, aku jatuh cinta. Manis ya?

Siapa penulisnya? Pernah baca buku-buku bestseller Melukis Pelangi, Sejuta Pelangi dan Cahaya di Atas Cahaya? Atau, kalau sobat memang belum ketebak, kenal dong sama pemeran Anna Althafunnisa dalam film KCB? Nah, betul. Itu dia! Penulisnya adalah seorang inspirator, pembicara, artis sekaligus penyanyi. Dialah Mbak Oki Setiana Dewi, icon muslimah yang bagi saya sangat menginspirasi.

Sebelum jauh, kita buat singkatan aja untuk judul buku yang mau kita bahas ini, biar simple. Bagaimana kalau kita singkat jadi ‘HIiL’? Keren ya!

Nah, aku menemukan buku ini sewaktu singgah pada bazar yang diadakan salah satu organisasi kampus. Karena melihat buku-bukunya yang banyak, aku jadi tidak tahan kalau tidak menghampirinya. Satu menit, dua menit, tiga menit, …. , satu jam kemudian… Hehe

Yang jelas, hampir lima menit saya memilih-milih buku yang cocok hingga akhirnya…. Aku menemukannya guys! Buku dengan warna hijau muda segar plus foto dua wanita berhijab yang tersenyum di covernya. Hmm… Plus CD berjudul HIiL juga. Oke juga. Aku sudah tau tentang kehadiran buku ini sejak keadaannya masih berupa idea. Yap, aku selalu update tentang Mbak Oki dan tokoh-tokoh lain.

Aku langsung membeli buku itu, harganya berkisar antara Rp.80.000-Rp.90.000 plus CD. Maaf ya guys, aku sudah lupa harga tepat nya. Yang jelas, tidak jauh-jauh dari nominal yang aku sebutkan di atas.
Langsung saja tentang HIiL ya guys.

“Wahai Nabi! Katakan kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, ‘Hendaklah mereka menjulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka’ Yang demikian itu agar mereka lebih mudah dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun Maha Penyayang. (QS. Al-Ahzab:59)

Hijab memang bukan hanya sekadar perintah tanpa alasan. Dengan hijab sejatinya Allah menginginkan para muslimah lebih terjaga, lebih terhormat dan tentu saja mudah dikenali. Mudah dikenali karena hijab secara otomatis menjadi identitas ia sebagai muslimah.

Dalam buku HIiL ini, Mbak Oki ingin mendekap semua muslimah. Mari berhijab!

Ia juga terus mengingatkan untuk para muslimah yang belum berhijab, agar jangan memiliki statement ‘Hijabkan hati aja dulu, baru pake hijab beneran’. Kan kita gak tau sampai kapan bisa menghijabkan hati? Gimana kalau keburu Allah memanggil kita duluan? Benernya, berhijab saja dulu, lalu hijab akan menuntun kita memperbaiki diri dan hati. Ber-Islam itu harus total, sholat saja tidak cukup untuk membuktikan kita adalah muslim. Masih banyak yang harus dilengkapi. Terlepas dari buku ini guys, aku ingin menceritakan sebuah kisah. Kisah ini kubaca dari blognya Mbak Windy Ariestanty, penulis buku Studying Abroad dan Life Traveler. Suatu ketika, Mbak Windy mendengarkan cerita teman laki-lakinya yang seorang bule. Temannya itu bercerita dengan penuh semangat bahwa ia baru saja dating dengan seorang wanita Indonesia beberapa hari lalu. Seperti biasa, berakhir di tempat tidur. Pagi hari, sang bule menawari wanita itu roti harm dengan daging babi. Dengan tegas wanita itu menolak. Ia mengatakan bahwa daging babi haram untuk umat Islam. Bule itu semakin bersemangat cerita kepada Mbak Windy, ia tidak habis pikir dengan wanita itu. 

“Bukankah Islam juga melarang umatnya minum minuman berakhohol, berzina. Dengan menolak tawaran saya memakan pork, itu tidak cukup membuktikan ia sebagai muslim. Bahkan ia memiliki tato di pinggangnya” Ucap bule yang atheis itu.

Cover CD Hijab I'm In Love
Hmm…. Bagaimana sobat? Iyakan kalau islam itu harus total? Bule atheis aja tau. Jadi kalau sobat udah menjalankan perintah Allah yang lain dan sudah meninggalkan larangan-Nya, ayoo sempurnakan dengan berhijab.Gak maukan hanya karena tidak berhijab, suatu saat kemakan pork. Lha kok? Bisa jadi lho. Gini, karena gak berhijab sobat melenggang santai memasuki sebuah restoran. Ternyata itu restoran gak halal. Siapa yang bisa ngasi tau? Mana ada pramusaji yang mau bertanya ‘Anda muslim? Kalau iya, anda harus tau kalau ini bukan restoran halal’ satu persatu. Coba sobat berhijab, secara otomatis nih, bahkan baru di depan pintu, Pak Security sudah berkata ‘Stop! Restoran ini tidak halal, Mbak’. Karena, semua orang langsung tau sobat seorang muslimah, karena sobat berhijab.

Ya, hijab akan membawa ribuan berkah.

Yang pasti, buku ini mengupas sampai bersih tentang hijab, juga dilengkapi kisah-kisah berhijab beberapa muslimah pemenang lomba menulis HIiL dan dilengkapi dengan puluhan foto Mbak Oki dan Shindy yang mengenakan hijab syar’i namun trendy. Bagi sobat yang nanti membeli buku sekaligus CD, sobat bisa menikmati lagu-lagu Islami yang syahdu dari Mbak Oki dan Shindy.

Sekian dulu ya guys, jempolku udah gemetar rasanya buat ngetik. Iya, aku menulis review ini dari ponsel. Semoga bisa bermanfaat. Amin.

Wednesday, 10 April 2013

'Berjalan di Atas Cahaya' Review

Hi guys! I write this my recent post with my bad english. Don’t show your fancy face. I’m sure that you will understand what i want to reveal here. May be you just will have shouted ‘Hoo….this post just wasted my time’. Haha
No, just take it easy, i’m using all of my power english ability for you (way to go, haha).
Okay, let’s analyze this book. One of books is by Hanum Salsabiela Rais and it has tittle ‘Berjalan di Atas Cahaya’ or ‘Walking on the light’ (but, i’m not sure with my tittle translate). I got it from a bookstore in Botani Square Mall. You know, i have been waiting for long time to get it. Yeah, i should waiting my moneys enough. Haha, don’t cry. It’s indeed a tragic story of me. Okay, continue to our book. Then, i read and completed it, need 24 hours only. You must be appreciate it.
What is the special in this book?
I liked this book ‘cause it has different view about Europe. As far as i life, i often found many books which have same idea. But, there are less books could express in different side. Europe is famous with gorgeous place, anything are so expensive etc, and of course as a continent which never can’t be life in same line with a religion called Islam. It’s impossible.
Shockly, this book tell about that Islam and Europe are so near, never separating.
Yah, Islam written many stories in history of Europe. Then, the writer tells about moslem and fact of Islam there. So amazing.
I was so interested a story  about Palermo Cathedral. You never think it guys, that there is Al Fatihah writting there, at gate of Palermo Cathedral.
Okay, okay, i think it is enough. I’m so tired and then will to take a rest, mean i'll going to sleep. Don’t worry, i will write more of this book later and later.
How? Are you feeling that your mind so sick or tired after read my review in english? If yes.. I have a Panadol, take it and i will say sorry from my deep heart :)
thanks guys. Nice to share it for you :)

Monday, 8 April 2013

Bacalah.... Lalu Temukan Keajaiban



Berkali-kali aku menyodorkan buku-buku yang kumiliki kepada teman-temanku, berharap mereka mau membacanya. Namun, mereka hanya menyengir lalu meletakkan kembali buku yang kuberikan. Bahkan ada seorang temanku yang mengatakan “Nanti kalau udah selesai baca, jadi’in bungkus gorengan aja ya buku-bukunya....”. Hal ini membuatku berpikir, merenung. “Mengapa mereka bisa tidak tertarik untuk membaca? “. Pertanyaan ini selalu singgah dalam kebingunganku, membuatku tak habis pikir.

Seandainya mereka merasakan betapa indahnya dunia ini saat kita membaca, seandainya mereka bisa merasakan apa yang aku rasakan saat sudah bertemu dengan bacaan kesukaanku. Karena membaca aku bisa melihat deretan pohon bereozka yang tertutup salju, karena membaca aku merasakan musim dingin yang membeku di Moskow, karena membaca aku melihat indahnya ukiran yang ada di Mezquita dan semakin mengagumi agamaku, tak jarang aku menangis saat membaca kisah-kisah kelam tentang pembantaian terhadap muslim seperti di Beirut atau Sabra dan Satila, aku juga bisa melihat dengan mata kepalaku sendunya bukit Kahlenberg dengan sungai Danube mengalir di bawah sana, aku juga bisa mengikuti perjalanan Santiago hingga ia menemukan harta karunnya di Piramida, aku turut merasakan dengan jemariku ukiran-ukiran di Hagia Sophia dan seperti menyaksikan betapa indahnya saat ia menjadi Masjid, Aku mengetahui bahwa ada lafadz tauhid di ujung kerudung lukisan Bunda Maria yang ada di museum Louvre, aku melihat ukiran pembukaan Al-Fatihah yang tertulis penuh wibawa di gerbang katedral Palermo, aku merasakan damainya hidup dengan penuh ketenangan di desa-desa seperti Ipsach dan Neerach, aku bisa memahami bahwa dunia ini tak hanya Riau, tak hanya Bogor, tak hanya Indonesia hingga aku berani bermimpi untuk menjajaki belahan dunia-Nya yang lain, yang lebih luas lalu menemukan cahaya-cahaya Islam yang bertebaran di sana, dengan membaca aku bisa merasakan betapa besar dan terpukulnya hati seorang ayah yang menyaksikan sang anak tercinta ditembak di depan matanya, dengan membaca aku sedikit sebanyaknya mengerti tentang keterpurukan ekonomi yang menghantam dunia, aku juga seperti ada di sana saat Muhammad Al-Fatih dengan jeniusnya berhasil menaklukkan Konstatinopel, kota terindah di dunia saat itu, aku juga melihat saat Thariq bin Ziyad memasuki selat Gibraltar. Duhai kawan, betapa indahnya duniamu ketika kamu bisa menyaksikan hal-hal tersebut.

Sebenarnya aku tidak nyaman berada di keramaian, aku juga tidak menyukai perjalanan dengan banyak teman. Aku lebih senang bepergian sendiri, karena dengan begitu aku memiliki banyak waktu untuk mengamati bagian dunia yang kujajaki pada setiap langkahku, aku lebih bisa memaknai sebuah perjalanan dengan caraku itu. Entahlah, semenjak aku mencintai kegiatan membaca, aku lebih senang menghibur diri sendiri ketimbang menceritakan masalahku pada orang lain. Kamu juga akan merasakan betapa dunia ini begitu indah jika kamu cinta membaca. Semuanya berjalan dengan hikmah yang mengiringinya dan kadang bersembunyi di belakangnya.

Duhai kawan, satu hal yang paling berharga kudapat dari kegemaran membaca, aku berani bermimpi. Aku berani membayangkan diriku akan memijakkan kaki ini di tempat-tempat yang pernah kubaca. Dengan begitu, semangat untuk meraih cita-citamu itu akan terealisasi dengan sebuah tindakan, kamu bersemangat untuk melakukan hal-hal yang membawamu pada cita-ita itu.

“Bacalah....” Bukan begitu perintah Allah pada surah pertama yang ia wahyukan? Itu menunjukkan bahwa dengan membaca manusia akan mengetahui banyak hal bahkan dengan membaca manusia akan mengenal-Nya.

Duhai kawan, membaca bukan hanya mengeja kata, melainkan ada penghayatan yang dalam, memaknai dengan pikiran dan perasaan. Membaca layaknya sebuah perjalanan, banyak yang bisa kamu temukan namun tak akan bermakna jika tidak dimaknai dengan internalisasi yang dalam, menyelami setiap diksi dan retorika yang ada di dalamnya. Lagi-lagi membaca adalah penghayatan. Bacalah.... Lalu temukan keajaiban.

Saturday, 6 April 2013

Cerpen: Andai Semua Muslimah Sepertimu


Hi guys....! Cerpen ini adalah cerpen yang memenangi lomba menulis cerpen islami Januari lalu. Enjoy it :)

“Huh... Tetangga baru lagi!!!”Aku mendengus kesal. 
Yaa...perkenalkan namaku Julia, seorang sekretaris disebuah perusahaan multinasional yang berada di Jakarta. Saat ini aku nge-kost disebuah kompleks perumahan yang dekat dengan kantorku. Tapi sialnya, aku harus se-kost dengan seorang wanita berjilbab yang sangat kubenci. Memang masalah kamar, kita punya masing-masing. tapi, aku tidak suka berbagi dapur dan ruang tamu dengan wanita seperti dia. Apalagi jika harus berbagi suami ya? Hiii... 
Baik, kuperkenalkan saja siapa makhluk menjijikkan yang mengisi setiap hariku di kost. Namanya Emily. Tuh, dari namanya saja sudah ketahuan bagaimana tampang plus sikapnya. Yups...betul sekali, Emily adalah gadis berjilbab yang amatiran. Kok? nanti juga tau sendiri. Dia bekerja di kantor yang sama denganku sebagai asisten direktur. Aku benci denganya karena dia disenangi oleh banyak orang, semua tampak akrab jika sudah berbicara denganya, termasuk buk kost. Kamarnya tepat berhadapan dengan kamarku, meski begitu kami jarang bertegur sapa. Aku iri karena dia memiliki banyak fans.
Emily, huh... tidak hanya karena dia punya banyak penggemar. Tapi dia juga paling senang cari muka, terlebih didepan buk kost. Pagi-pagi dia sudah menyapu lantai lalu menyiram bunga dihalaman rumah. Awalnya aku berfikir dia memang sosok gadis yang rajin, eh... sewaktu ibu kost ada urusan keluar kota, toh Emily tidak menyentuh batang sapu sampai hari dimana Bu Kost kembali. Dia membersihkan rumah saat suara mobil bu kost sudah masuk ke halaman rumah, kan biar bu kost melihat kalau dia lagi bersih-bersih. Kalau sudah begitu,Bu Kost pasti akan langsung menuji-mujinya.
“Aduh...Emily nih ya, rajinya minta ampuuuunnn... coba aja ibu punya anak cowok, pasti sudah Ibu jodohin dech. Seandainya semua anak yang ngekost disini rajin kayak Emily, pasti enak” kalau Bu Kost sudah berucap seperti itu, ujung-ujungnya aku yang tersindir. Ya iya lah... orang yang nge-kost disini cuma aku dan  Emily. Akibat kejeniusan Emily dalam hal cari perhatian, dia selalu di beri oleh-oleh, diajak makan ke Restoran, dan hal-hal lain yang sifatnya menyenangkan dari Bu Kost. 
Gitu doank? No!!! Selain kejelekan di atas, ternyata Emily juga paling sering buang sampah ke dalam tong sampah yang ada di depan kamarku. Padahal, kita punya tong sampah masing-masing lho. Dasar pemalas, bilang aja dia malas jika harus membuang sampah jauh-jauh ke tempat sampah yang ada di ujung gang. Aku tak mau tinggal diam. Suatu siang, kebetulan aku pulang lebih awal dari Emily. Hmm...kesempatan perak ini aku manfaatkan untuk membalas budi gadis berjilbab amatir yang tinggal satu rumah denganku itu. Aku sengaja mengumpulkan sampah dari rumah makan di depan kost, mulai dari nasi yang sisa hingga nasi busuk ku ambil. Untuk apa? Tentu saja aku masukkan ke dalam tong sampah yang ada di depan kamar Emily. Lalu apa dia kapok? Walhasil, keesokan paginya aku mendapati tong sampah yang ada di depan kamarku mengeluarkan bau yang sangat busuk, sampai-sampai aku dimarahi oleh Ibu Kost.
“Jorok banget sih kamu Jul?!!! Anak cewek kok joroknya minta ampun!!!Gerutu Bu Kost.
Ya,ya,ya... siapa lagi? Kalian pasti sudah tau apa yang dilakukan gadis itu kan?
Cuma itu? Ohh... belum sempurna rasanya aku mendeskripsikan Sang Emily (terdengar semacam nama seorang putri yaa?) kepada kalian. Ada satu lagi tabiat nih cewek, dia juga hobby banget memakai sabun dan peralatan mandiku tanpa izin. Gak banget kan? Masak seorang asisten direktur, sabun aja nyolong. Darimana aku tau kalau  Emily memakai sabun dan peralatan mandiku? Yaps, semua berawal dari kecurigaanku padanya. Masak sih sabun cair yang biasanya bisa tahan dua minggu, setelah si anak kunti (baca:Emily) datang, sabun cairku hanya bisa untuk lima hari. Masak iya ada tikus minum sabun cair? Akhirnya, setelah berulang-ulang begitu, aku memutuskan untuk memasukkan cairan asing kedalam botol sabun cairku, efek samping dari cairan ini adalah gatal-gatal apabila terkena kulit. Tentunya aku tidak memakai sabun ini, aku membawa sabun yang steril ke dalam kamar.
Dan... ternyata benar dugaanku, beberapa menit setelah Emily mandi, dia teriak-teriak minta tolong. Ia meminta Bu Kost untuk menaburkan bedak kepunggungnya. Aku cekikikan sendiri mendengar rintihanya, tapi... bukan Emily namanya kalau tidak bisa memanfaatkan keadaan.
“kok bisa sih Em?” tanya Bu Kost
“gak tau ni Bu, tadi kan sabunku habis dan lupa beli. Jadi aku minta sabunya Julia. Eh... ini nih akibatnya, mungkin Julia ada masukin sesuatu kedalam sabun” katanya menjelek-jelekkanku. Kapan tuh anak kunti bilang minta?
“heh...!!1 emang kamu pernah bilang minta?!!” aku keluar kamar dengan mata melotot.
“ya ampuuunnn Julia, masak kamu gak denger tadi kan aku ketuk pintu kamar kamu dan bilang minta sabun”Jawabnya santai tanpa dosa.
“dasar maling!!!”Kataku ketus
“Heh Julia, jangan asal nuduh Emily donk. Baru juga sekali Emily minta sabun udah kamu masukkin cairan gak jelas. Sudah Em, ntar Ibu beliin sabun yang banyak” Ibu Kost mulai deh membela anak kunti, dasar ibu kunti. Daripada dikeroyok, lebih baik aku kembali masuk kamar.
Hubunganku dengan Emily memang tidak akan pernah baik. Dan sekarang, harus ditambah satu lagi penghuni rumah ini. Memang rumah mewah ini memiliki tiga kamar kosong yang di sewakan, dan saat ini masih ada satu yang belum terisi. Tapi, sekarang sudah datang tuh si penghuni kamar. Seorang gadis dengan tinggi semampai dan berkerudung. Waks... berkerudung? Aku seperti sudah trauma dengan wanita berkerudung. Ya, mungkin karena wanita berkerudung yang satu kost denganku (Emily) sungguh memiliki tabiat jelek. Dan sekarang harus bertambah satu lagi. Bagiku, jilbab saat ini hanya seperti trend saja. Sepertinya hidupku akan lebih menderita dengan bertambahnya penghuni kost ini. Oh ya, dengar-dengar namanya Naela. Kampungan banget tuh nama, ya gak?
Setelah beberapa minggu Naela bergabung di rumah ini, semua ketakutanku tidak benar-benar terjadi. Naela tidak seperti Emily, hanya dia selalu menjagak aku dan Emily mengaji bersama pada malam jumat. Tentu saja kami berdua menolak dengan berbagai alasan.
“Aduh... perutku mules nih”Teriakku
“Aku haid nih” alasanya si anak kunti gak kalah hebat, perasan udah tiga jum’at alasanya haid terus, lancar banget tuh. Kalau sudah begitu, naela hanya diam dan mengaji sendiri di ruang tengah.
Sekarang, jabatan sebagai anak kesayangan Bu Kost sudah tidak diduduki Sang Emily melainkan digantikan oleh Naela. Ibu kost meminta Naela mengajarkan sara, anak bungsu Ibu Kost untuk mengaji. Bu kost juga sering mengajak naela ke pengajian dan sebagainya. Bapak Kost yang berprofesi sebagai dosen pun sering bertanya masalah agama ke Naela. Gadis itu ku akui murah senyum dan ramah, aku pun harus mikir kalau mau iri padanya. Tampaknya saat ini Emily yang terlihat benci setengah mati ke gadis berkerudung itu.
Sekarang, tabiat buruk Emily tak lagi kudapati. Sudah tobat ya? Siapa bilang! Emily sudah berpindah klien, dia sekarang berpindah jail ke gadis baru itu. Kasian juga, gadis baik-baik harus kenal dengan anak kunti. Tapi setidaknya, aku sekarang merasa lebih nyaman tanpa gangguan Sang Emily. Sudah selesai donk ceritanya? Belum.
Setiap pagi, aku selalu berpapasan dengan  Naela yang dengan susah payah mengangkat tong sampahnya yang penuh menuju kotak sampah di ujung gang. Aku tau pasti setengah dari sampah yang memenuhi tong sampah yang dibawanya adalah sampah-sampah produk anak kunti. Seingatku, si anak kunti hanya sekali membuang sampah selama ngekos di rumah ini. itu saat hari pertama ia datang. Meski begitu, Naela tak pernah mengeluh apa-apa, malahan ia selalu menawariku dan Emily untuk membantu membuang sampah kami apabila kami tampak bangun kesiangan. Aku sih sebisa mungkin menolak, begitu juga si anak kunti. Ya iyalah, orang setiap malam sang kunti sudah kelayapan mengekspor sampah-sampahnya.
Masalah sabun, aku tidak tau persis apakah Emily tetap nyolong sabun. Yang jelas sekarang sabunku tampak aman. Suatu sore, saat naela baru pulang dari kuliah. Ia membeli berbotol-botol sabun cair.
“Julia, Emily... nanti kalau mau pakai sabun, pakai saja ya. Aku taruh di kamar mandi” ucapnya menawari kami. Aku hanya tersenyum, berfikir. Aku yakin, pasti selama ini E mily beralih memakai sabun Naela.Tapi kenapa tak ada keinginan gadis itu untuk membalas sebagaimana aku membalas kejelekan Emily padaku?
Beberapa hari setelah itu, aku tak melihat Emily kelayapan sejak pagi tadi. Kemana dia? Kangen juga (sambil ngeludah). Saat aku keluar kamar untuk membuat mie instan sehabis maghrib, aku mendapati Naela sedang memasak sesuatu di dapur.
“Masak?” Tanyaku
“Iya, Emily sakit. Aku memasak sup jamur untuknya. Kasian dari pagi ternyata dia dikamar dan belum makan. Ayo bareng kita jenguk ke kamarnya” jawab gadis baik itu.
Aku tersentuh mendengar jawaban  Naela. Betapa jernihnya hati gadis itu, sehingga tak ada secuil pun dendam dalam hatinya apalagi niat untuk membalas kejahatan orang lain padanya.
Malam itu, adalah kali pertama aku melihat si anak kunti terbaring lemah di tempat tidur. Saat kami masuk, ia terlihat kaget. Aku sempat melihat embun di sana, di matanya. Naela dengan ikhlas menyuapi gadis itu dan membantunya minum obat. Ah, Naela. Aku tak bisa membayangkan jika kamu tidak datang, pasti si anak kunti sudah ku beri racun tikus. Tapi, darimu kini aku tau. Bahwa kejahatan memang tak harus dibalas kejahatan. Bukan begitu ajaran agama kita? Ajaran agama yang sempat kulupakan.
Dan sekarang, Emily sudah sembuh. Sembuh dari sakit dan sembuh dari tabiat buruknya. Kita sudah hidup rukun. Pun pada malam jumat kita juga mengaji bersama di ruang tamu. Naela, kamulah cermin dari wanita muslimah sesungguhnya. Muslimah yang memang seharusnya menyebarkan kelemahlembutan dan persaudaraan.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...